Warga Bakung Raup Rezeki dan Ironi dari Sampah

Masyarakat yang tinggal di sekitaran TPA Bakung mengaku sudah terbiasa dengan aktifitas kendaraan pengangkut sampah dan tinja yang kolar kilir.

Tribunlampung/Sulis
Keluarga pemulung santap siang di tengah tumpukan sampah. 

Laporan Reporter Tribun Lampung Sulis Setia Markhamah

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Seketika aroma beragam sampah tercium tajam dan menyengat hidung jauh sebelum memasuki kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, Kelurahan Bakung, Telukbetung Barat, Bandar Lampung.

Mulai menyusuri Jalan Banten lalu lurus masuk Jalan Tulung Buyut, sekitar 200 meter disambut TPA Bakung seluas 14,1 hektar. Bagian depan terdapat bangunan kantor unit pelaksana teknis (UPT) Bakung.

Masuk sisi kiri menyusuri jalan menanjak licin sisa hujan dan ceceran limbah tinja lama, sekitar 100 meter terdapat bangunan kecil dan kolam-kolam penampungan tinja yang disebut instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).

Bagian kolam utama terlihat penuh lumpur tinja berwarna kehitaman dengan bau khasnya yang tajam. Namun pekerja di IPLT Bakung ini nampak sudah biasa dan nyaman saja dengan aroma yang sungguh busuk itu.

Mobil pengangkut tinja terlihat keluar masuk ke IPLT. Setidaknya dalam waktu kurang dari setengah jam, 5 mobil tangki bermuatan tinja masuk dan membuang limbahnya ke bagian belakang IPLT jauh memasuki area sampah.

Kepala UPT TPA Bakung Setiawan Batin mengatakan, kolam IPLT sendiri tengah dikuras karena sudah tidak mampu lagi menampung tinja. Satu unit excavator nampak mengeruk bagian kolam dan memindahkan isinya ke truk untuk diangkut dan dibuang ke lahan mana saja yang masih terlihat lapang. Termasuk ditumpuk begitu saja di belakang dan sisi kanan bangunan kantor UPT.

"IPLT Bakung memang sudah over kapasitas. Karena perencanaan awalnya kapasitas SSC (solid separation chamber atau bak pemisah lumpur) ini setiap harinya hanya 14 meter kubik, sementara yang masuk ke IPLT 80 meter kubik setiap harinya," ungkap Setiawan di lokasi IPLT, Minggu (26/8/2018).

Limbah tinja ini, terusnya, berasal dari pihak swasta dengan 10 mobil dan pemerintah 1 mobil. Namun mobil ini bisa bolak balik sampai 27 kali ke lokasi IPLT saat musim penghujan dan sekitar 20 kali saat musim kemarau setiap harinya. "Bayangkan saja satu mobil mengangkut sekitar 3 meter kubik dikali 20 rit. Sudah 60 meter kubik minimal masuk setiap harinya," jelas Setiawan.

Excavator kuras tinja IPLT Bakung yang overcapacity
Excavator kuras tinja IPLT Bakung yang overcapacity (Tribunlampung/Sulis)

Pengolahan tinjanya sendiri masih manual dimana tinja pertama ditampung di kolam dumping, lalu masuk ke kolam SSC untuk disaring, sebelum akhirnya masuk ke kolam fakultatif dan terakhir kolam maturasi.

Kondisi lain, terusnya, sebenarnya Bandar Lampung juga memiliki ipal komunal. "Tapi saat penampungan komunal ini penuh ya tetap nantinya ditampung di sini. Setahu saya dari PU ada 24 unit ipal komunal," terangnya.

Pantauan Tribun, di luar aktivitas pengerukan tinja, nampak puluhan pemulung usia remaja dan anak-anak bercanda tawa sambil memancing di kolam maturasi.

Kolam yang mengolah limbah cair tinja ini dijadikan arena kongkow. Adi, bocah 10 tahun pemulung di TPA Bakung mengatakan, sudah biasa anak-anak pemulung bermain di kolam maturasi.

"Capek bantuin orangtua ngais sampah, ya kita maen di sini (kolam maturasi). Mancing dapet lele," kata Adi dengan lugunya.

Adi mengaku sudah biasa melihat lumpur tinja. Jadi tak merasa risih dan jijik. "Ya maenannya juga sampah Mbak," selorohnya.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved