50 Ton Garam Beryodium Tak Sesuai Standar Disita, Pemilik Usaha: Izin Edar Masih Proses
Ariyanto (47), pemilik UD Tiga Permata, mengakui mengambil barang mentah garam belum diolah dari Jawa.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Yoso Muliawan
LAPORAN REPORTER TRIBUN LAMPUNG HANIF RISA MUSTAFA
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Ariyanto (47), pemilik Usaha Dagang (UD) Tiga Permata, mengakui mengambil barang mentah berupa garam belum diolah dari Pulau Jawa. Ia memberi keterangan tersebut saat dihadirkan dalam ekspose kasus di Polda Lampung, Kamis (13/9/2018).
"Sampai sini, saya olah dan kemas. Biasa ambil dari Jawa. Per bulan maksimal 20 ton," kata Ariyanto.
Ariyanto membantah garam tersebut berbahaya. Menurutnya, hanya izin edar yang belum keluar karena masih dalam proses.
"Izin edarnya lagi diproses. Sudah tiga tahun saya urus prosesnya," kata warga Kampung Kroy, Kelurahan Way Laga, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung, ini.
Terkait pemasaran garam, Ariyanto menyatakan pemesannya berasal dari berbagai daerah di Lampung.
"Tapi, fokusnya di seputar Bandar Lampung aja," ujar Ariyanto. "Ini (UD Tiga Permata) milik saya, perorangan," sambungnya.
Ariyanto pun mengakui sudah lima tahun menjalankan usahanya. Garam tersebut, ungkap dia, dijual Rp 3.000 per kilogram.
"Bahan bakunya cuma yodium, enggak ada yang lain," kata Ariyanto. "Sebulan bisa 20 ton," imbuhnya.
Uji Laboratorium
Polda Lampung membongkar kasus perdagangan garam tanpa izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Total 50 ton garam dengan kandungan yodium tak sesuai standar disita dari gudang milik UD Tiga Permata di Jalan Wala Abadi, Kampung Kroy, Kelurahan Way Laga, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung.
Wakapolda Lampung Brigadir Jenderal Angesta Romano Yoyol menjelaskan, kasus ini terungkap berkat penyelidikan Sub Direktorat I Industri Perdagangan dan Investasi (Indagsi) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda. Penyelidikan bermula dari laporan warga mengenai indikasi peredaran garam ilegal di sebuah unit usaha di Way Laga, Sukabumi, Bandar Lampung.
"Saat pengecekan pada 31 Agustus 2018 sekitar pukul 15.00 WIB, ternyata benar ditemukan aktivitas memperdagangkan produk olahan pangan berupa garam tanpa izin edar dari BPOM RI," ujar Yoyol saat ekspose kasus. "Ini sudah melalui uji laboratorium. Bahayanya, jelas penyakit gondok. Kandungan yodiumnya tidak sesuai," sambungnya.
Yoyol mengungkapkan, UD Tiga Permata telah beroperasi selama lima tahun. Unit usaha tersebut, papar dia, hanya melakukan pengemasan. Adapun garam dikirim dari Jepara, Jawa Tengah.
"Garam diambil dari Jawa, kemudian dikemas di sini. Unit usaha ini sudah beroperasi lebih dari setahun (lima tahun). Garamnya beredar di seluruh Lampung, khususnya pasar-pasar tradisional," katanya.