50 Ton Garam Beryodium Tak Sesuai Standar Disita, Pemilik Usaha: Izin Edar Masih Proses
Ariyanto (47), pemilik UD Tiga Permata, mengakui mengambil barang mentah garam belum diolah dari Jawa.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Yoso Muliawan
Dari pembongkaran kasus perdagangan garam ilegal ini, Ditreskrimsus Polda menetapkan satu tersangka yang bertanggung jawab sekaligus menuai keuntungan atas peredaran garam itu.
"Untuk pekerja, tidak (menjadi tersangka). Sebatas saksi, karena cuma bekerja dan tidak mengetahui," ujar Yoyol.
Kepala Subdit I Indagsi Reskrimsus Polda Lampung Ajun Komisaris Besar Budiman Sulaksono membenarkan UD Tiga Permata hanya melakukan pengepakan garam.
"Itu bahan dasar garam pada umumnya. Cuma, pengolohannya tidak sesuai standar kesehatan," kata Budiman saat ekspose kasus.
Terkait kemungkinan ada pelaku usaha lain yang juga mendatangkan garam dari Jepara ke Lampung, pihaknya masih melakukan penyelidikan.
"Nanti kami petakan, kemudian kami awasi," ujar Budiman.
Sampel di Warung
Sebelum mendatangi gudang di Way Laga, polisi sempat melakukan inspeksi untuk memastikan kebenaran informasi warga terkait indikasi peredaran garam ilegal. Dari hasil inspeksi, tim Ditreskrimsus mendapati satu sampel garam tanpa izin edar BPOM di sebuah warung kelontong.
"Kami dapat informasi ada produk garam tanpa izin edar BPOM RI. Hanya ada SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)," kata Kasubdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Lampung Ajun Komisaris Besar Budiman Sulaksono. "Dari hasil inspeksi, kami temukan satu sampel di warung kelontong. Kami beli garam itu untuk diuji dan dicek izinnya," sambung Budiman.
Berdasarkan hasil uji laboratorium, Budiman menjelaskan, kandungan yodium pada garam tersebut tak sesuai standar.
"Kami pelajari juga dari labelnya. Kami cek, ternyata tidak ada nomor izin edar BPOM. SIUP-nya pun sudah habis," ujarnya.
Pihaknya kemudian mendatangi gudang UD Tiga Permata di Jalan Wala Abadi, Kampung Kroy, Way Laga.
"Sampai ke gudang itu, kami kaget ternyata unit usaha ini sudah lama beroperasi. Sudah lima tahun," kata Budiman.
Ia menambahkan, sesuai aturan, sebuah unit usaha atau home industry (industri rumahan) harus memiliki pegawai maksimal tujuh orang dengan keterikatan keluarga. Ikatan keluarga itu, jelas dia, mesti dibuktikan dengan kartu keluarga. Selain itu, alat produksinya juga tradisional.
"Kami cek, pegawainya memang tujuh orang. Tapi, tidak ada hubungan keluarga. Tempatnya juga tidak layak, tidak memenuhi standar dari sisi kesehatan," ujar Budiman.