Tribun Bandar Lampung
Bisa Bebas Main Ponsel, 2 Napi Lapas Kota Agung Peras Gadis Kalimantan hingga Kirim Foto Telanjang
Sudah beberapa kali kasus kriminal terjadi dan pelakunya melibatkan para penghuni lapas yang masih berada dalam tahanan.
Penulis: Teguh Prasetyo | Editor: Teguh Prasetyo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sudah beberapa kali kasus kriminal terjadi dan pelakunya melibatkan para penghuni lapas yang masih berada dalam tahanan.
Kasus itu mulai dari masalah peredaran narkoba hingga penipuan.
Baca: Temukan Ponsel di Sel, Kalapas Kota Agung Benarkan 2 Napi Dijemput Polda Kalsel
Dan kondisi ini dikarenakan para penghuni lapas bebas memiliki alat komunikasi.
Padahal sudah sangat jelas aturan bahwa para penghuni lapas dilarang memiliki alat komunikasin yang dibawanya di dalam lapas.
Baru-baru ini terjadi lagi kasus penipuan yang dilakukan dua penghuni lapas di Kota Agung, Tanggamus, Lampung.
Kedua narapidana (napi) Lapas Kelas IIB Kota Agung, Tanggamus, Lampung tersebut mengaku sebagai polisi.
Bahkan keduanyanya berhasil memeras seorang wanita asal Kalimantan dari dalam penjara.
Aksi kedua napi bernama M Ilhamsyah (33) dan Chandra Prayuda (25) itu akhirnya terbongkar, setelah korban melaporkan aksi pemerasan tersebut kepada Polda Kalimantan Selatan (Kalsel).
Kedua napi tersebut pun dijemput petugas Unit Siber Subdit 2/PPUKDM Ditreskrimsus Polda Kalimantan Selatan dibantu Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Lampung, Selasa (2/10/2018).
Kasubdit III Jatanras Polda Lampung, Ajun Komisaris Besar Ruli Andi Yunianto menuturkan, pihaknya hanya memberikan bantuan untuk menangkap kedua pelaku.
"Kami hanya mem-backup. Untuk penanganan selanjutnya, dilakukan oleh Polda Kalimantan Selatan," ungkapnya, Kamis (4/10/2018).
Ilham dan Chandra ditangkap karena memeras seorang wanita berinisial DR (35), warga Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
Aksi pemerasan tersebut, Ruli menuturkan, berawal saat tersangka Chandra berkenalan dengan korban di Facebook.
"Pelaku membuat akun FB dengan nama Wahyu Agung Wibowo. Kemudian, berkenalan dengan korban, dan mengaku sebagai anggota Polri," tuturnya.
Baca: Mengaku Polisi dan Minta Video Telanjang, 2 Napi Lapas Kota Agung Memeras Wanita dari Dalam Penjara

Setelah perkenalan di Facebook tersebut, keduanya menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Chandra lalu mulai melancarkan aksi dengan membujuk korban melakukan panggilan video atau video call.
Tersangka meminta korban tak mengenakan pakaian alias tanpa busana saat melakukan video call.
"Dalilnya akan dinikahi. Tapi pas video call, tanpa disadari korban, direkam oleh pelaku," katanya.
Setelah mendapat video telanjang tersebut, pelaku memeras korban.
Ia mengancam akan menyebar video tersebut ke media sosial.
"Korban mengirim sejumlah uang ke rekening atas nama Wahyu Agung Wibowo," jelas Ruli.
Dalam kasus pemerasan tersebut, Chandra tidak beraksi sendirian.
Ia bekerja sama dengan Ilham, rekannya sesama napi.
Untuk keperluan transfer uang hasil pemerasan, tersangka menggunakan rekening kerabat Ilham bernama Wahyu Agung Wibowo (36), warga Kelurahan Beringin Raya, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung.
"Setelah ditransfer oleh korban, Ilham dan Wahyu mendapat keuntungan 10 persen," bebernya.
Atas keterlibatannya, Wahyu turut diamankan di rumahnya.
"Total kerugian sekitar Rp 14,8 juta," katanya.
Adapun, barang bukti yang diamankan, yakni satu buku rekening beserta ATM dan tiga unit ponsel.
"Ketiganya sekarang sudah dibawa ke Polda Kalimantan Selatan," ucapnya.
Ketiganya dijerat pasal 45 ayat 1 UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan Pasal 45B UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Baca: Dipaksa Video Call Tanpa Busana, Wanita Kalsel Diperas 2 Napi Lapas Kota Agung
Pernah Terjadi
Kasus napi mengaku polisi untuk mendapatkan sejumlah uang dari korbannya, sebelumnya pernah terjadi di Lampung.
Dua warga Bandar Lampung melapor ke Polda Lampung akibat teperdaya jutaan rupiah pada 2013 lalu.
Satu di antara korban berinisial El (36) mengaku kehilangan Rp 33 juta, akibat teperdaya bujuk rayu pelaku melalui telepon.
"Dia mengaku polisi bernama Ali Yusuf, katanya tinggal di Surabaya. Saya kenal sejak 24 Desember (2012). Orangnya, di telepon, sangat baik dan perhatian. Makanya, saya sempat tidak menyangka telah ditipu," ujar El.
Karena didekati pelaku yang mencatut nama Ali Yusuf, El yang merupakan janda, sempat terpikat.
Ia bahkan sempat dijanjikan akan dinikahi.
"Dia sempat pinjam uang, katanya mau mutasi ke Lampung. Saya juga pernah mengirimi dia uang karena suatu hari mengaku kecelakaan, nabrak orang," tuturnya.
El lalu sadar diperdaya ketika pelaku, yang setelah ditelusuri polisi bernama Mulyadi, napi Lapas Rajabasa, tidak lagi menghubunginya.
Nomornya tidak lagi aktif.
"Saya semakin yakin ditipu setelah baca koran Tribun Lampung soal penipuan itu. Kok, orangnya yang disebut sama, Ali Yusuf, itu," ujarnya.
Pada 2011, jajaran Polda Lampung membongkar jaringan penipuan dengan modus meyakinkan korban melalui telepon seluler.
Penipuan yang menyebabkan Hastuti Ermawati kehilangan uang Rp 15 juta, ternyata diotaki Edi Purwanto (27), napi yang tengah menjalani hukuman di Lapas Rajabasa.
Edi tidak beraksi sendiri, ia dibantu dua orang, yaitu seorang PNS bernama Muhammad Nur (43), dan Sumaryani (33), istri Muhammad.
Aksi ketiganya akhirnya terbongkar setelah petugas mengamankan Sumaryani pada Rabu (17/5/2011), di sebuah bank saat akan mencairkan uang hasil kejahatan.
Saat melancarkan aksi, pelaku mengaku anggota polisi.
Baca: Kasus Penyelundupan Sabu di Lapas Kalianda, Kejari Susun Dakwaan Eks Kalapas Muchlis
Bisa Bebas Main Ponsel
Persoalan yang dilakukan para napi tersebut terulang akibat terjadinya penyimpangan dari balik lapas maupun rutan.
Aturan sudah secara jelas melarang memiliki alat komunikasi, tetapi masih ada saja yang melanggar. Alasanya hanya untuk memberikan bantuan.
Aturan pelarangan penggunaan ponsel tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
Pasal 4 huruf j aturan tersebut menyatakan bahwa setiap napi atau tahanan dilarang memiliki, membawa, dan atau menggunakan alat elektronik, misalnya laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager, dan sejenisnya.
Penelusuran Tribun di sejumlah lapas dan rutan di Lampung, penggunaan ponsel di dalam lapas maupun rutan dilakukan warga binaan melalui berbagai cara.
Ada yang menyewa dari oknum petugas. Ada pula yang sengaja menyelundupkan ponsel.
Seorang warga binaan mengaku bisa menggunakan ponsel dengan cara menyewa ke oknum petugas.
Ia mengaku, besaran uang sewa bervariasi, tergantung penggunaan.

Meski begitu, ia enggan menyampaikan nominal uang yang diberikan.
"Jika untuk keperluan menelepon saja, biaya sewanya lebih murah. Kalau menggunakan internet, biayanya bisa lebih tinggi," katanya.
Baca: Bikin Risih, Oknum Petugas Lapas Laki-laki Berada di Area Blok Wanita
Sejumlah warga binaan lain pun mengaku bahwa penggunaan ponsel telah menjadi rahasia umum.
Namun, mereka enggan bicara banyak mengenai hal tersebut. "Bisa pakai ponsel," ungkap seorang warga binaan lain.
Kondisi serupa disampaikan beberapa keluarga, yang satu di antara anggota keluarga mereka sedang menjalani masa hukuman di lapas atau rutan.
"Bisa (menelepon). Katanya, ponsel itu pinjam," ujar Tres (bukan nama sebenarnya), yang mengaku beberapa kali ditelepon anggota keluarganya dari dalam lapas.
Meski menyebut pinjam, menurut Tres, anggota keluarganya yang berada di lapas tersebut harus merogoh kocek antara Rp 5.000-Rp 10.000.
Jika durasi menelepon lebih lama, jumlah uang yang diminta pun berlipat. "Katanya pinjam dari sipir. Bayar Rp 5.000 sampai Rp 10 ribu," ucap Tres.
Seorang mantan warga binaan, yang baru bebas beberapa bulan lalu mengungkapkan, ia menyewa ponsel sebesar Rp 50 ribu per hari, atau Rp 1,5 juta per bulan saat masih berada di tahanan.
Selain untuk menelepon, ia juga bisa menggunakan ponsel untuk berselancar di media sosial Facebook.
"Saya tidak sewa setiap hari. Biasanya, sewa kalau ada keperluan untuk menghubungi keluarga. Ponselnya Android. Jadi bisa juga buat posting Facebook," tuturnya.
Penggunaan ponsel untuk berselancar di dunia maya juga dibenarkan Des (bukan nama sebenarnya). Ia mengetahui kerabatnya yang masih menjadi warga binaan, kerap bermain Facebook.
"Menelepon sering, malah Facebook-an juga. Kalau menelepon, itu biasa. Bukan hal aneh lagi," terang Des.
Baca: Ratusan Narapidana Lapas Kotabumi Ikut Istigasah
Seorang keluarga warga binaan lain mengatakan, ia terkadang tidak hanya menelepon, tetapi juga melakukan panggilan video (video call) dengan kerabatnya yang sedang dibui.
Walaupun, hal tersebut menurutnya jarang-jarang ia lakukan. "Itu (video call) terbatas, tidak setiap waktu," terangnya.
Seorang mantan warga binaan mengungkapkan, ponsel yang digunakan merupakan milik napi maupun tahanan.
Mereka bisa memiliki ponsel setelah berhasil menyelundupkan barang tersebut ke dalam lapas atau rutan.
Penyelundupan ponsel biasanya dilakukan melalui orang yang menjenguk.
"Mainnya selundupan. Ada yang ditaruh di pakaian dalam, macam-macamlah caranya," ungkapnya.
Di lapas tempat ia pernah ditahan, menurutnya, petugas yang berjaga sangat ketat.
Para petugas tersebut pun tidak menyewakan ponsel kepada warga binaan.
"Kalau tertangkap bawa ponsel, ya (ponsel) disita petugas. Setahu saya, tidak ada yang sewa dengan petugas. Karena itu, penggunaannya lebih rapi dan hati-hati," ucapnya.
Sewa menyewa ponsel, lanjutnya, justru terjadi sesama warga binaan. Termasuk, membayar biaya listrik untuk mengisi ulang baterai ponsel.
Baca: Libatkan Napi Lapas Rajabasa, Polda Lampung Amankan 2.500 Butir Pil Ekstasi
Sementara, seorang pegawai lapas mengaku kerap menyewakan ponsel buat warga binaan.
Menurutnya, hal itu dilakukan lantaran ada faktor kebutuhan warga binaan, yang ingin berkomunikasi dengan keluarga mereka.
Meski begitu, ia mengaku tidak memasang tarif untuk ponsel yang disewa. "Saya tidak pasang tarif. Yang penting, sudah sama-sama tahu," terangnya.
Guna mengantisipasi penggunaan ponsel oleh warga binaan, Rutan Kelas IIB Kotabumi kerap melakukan razia.
Kepala Rutan Kelas IIB Kotabumi, Rony Kurnia mengungkapkan, setelah menggelar razia, pihaknya sering menemukan ponsel dan garpu dari dalam sel warga binaan.
"Kami sudah banyak menyita ponsel dari napi di rutan. Bahkan, kami sudah sering memusnahkan," kata Rony, Selasa (19/12).

Humas Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Lampung, Erwin Setiawan menerangkan, pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap warga binaan.
Bentuk pengawasan di antaranya melakukan razia secara rutin dan mendadak. Termasuk, razia penggunaan ponsel di dalam lapas maupun rutan.
"Kami rutin melakukan razia, termasuk razia dadakan," ungkap Erwin.
Walau begitu, Erwin mengaku, hal tersebut belum bisa secara maksimal menekan penggunaan ponsel di dalam lapas maupun rutan. Namun, pihaknya tetap akan melakukan razia secara berkelanjutan. (*)
---> Jangan lupa subscribe Channel YouTube Tribun Lampung News Video