Yusuf Kohar Siap Melawan DPRD Bandar Lampung, Polemik Wakil Wali Kota Terancam Diberhentikan

Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Yusuf Kohar memastikan siap melawan DPRD

Penulis: Romi Rinando | Editor: Ridwan Hardiansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/romi rinando/bayu saputra
Juru bicara Pansus Hak Angket DPRD Bandar Lampung, Nu’man Abdi (kanan) bersalaman dengan Ketua DPRD Bandar Lampung, Wiyadi di sela sidang paripurna tentang laporan panitia khusus hak angket terkait dugaan pelanggaran etika dan UU, Selasa (16/10/2018). Inset: Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Yusuf Kohar. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Yusuf Kohar memastikan siap melawan DPRDyang mengambil langkah politik Hak Angket hingga Hak Menyatakan Pendapat (HMP).

Kohar menyatakan, ia tak gentar menghadapi keputusan politik DPRD, yang menempuh mekanisme HMP.

Kohar mengungkapkan, ia akan melawan DPRD karena merasa tidak melakukan tindakan pidana.

Ia pun siap menjalani proses di Mahkamah Agung (MA).

Kohar menyatakan, ia tidak pernah melakukan pelanggaran berat selama menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bandar Lampung.

Kebijakan melakukan mutasi atau rolling sejumlah pejabat eselon di lingkungan Pemkot, merupakan hak dirinya sebagai Plt Wali Kota.

"Saya tidak takut dan gentar. Saya tidak masalah mau dimakzulkan atau tidak. Kita negara hukum, kalau saya ada tindakan pidana misalnya korupsi atau asusila, itu saya terima. Tapi kalau sekadar dikatakan menyalahi administrasi, itu aneh," kata Yusuf Kohar, saat ditemui di ruang pers Pemkot Bandar Lampung, Rabu (17/8/2018) sore.

Polemik tersebut bermula saat Kohar menjabat Plt Wali Kota Bandar Lampung, medio Februari 2018 lalu.

Kohar melakukan roling sejumlah pejabat eselon.

Baca: Yusuf Kohar Terancam Diberhentikan, Nasib Wakil Wali Kota Bandar Lampung Tergantung Mahkamah Agung

DPRD menilai rolling itu melanggar aturan karena Plt wali kota tidak berwenang mengambil kebijakan tersebut.

DPRD akhirnya membentuk Pansus Hak Angket.

Hasilnya, Kohar dinyatakan melanggar UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, antara lain Pasal 67 huruf d UU 23/2014 tentang kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah menjaga etika dan norma dalam urusan pemerintahan.

Kohar juga dinyatakan melanggar UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Atas pelanggaran tersebut, DPRD sepakat menggunakan HMP.

Tidak ada satu pun legislator yang menolak usulan HMP dalam rapat paripurna yang digelar Selasa (16/10/2018) lalu.

Termasuk, Fraksi Demokrat, yang notabene kompatriot Yusuf Kohar di parpol berlambang mercy tersebut.

Keputusan politik itu akan dikirim ke MA pada pekan depan.

Apabila MA mengabulkan permohonan hak uji pendapat DPRD, maka Kohar bisa dikenai sanksi.

Adapun, sanksi terberat adalah pemakzulan, alias pemberhentian Yusuf Kohar dari jabatan wakil wali kota.

Baca: Wakil Wali Kota Terancam Diberhentikan, Yusuf Kohar Pernah Nyaris Adu Jotos dengan Ketua DPRD

Kohar mengatakan, ia tidak akan menggunakan pengacara selama berproses di MA.

"Saya akan beradu di MA. Walaupun saya bukan lulusan hukum, tapi ngerti hukum. Saya juga dulu pernah batalkan 20 perda di Lampung ini, yang bertentangan dengan UU," ujarnya.

Menurut dia, keputusan Pansus DPRD yang menyatakan dirinya melanggar aturan, tidak berlandaskan hukum dan bukti.

Termasuk, keputusan Kohar menunjuk Plt pejabat di suatu SKPD yang sudah ada Plt-nya.

"Saya waktu itu Plt (wali kota), karena Pak Herman nonjob. Saya bertanggung jawab atas itu. Tidak perlu saya lapor Pak Herman. Karena, saya yang pegang kendali," ujarnya.

Kohar pun menampik disebut melanggar Pasal 66 UU 23/2014 terkait tugas wakil kepala daerah.

Sebab selama ini, Kohar merasa tidak pernah dilibatkan dalam pemerintahan.

"Katanya Pasal 66 yang dilanggar, malahan saya tidak pernah diberdayakan. Bahkan, kadis PU saja tidak pernah lapor ke saya," kata Ketua Apindo Provinsi Lampung tersebut.

Kohar mengungkapkan, munculnya Pansus Hak Angket dipicu penunjukan Plt pejabat di lingkungan DPRD.

Ia langsung ditelepon Ketua DPRD Kota Bandar Lampung, Wiyadi, yang mempertanyakan adanya Plt tersebut.

Baca: Soal Sikap Permusuhan Yusuf Kohar, Herman HN: Kalau Nyerang dari Jauh Nggak Apa-apa

"Saya me-rolling karena banyak pejabat rangkap jabatan, misalnya ada jabatan empat kadis kosong yang dipegang satu orang asisten Pemkot. Nah, di DPRD ada jabatan kosong, terus saya isi (tunjuk plt). Kemudian saya dapat telepon dari Ketua DPRD. Dia tanya ke saya soal itu, saya bilang akan saya pelajari. Tapi, besoknya muncul di media SK bodong, saya diem saja," kata Kohar.

3 Kali Telepon

Ketua DPRD Bandar Lampung, Wiyadi membenarkan komunikasi via seluler dengan Yusuf Kohar terkait rolling pejabat.

Wiyadi mengaku sampai tiga kali menelepon Kohar untuk mengingatkan kebijakannya tersebut melanggar aturan.

"Tiga kali saya telepon, mengingatkan dia, kalau itu melanggar. Dia bersikeras, bilang mau pelajari, tapi tidak mempelajari, malah pejabat yang diroling tiba-tiba sudah keluar SPT-nya ," kata Wiyadi, Rabu.

Menurut Wiyadi, ada beberapa pejabat yang di-rolling melapor ke DPRD.

Para Plt kadis, kabag, kasubbag, itu mempertanyakan kebijakan Kohar kepada legislator.

"Hal itu melanggar aturan, kecuali jabatan tersebut belum ada Plt-nya, maka bisa diisi dengan Plt. Selain itu, kalau melakukan rolling di lingkungan DPRD kan harus persetujuan DPRD, itu ada aturannya, bukan semau-mau. Wali kota saja jika rolling pejabat DPRD konsultasi dengan kami, untuk menjaga harmonisasi," kata politikus PDIP itu.

Secepatnya Kirim

Sementara Juru Bicara Pansus Hak Angket, Nu'man Abdi mengatakan, surat keputusan DPRD terkait HMP akan secepatnya dikirimkan ke MA.

Nantinya, MA memiliki waktu maksimal 30 hari untuk memproses permohonan hak uji pendapat DPRD tersebut, terhitung sejak surat diterima MA.

"MA yang berwenang mengadili, memeriksa, dan memutuskan. Kalau sudah ada putusan MA, baru kita memberikan sanksi, sesuai putusan itu, apakah masuk pelanggaran berat, sedang atau ringan. Kalau berat sanksinya diberhentikan (pemakzulan)," tegasnya.

Nu'man menjelaskan, setelah permohonan DPRD didaftarkan ke MA, Yusuf Kohar akan dimintai klarifikasi terkait aduan tersebut.

Tanggapan dan klarifikasi Kohar diberikan secara tertulis.

"Yusuf Kohar punya waktu 15 hari memberikan klarifkasinya. Setelah itu, majelis hakim agung melakukan sidang secara in absentia, tanpa dihadiri DPRD dan Yusuf Kohar. Sidang itu hanya berdasarkan data bukti dan fakta yang dikirim DPRD beserta klarifkasi Yusuf Kohar," ungkapnya.

Keputusan MA nantinya cuma dua opsi, yakni mengabulkan atau membenarkan putusan DPRD, atau sebaliknya.

"Kalau mengabulkan, kami (DPRD) akan gelar paripurna membacakan salinan putusan MA, sekaligus menetapkan sanksi kepada Yusuf Kohar. Sanksi terberat pemberhentian, sesuai yang diatur di PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Tatib DPRD," kata dia.

Sebaliknya, jika putusan MA menolak permohonan DPRD, maka permasalahan akan ditutup.

"Seharusnya Pak Yusuf Kohar itu berterima kasih dengan DPRD, didaftarkannya surat ke MA ini agar ada kepastian hukum, baik bagi kami DPRD maupun bagi dia," ucapnya.

Baca: Pansus DPRD Bandar Lampung Pastikan Yusuf Kohar Salahi UU Pemda

Terkait pernyataan Yusuf Kohar yang siap menghadapi langkah politik DPRD, Nu'man enggan menanggapinya.

"Itu hak wakil wali kota bicara begitu. Yang kami lakukan sesuai prosedur dan aturan, ada dasarnya, sebab dan akibat. Sebab pelanggaran muncul akibatnya. Kami juga tidak gentar," kata mantan Ketua Pemuda Pancasila (PP) Kota Bandar Lampung tersebut. (romi rinando)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved