Kasus Pencabulan Mahasiswi UGM Saat KKN Viral, Amnesty International dan Ombudsman RI Ikut Bicara

Kasus pelecehan seksual yang dialami oleh mahasiswa UGM saat melakukan KKN di Pulau Seram, Maluku sampai saat ini belum mendapatkan titik terang.

Editor: Teguh Prasetyo
KOMPAS.com/LAKSONO HARI WIWOHO
Ilustrasi korban pemerkosaan. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Kasus pelecehan seksual yang dialami oleh mahasiswa UGM saat melakukan KKN di Pulau Seram, Maluku sampai saat ini belum mendapatkan titik terang.

Lamanya proses penyelesaian kasus pelecehan seksual yang dialami oleh Agni (bukan nama sebenarnya) ini, mulai ditanggapi oleh lembaga pemerintah.

Baca: Tak Boleh Wisuda Sampai Kasus Tuntas, Sanksi Terduga Pelecehan Seksual Mahasiswi UGM

Seperti yang dikutip TribunWow.com dari Tribunjogja, Amnesty International Indonesia mengungkapkan bahwa kasus pelecehan seksual yang dialami oleh perempuan, biasanya berakhir pada sudut pandang moral dan agama.

"Posisi tersebut membuat perempuan rentan manjadi target dari kekerasan seksual," kata Usman dalam diskusi 'Masa Depan dan Penegakan HAM di Indonesia' di Wisdom Park UGM.

Dalam kasus ini, dikatakan Usman, pihak UGM tidak perlu merasa kecil hati, karena menurutnya, kasus pelecehan seksual yang dialami oleh perempuan bisa terjadi di manapun, dan di ranah publik sekalipun.

"Persoalannya, kasus yang terjadi selama ini masih berada di taraf bawah permukaan sehingga tidak terpublikasi dan yang terjadi UGM ini merupakan puncak dari fenomena sesungguhnya," ujarnya.

Baca: Mahasiswi UGM Jadi Korban Pelecehan Temannya di Lokasi KKN Saat Sedang Tidur

Namun, Usman menjelaskan bahwa dalam penegakan HAM, pihak UGM harus mengambil peran aktif dalam permasalahan ini.

Tak hanya Amnesty International Indonesia, lembaga pemerintah lain yang menyelidiki keluhan masyarakat (Ombudsman) RI juga memberikan tanggapan mereka.

Pihaknya menyebutkan bahwa pihak UGM menyamakan permasalahan kasus pelecehan seksual seperti kasus pencurian permen.

Anggota Ombudsman RI, Dr. Ninik Rahayu menyebut, pelecehan seksual bukan persoalan sederhana, sehingga tidak hanya diselesaiakan dengan cara kekeluargaan.

"Ini kasus pelecehan seksual, terjadi kejahatan pada tubuh perempuan. tetapi seolah-olah ini dianggap biasa, dianggap tidak ada unsur tindak pidana. Ini bukan pencurian permen atau roti, yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan," katanya saat ditemui awak media di kantor Ombudsman RI Perwakilan DIY, Sabtu (10/11/2018).

Baca: Kasus Dugaan Pemerkosaan di UGM Berbuntut Panjang, Muncul Petisi Online

Ombudsman juga mengungkapkan bahwa penyelesaian lambat dari kasus ini juga berpengaruh bagi sistem pendidikan di Indonesia.

"Kejadian sudah sangat lama, Ombudsman merasa penting untuk mendalami kasus ini. Karena ini menyangkut sistem pendidikan kita. Terkait dengan masa depan anak kita yang dititipkan di UGM dan perguruan tinggi lainnya," sambungnya.

Ninik menjelaskan bahwa sistem UGM tidak dilakukan dengan baik, pasalnya pelaku terbukti masuk dalam daftar wisuda November 2018.

Selain dikatakan sistemnya kurang baik, pihak UGM terkesan menutup nutipi kasus pelecehan seksual tersebut.

Baca: Kronologi Mahasiswi UGM Diduga Dicabuli Temannya Saat KKN

Ninik mengungkapkan bahwa pihak UGM melakukan pembiaran pada Agni, sehingga Agni harus berjuang dan mencari jalan keluar sendiri.

Halaman
12
Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved