Tribun Bandar Lampung

BREAKING NEWS - Dari 15 Proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan, Zainudin Hasan Raup Duit Rp 27 Miliar

Adapun perbuatan terdakwa Zainudin Hasan, kata Subari, bermula saat menjabat sebagai bupati Lampung Selatan pada 2016.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Hanif Mustafa
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan (kedua kiri) dikawal petugas seusai menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 17 Desember 2018. 

Tidak Elok

Dalam sidang perdananya, Senin, 17 Desember 2018, Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan menilai dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada yang tidak elok.

Zainudin merasa ada beberapa isi dakwaan yang dibacakan tim jaksa KPK yang tidak sesuai fakta.

Dalam surat dakwaan tersebut, JPU memasukkan perolehan harta kekayaan sebelum Zainudin Hasan menjabat bupati Lampung Selatan menjadi bagian dalam kasus korupsi.

"Tidak semua isi surat dakwaan dari JPU benar dan perlu saya luruskan. Saya sebelum jadi bupati adalah pengusaha. Jadi tidak wajar dan elok menggabungkan seluruh aktivitas saya sebelum menjadi bupati Lampung Selatan," ujar Zainudin di dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Mien Trisnawaty.

Zainudin menilai seluruh kekeliruan dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa KPK akan disampaikan dalam agenda pembelaan.

Zainudin Hasan: Tidak Elok Menggabungkan Seluruh Akktivitas Saya Sebelum Jadi Bupati Lamsel

"Bahwa seluruh kekeliruaan Saudara JPU akan saya sampaikan dalam forum pembelaan," ujarnya.

Pernyataan Zainudin Hasan ini untuk menjawab dakwaan yang dibacakan jaksa KPK.

Zainudin Hasan didakwa menerima uang gratifikasi sebesar Rp 3 miliar atas pinjam pakai eksploitasi hutan untuk tambang di Kalimantan.

Hal ini diungkapkan oleh jaksa KPK Subari Kurniawan saat membacakan surat dakwaan terdakwa Zainudin Hasan.

"Terdakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 3 miliar dari PT Bara Mega Perdana dan Rp 4 miliar dari PT Jonding Pratama. Yang mana perbuatan terdakwa telah berlawanan dengan statusnya," ungkap Subari.

Subari menjelaskan, perbuatan terdakwa berawal dari bulan Oktober hingga November 2010, yang meminta Sudarman dan Sudjono untuk menandatangani berkas dan KTP untuk mengurus perusahaannya.

"Yakni PT Ariatama Sukses Mandiri dan PT Borneo Lintas Khatulistiwa," ucapnya.

Pada akhir 2010, PT Bara Mega Cipta Mulia yang bergerak pada bidang pertambangan batu bara mengajukan berkas pinjam pakai hutan untuk eksploitasi lahan seluas 156 hektare di Kota Baru, Kalimantan.

"Pinjam pakai tersebut (oleh terdakwa diajukan) di Kementerian Kehutanan, yang mana saat itu yang menjabat adalah Zulkifli Hasan, kakak dari terdakwa," paparnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved