Tribun Bandar Lampung

Dituntut 20 Tahun, Pengacara Mantan Kalapas Kalianda Muchlis Adjie Sebut Sebagai Tuntutan Dendam

Kuasa hukum mantan Kalapas Kelas IIB Kalianda Muchlis Adjie, Firmauli Silalahi menyebutkan bahwa tuntutan 20 penjara adalah tuntutan dendam.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Teguh Prasetyo
Tribun Lampung/Hanis Mustafa
Mantan Kalapas Kalianda, Muchlis Adjie, setelah mengikuti persidangan lanjutan dalam agenda pembacaan duplik di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Selasa 22 Januari 2019. 
Laporan Reporter Tribun Lampung Hanif Mustafa
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kuasa hukum mantan Kalapas Kelas IIB Kalianda Muchlis Adjie, Firmauli Silalahi menyebutkan bahwa tuntutan 20 penjara adalah tuntutan dendam.
Hal ini diungkapkannya setelah mengikuti persidangan lanjutan dalam agenda pembacaan duplik di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Selasa 22 Januari 2019.
"Tuntutan itu sangat kelewatan, luar biasa tidak berperikemanusiaan. Itu bukan tuntutan lagi, itu tuntutan dendam," ungkapnya kepada awak media.
Firmauli pun menjelaskan, bagaimana tidak kejam Kalapas yang tidak tahu apa-apa mendapat tuntutan selama dua puluh tahun.
"Yang membawa narkotika yang mengolah kena beberapa tahun, yang gak tahu apa-apa malah dihukum dua puluh tahun, itu kan dendam," ujar Firmauli.
Untuk itu dalam duplik, kata Firmauli, pertama melakukan pembelaan terkait P3E yang mana bagian penjagaan pintu Lapas.
"P2E ini dibawah kepala pengamanan, dan yang mengendalikan mengawasi mengarahkan kepala pengamanan, baru ke Kalapas, narkoba ini masuk melalui pintu ini," sebutnya.
Kemudian, Firmauli tidak menampik jika Muchlis memang menerima gratifikasi dari beberapa napi.
"Tapi untuk pembangunan halaman parkir dan tidak ada pasal yang didakwaan di kalapas kalianda, malah didakwakan si kalapas aktif memperdagangkan narkotika," sebutnya.
Firmauli menegaskan, jika Kalapas tidak ada hubungan dengan narkotika.
"Uang itu bukan hasil penjualan narkotika, uang ini kan buat perbaikan pembuatan halaman lapas, tapi uang narkoba itu ada setelah pembuatan halaman lapas jadi sudah beda," tegasnya.
"Untuk itu kami harapkan kalau menegakkan hukum kalapas dibebaskan, kalaupun hukum dilanjutkan ini pada gratifikasi," tandasnya.
Pantauan Tribun, sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Mansyur Bustami ini ditunda kembali dua minggu mendatang dengan agenda putusan.
Sebelumnya diberitakan, Muchlis Adjie, mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kalianda, Lampung Selatan dituntut hukuman penjara 20 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Hukuman tersebut atas kasus dugaan pemufakatan jahat dalam tindak pidana narkotika di Pengadilan Negeri Kelas IIA Tanjung Karang, Rabu 3 Desember 2019.
Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Roosman Yusa dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Muchlis Adjie, dengan Hakim Ketua Mansyur Bustami.
Pantauan Tribun saat pembacaan tuntutuan terdakwa Muchlis Adjie terlihat tenang dan tegar.
Bahkan seusai sidang, Muchlis berjalan tergesa-gesa.
Ia mengaku tuntutan terhadap dirinya dinilai terlalu tinggi.
“Terlalu tinggi ini tidak adil, karena bukan saya saja,” pungkas Muchlis sambil terus berjalan.

JPU menyatakan, eks Kalapas Kalianda, Muchlis Adjie bersalah karena melakukan permufakatan jahat dalam peredaran narkoba jenis sabu di lapasnya.

Pembacaan surat tuntutan terhadap terdakwa Muchlis berlangsung dalam sidang di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandar Lampung, Rabu (2/1/2019).

"Menuntut pidana penjara selama 20 tahun, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan, serta denda sebesar Rp 1 miliar subsider delapan bulan penjara," ujar JPU Andre Kurniawan saat membacakan tuntutan.

Tak berhenti di situ, JPU menuntut uang dan sejumlah kendaraan milik terdakwa Muchlis disita untuk negara.

Uang tersebut berjumlah Rp 59,5 juta.

Sementara, sejumlah kendaraan antara lain dua unit mobil merek Suzuki Ertiga warna silver.

Dan, satu unit mobil merek Datsun Go warna biru muda bernomor polisi BE 2632 DT.

Kakanwil Kemenkumham Lampung Dicecar soal Cuti Kalapas Kalianda Muchlis Adjie

Dalam tuntutannya, JPU menyatakan, terdakwa Muchlis secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana permufakatan jahat.

Hal itu dengan menawarkan menjual, membeli, menerima, dan menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I, yang beratnya lebih dari lima gram.

Dalam persidangan, papar Andre, terungkap fakta bahwa terdakwa Muchlis selama menjabat Kalapas Kalianda leluasa memberi fasilitas dan kemudahan kepada napi narkoba bernama Marzuli YS.

"Selama menjadi kalapas, terdakwa memberikan fasilitas kepada Marzuli, terpidana kasus narkotika, untuk memiliki dan menggunakan handphone," kata Andre.

"Termasuk, mendapatkan kebebasan menerima kunjungan tamu di luar jam kunjungan atas persetujuan terdakwa melalui komunikasi aplikasi WhatsApp antara Marzuli dengan terdakwa," kata Andre menambahkan.

Fasilitas lainnya dari terdakwa Muchlis kepada napi Marzuli, terang Andre, berupa kemudahan mendapatkan surat berobat tanpa melalui pemeriksaan klinik Lapas Kalianda.

Melalui surat berobat itulah, sambung Andre, terpidana narkoba Marzuli menyalahgunakannya untuk pulang ke rumah dengan pengawalan petugas lapas.

VIDEO - Jaksa Hadirkan 5 Saksi, Mantan Kalapas Kalianda Muchlis Adjie Kembali Jalani Sidang Lanjutan

Transfer Lewat SMS Banking

Dengan memberi kemudahan dan fasilitas kepada napi narkoba Marzuli YS, terdakwa eks Kalapas Kalianda, Muchlis Adjie mendapatkan imbalan berupa uang maupun barang.

Imbalan diberikan secara langsung dan tidak langsung.

Merujuk pembacaan surat tuntutan JPU Andre Kurniawan, Muchlis memperoleh imbalan uang dari napi Marzuli melalui transfer SMS Banking.

Itu berdasarkan bukti rekening koran milik Muchlis.

"Terdakwa menerima uang yang besarnya bervariasi, mulai Rp 2 juta hingga Rp 10 juta," papar JPU Andre dalam sidang, Rabu (2/1/2019).

"Selain itu, terdakwa juga beberapa kali menerima uang dari Marzuli melalui saksi Nasruri (napi), yang disaksikan Uwan dan M Rizqi (napi kasus pembunuhan, sudah dipindahkan ke Lapas Metro)," tambah Andre.

Andre menjelaskan, akibat tidak adanya tindakan dari Muchlis, kondisi tersebut mendorong terjadinya tindak pidana, dalam hal itu peredaran narkoba di dalam lapas.

Padahal, sambung dia, Muchlis memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan pelanggaran keamanan dan ketertiban oleh napi.

"Kemudahan dan fasilitas yang didapat Marzuli dari terdakwa dapat mendorong Marzuli melakukan tindak pidana," terang Andre.

"Barang bukti narkotika yang dibawa masuk oleh (oknum polisi Brigadir) Adi Setiawan ke dalam Lapas Kalianda disebabkan karena Marzuli mendapatkan kemudahan dan fasilitas itu," lanjut Andre.

Eks Kalapas Kalianda Muchlis Adjie Akui Terima Uang dari Napi Lain, Ini Rinciannya

Nyatakan Terlalu Tinggi

Terdakwa eks Kalapas Kalianda, Muchlis Adjie menilai, tuntutan jaksa penuntut umum terlalu tinggi.

Padahal, menurut dia, dalam kasus tersebut, bukan hanya dirinya yang terlibat.

"Terlalu tinggi. Bukan saya saja yang terlibat," kata Muchlis, singkat seusai sidang di PN Tanjungkarang, Rabu (2/1/2019).

 Seusai sidang tersebut, Muchlis tidak banyak berkomentar.

Ia berjalan cepat keluar ruang sidang menuju ruang tunggu tahanan.

Dalam sidang yang dipimpin hakim Mansyur Bustami itu, JPU Andre Kurniawan mengungkap hal yang memberatkan perbuatan Muchlis, yaitu bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika. 

(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved