Kepala BNNP Brigjen Tagam Sinaga: Lampung Tak Lagi Tempat Transit, Tapi Tempat bagi Pengguna
Kepala BNNP Brigjen Polisi Tagam Sinaga: Lampung Tak Lagi Tempat Transit, Tapi juga Tempat bagi Pengguna
Penulis: Noval Andriansyah | Editor: taryono
Selain itu, perekonomian di Lampung juga sudah mulai bagus. Artinya, banyak orang yang punya uang sehingga mampu membeli.
Para pengedar ini akan terus mencari pangsa pasar baru.
Tribun: Bisa jelaskan seperti apa umumnya profil pengedar atau bandar dan sasaran dari peredaran narkoba ini?
Tagam: Istilah peredaran narkoba ini ada bandar ada pengecer. Kami lebih fokus kepada bandar yang memiliki jaringan besar. Itu yang menjadi target kami.
Awalnya, sebenarnya bandar ini adalah sebagai pemakai. Kemudian naik tingkat menjadi kurir dan kemudian pengecer dan naik lagi ke bandar.
Kemudian, alasan ekonomi tidak bisa dipungkiri. Contoh, biasanya untuk membawa satu kilogram sabu, misalnya, dari Palembang ke Lampung, upahnya bisa sampai Rp 75 juta, bersih.
Artinya, di luar penginapan dan makan serta transportasi.
Ya sebagai contoh juga, seperti kasus di Lampung Selatan.
Ada oknum sipir, napi, kalapas, yang ikut terlibat dalam jaringan peredaran narkoba itu. Karena memang bisnis ini sangat menggiurkan.
Kalau secara umum, tidak bisa ditentukan siapa-siapa saja profil pengedar ini. Karena siapa saja bisa terlibat jika tidak memiliki integritas yang kuat.
Tribun: Umumnya, para pengedar memilih ibu-ibu rumah tangga sebagai kurir dan mencari sasaran anak-anak muda. Bisa jelaskan mengapa mereka memilih profil seperti itu?
Tagam: Kalau ingin menghancurkan suatu bangsa atau negara, hancurkan saja generasi mudanya. Itulah salah satu alasan kenapa sasaran para pengedar ini adalah anak-anak muda.
Kebanyakan, barang (narkoba) berasal dari luar Indonesia. Jadi, mungkin saja banyak orang-orang di luar sana yang ingin menghancurkan negara ini dengan mengedarkan narkoba.
Lalu kenapa ibu-ibu? Karena ibu-ibu paling rentan dan paling tahu tentang ekonomi. Kemudian, ibu-ibu ini dianggap bisa menjaga rahasia dan cepat peredarannya.
Ditambah lagi dengan iming-iming bayaran itu, yang bisa saja para ibu-ibu ini mendapatkan Rp 50 ribu lebih dari barang yang diedarkannya.