Sidang Kasus Suap Mesuji
Jelang Babak Terakhir Sidang Kasus Suap, Bupati Nonaktif Mesuji Khamami Lebih Banyak Berdoa
Sidang di PN Tipikor Tanjungkarang juga membacakan putusan Taufik Hidayat (adik Khamami) dan mantan Sekretaris Dinas PUPR Mesuji Wawan Suhendra.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Bupati nonaktif Mesuji Khamami akan menjalani babak terakhir kasus dugaan suap fee proyek infrastruktur yang menjeratnya.
Jelang sidang putusan besok, Kamis, 5 September 2019, Khamami lebih banyak berdoa.
Penasihat hukum Khamami, Firdaus Barus, mengatakan, tidak ada persiapan khusus kliennya menghadapi sidang putusan besok.
"Persiapan khusus tidak ada. Kami hanya banyak-banyak berdoa," kata Firdaus, Rabu, 4 September 2019.
Firdaus mengatakan, kondisi Khamami cukup baik dan sehat.
"Terakhir kami besuk kemarin sehat. Beliau sangat siap untuk sidang putusan besok," tegasnya.
Selain Khamami, sidang di PN Tipikor Tanjungkarang juga akan membacakan putusan terhadap Taufik Hidayat (adik Khamami) dan mantan Sekretaris Dinas PUPR Mesuji Wawan Suhendra.
Firdaus menambahkan, pihaknya berharap majelis hakim memberikan putusan terbaik dan berkeadilan kepada para terdakwa.
"Khususnya buat Pak Bupati. Semoga majelis hakim dapat mempertimbangkan semua fakta persidangan dan pembelaan kami," tandasnya.
Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) KPK Subari Kurniawan menuturkan, pihaknya siap mendengarkan hasil kesimpulan dan putusan majelis hakim terhadap perkara dugaan suap fee proyek Mesuji.
• Kala Bupati Nonaktif Khamami dan sang Adik Berurai Air Mata di Sidang Suap Mesuji
• BREAKING NEWS - Mengaku Terima Duit Rp 50 Juta, Khamami Minta Ditahan di Lampung
"Persiapan khusus gak ada. Kan cuma mendengar (putusan)," ujarnya.
Soal kemungkinan banding jika putusan tidak sesuai tuntutan, Subari tidak berkomentar banyak.
"Kalau banding kan itu harus nanya ke pimpinan," tandasnya.
Humas Pengadilan Negeri Tanjungkarang Hendri Irawan mengatakan, majelis hakim sudah siap untuk membacakan putusan besok.
"Tentu sudah dipersiapkan. Namun, terkait putusan dan unsur-unsur yang terpenuhi dalam putusan itu disampaikan oleh majelis hakim besok. Maka kita dengarkan bersama sama," ujarnya.
Hendri menuturkan, tidak ada yang istimewa dalam pengamanan jalannya sidang.
"Terkait pengamanan ya sudah standarnya. Tidak ada penambahan (personel) lagi seperti kemarin," kata dia.
Khamami dan sang Adik Berurai Air Mata
Tiga terdakwa kasus suap fee proyek infrastruktur di Kabupaten Mesuji berurai air mata saat menyampaikan nota pembelaannya atau pleidoi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (22/8/2019).
Ketiga terdakwa itu adalah Bupati Mesuji nonaktif Khamami, adik kandungnya Taufik Hidayat, serta Sekretaris Dinas PUPR Mesuji Wawan Suhendra.
Khamami mendapatkan kesempatan paling awal menyampaikan pembelaannya, diikuti Taufik, dan terakhir Wawan.
Saat menyampaikan pembelaannya, Khamami sempat terisak menangis.
Ia mengawali pembelaannya dengan menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahannya.
Ia berharap dihukum seringan-ringannya, bahkan jika berkenan bisa membebaskannya.
Namun menurut dia, jika dihukum, dia meminta ditahan di Lampung atau di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Rajabasa.
Ini agar keluarga mudah menjenguknya.
"Kalau di LP Sukamiskin, biayanya tidak ada. Saya bukan seperti bupati lain. Demi Allah, mungkin Yang Mulia tidak percaya, saya tulus bekerja untuk rakyat," ujar Khamami sambil terisak.
• BREAKING NEWS - Mengaku Terima Duit Rp 50 Juta, Khamami Minta Ditahan di Lampung
• Dituntut 8 Tahun Penjara, Khamami Masih Bisa Tersenyum
Selanjutnya, Khamami mengakui telah menerima uang sebesar Rp 50 juta dari Wawan Suhendra di rumah dinasnya.
Di sela sidang, Khamami menyerahkan uang tersebut kepada majelis hakim melalui kuasa hukumnya.
"Saya telah menerima Rp 50 juta di rumah dinas dari Wawan setelah pulang haji. Saya tidak tahu uang itu dari mana karena tidak dijelaskan. Hanya memberikan. Mohon majelis hakim menerima karena ini bukan uang saya," tandasnya.
"Dan jika saya dihukum, ini sebagai wasiat saya kepada JPU, untuk tetap ditahan di Lampung atau di LP Rajabasa, agar memberi kemudahan keluarga menjenguk. Kalau pertimbangan di LP Sukamiskin, biayanya tidak ada. Saya bukan bupati (seperti) yang lain. Demi Allah, mungkin Yang Mulia tidak percaya saya tulus bekerja untuk rakyat," imbuh Khamami.
Khamami pun mengaku telah menerima uang sebesar Rp 50 juta dari Sekretaris Dinas PUPR Mesuji Wawan Suhendra di rumah dinasnya.
"Saya telah menerima Rp 50 juta di rumah dinas dari Wawan setelah pulang haji. Saya tidak tahu uang itu dari mana, karena tidak dijelaskan. (Wawan) hanya memberikan. Mohon majelis hakim menerima, karena ini bukan uang saya," tandasnya.
Ceramahi Majelis Hakim
Sambil terisak menahan tangis, Bupati nonaktif Mesuji Khamami menceramahi majelis hakim.
Hal ini terjadi saat Khamami membacakan nota pembelaan dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek infrastruktur Mesuji di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis, 22 Agustus 2019.
Dalam pleidoinya, Khamami mengatakan, ia memimpin Mesuji dengan ikhlas dan tulus, yakni sejak Mesuji baru terpisah dari Kabupaten Tulangbawang.
"Kabupaten Mesuji memiliki tatanan yang berat saat saya pimpin. Karena daerah baru dan saya ubah paradigma masalah yang terjadi, terutama konfilik tanah antara masyarakat dengan perusahaan. Kemudian banyak peredaran senpi serta narkoba," ungkap Khamami.
Khamami mengaku telah menggulirkan sejumlah program, seperti bedah rumah hingga memberlakukan peraturan yang mewajibkan PNS membeli beras dari petani.
"Saya berikan bantuan kepada guru honor, guru ngaji, bantuan anak yatim, fakir miskin. Ini dilakukan untuk mengembalikan uang ke rakyat karena APBD merupakan milik rakyat," katanya.
Khamami mengatakan, untuk membuka daerah yang terisolasi, Pemkab Mesuji mengerahkan alat berat.
Pemkab Mesuji menerapkan manajemen swakelola guna menekan biaya.
"Saya memimpin Mesuji dengan kerja tulus. Karena saya bekerja dengan istri. Saya gak punya anak," ungkapnya sembari terisak.
"Saya tidak aneh-aneh. Mungkin yang dilihat majelis hakim aneh-aneh. Tapi sampai malam rakyat datang ke rumah untuk menyampaikan aspirasi, saya terima agar bisa membangun Mesuji. Saya tiada hari libur kecuali jam tidur. Saya tulus," imbuhnya sembari terbata-bata.
Khamami sempat mengutip dua ayat Alquran, yakni surat Al-Maidah ayat 8 dan Surat Sad ayat 26.
"Kedua ayat tersebut merupakan perintah bagi umat yang beriman untuk menegakkan keadilan, yaitu berbuat adil kepada setiap manusia. Menjadi saksi yang adil bagi mereka walaupun keputusan akan merugikan kita. Dan walaupun kita bersaksi, jangan sampai tidak berbuat adil. Karena kebencian menimbulkan kekafiran kepada mereka yang memiliki kebenaran," tandasnya.
Penasihat hukum Khamami, Firdaus Barus, mengatakan, kliennya berupaya membangun Mesuji dengan penuh rasa tanggung jawab.
"Telah kita dengarkan apa saja yang telah dilakukan (Khamami) untuk Mesuji. Perjuangan membangun Mesuji penuh tantangan," kata Firdaus.
"Hadiah dari rekanan bukan untuk pribadi, tapi untuk pembangunan Mesuji. Khamami belum pernah dihukum dan Khamami tulang punggung keluarga," lanjutnya.
Firdaus memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya kepada Khamami.
"Namun jika majelis hakim memiliki pandangan yang berbeda, mohon minta putusan seadil-adilnya, dan meminta jika dihukum bisa menempatkan Khamami di Lapas Rajabasa," tandasnya.
• BREAKING NEWS - Dituntut 6 Tahun Penjara, Taufik Hidayat: Hidup Saya dan Keluarga Tertekan
Hati Hancur
Setelah Khamami, giliran adiknya Taufik Hidayat menyampaikan pembelaan.
Taufik Hidayat masih tak percaya dituntut pidana enam tahun penjara.
Tuntutan tersebut, kata Taufik, menghancurkan keluarganya.
Hal ini diungkapkan adik kandung Bupati nonaktif Mesuji Khamami itu dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek infrastruktur Mesuji dengan agenda pembacaan pembelaan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis, 22 Agustus 2019.
"Saya dituduh melakukan korupsi dan sampai saat ini saya bertanya, pernahkah saya korupsi? Seberat apa pun beban saya dan keluarga, saya yakin keadilan akan saya terima dalam persidangan ini, sehingga saya berusaha ikhlas. Apalagi saya dituntut enam tahun," tutur Taufik.
"Dan ini masih di atas Wawan (Sekretaris Dinas PUPR Mesuji Wawan Suhendra). Di mana letak keadilannya? Pidana enam tahun, denda Rp 100 juta. Demikian tingginya hukuman yang harus saya jalani dan hati saya. Apakah keadilan ini yang sesuai dengan hati nurani dan keyakinan jaksa?" tanya Taufik.
Taufik mengaku sangat sedih saat jaksa KPK menyebut dirinya menerima uang proyek Rp 35 miliar.
"Itu tidak benar. Karena yang tahu proyek, yang mengerjakan itu bertiga: saya, Paing, dan Maidar. Memang kami salah karena meminjam bendera perusahaan. Karena kami tidak berpendidikan tinggi untuk mendirikan perusahaan," ucap dia.
Taufik mengatakan, pihak keluarga sangat terkejut karena tuntutan tersebut terlalu tinggi.
"Buat saya berat. Tapi saya yakin Allah memberi cobaan kepada saya untuk kebaikan. Selama tujuh bulan ini saya harus berpisah sampai jangka yang belum saya ketahui. Istri dan anak serta keluarga terpukul karena masalah ini. Hidup saya dan keluarga tertekan," katanya lagi.
"Saya dianggap koruptor. Saya bukan penjahat negara dan saya bukan PNS. Saya hanya dititipi uang setoran dari Maidar dan Paing dari perusahaan. Terkait proyek dan siapa, saya tidak tahu. Saya hanya terima titipan yang diserahkan ke bupati. Saya tidak menikmati uang tersebut. Saya salah karena menerima titipan itu," imbuhnya.
Sembari terisak, Taufik meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan tuntutan yang dilayangkan oleh JPU.
"Saya memikirkan keluarga. Saya hanya tinggal bertiga anak dan istri. Lalu saya juga mengurusi mertua," katanya sembari terbata-bata.
Taufik menuturkan, setiap hari sang anak bertanya-tanya kapan ayahnya pulang.
"Dan bahkan temannya kadang mengejek anak saya karena tak ada ayahnya. Terlebih kemarin anak saya dirawat di rumah sakit dan saya sebagai ayah tak mampu menjaga anak saya," tutur Taufik lirih.
Taufik kembali memohon kepada majelis hakim untuk memberikan putusan yang seringan dan seadil-adilnya.
"Dan jika saya dihukum, saya meminta untuk ditahan di LP Rajabasa agar bisa memudahkan istri dan anak saya menjenguk saya," tandasnya.
Sementara penasihat hukum Taufik, Yahya Tulus, memohon keputusan majelis hakim sesuai dengan fakta persidangan, sehingga tidak menimbulkan nestapa bagi terdakwa.
"Karena tidak terbukti, sudah semestinya terdakwa Taufik dibebaskan. Namun jika berpandangan berbeda, kami meminta untuk memberikan hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya," tandasnya.
Korban Pimpinan
Wawan Suhendra dalam pembelaannya juga merasa diperlakukan secara tidak adil.
Ia mengaku hanya korban kebijakan pimpinan.
Sementara pimpinannya sendiri, Kadis PUPR Mesuji Najmul Fikri, masih berkumpul bersama keluarganya.
"Tuntutan 5 tahun penjara sangat berat bagi saya. Mengingat saya merupakan korban kebijakan pimpinan saya, Bupati Mesuji dan Kadis PUPR Najmul Fikri, yang telah memerintahkan saya untuk meminta uang fee kepada Kardinal, dan Sibron sebesar Rp 1,85 miliar dalam tiga tahap dan terakhir di-OTT Satgas KPK," sebutnya.
Wawan menuturkan, selain permintaan uang tersebut, ia juga diperintahkan mengambil uang Rp 50 juta kepada Rizon sebagai kontraktor serta Rp 700 juta dari Kabid SDA Tasuri.
• BREAKING NEWS - Khamami dan Adiknya Jadi Saksi Terdakwa Wawan Suhendra
"Saya sebagai manusia sangat menyesal mengikuti perintah atasan. Dan kenapa hanya saya yang terjerat, sementara Najmul Fikri tidak. Batin saya menjerit kenapa saya diperlakukan seperti ini. Sekarang saya ditahan. Apa yang akan Kau lakukan ke saya ya Allah. Tapi saya yakin Allah memberi jalan terbaik," imbuhnya.
Wawan mengatakan, anak terkecilnya masih berumur 2,5 tahun.
Ia tidak tahu jika ayahnya hidup dalam penjara.
Kuasa hukum Wawan, Anang Alfiansyah, mengingatkan majelis hakim untuk tidak menjatuhkan hukum yang tidak sesuai keyakinan.
"Saya tidak memengaruhi. Tapi mengingatkan beratnya tugas hakim. Sehingga apabila hakim masih ragu, maka bebaskan terdakwa," katanya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)