Polri Larang Polisi Hidup Hedonis, Jadi Ingat Sosok Hoegeng Polisi yang Tolak Hadiah Motor Lambretta
Mabes Polri meminta para pegawai negeri di lingkungan Polri bersikap antikorupsi dan menerapkan pola hidup sederhana demi mewujudkan pegawai negeri ya
Penulis: Romi Rinando | Editor: Noval Andriansyah
Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri.
Aditya, salah seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu.
“Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.
Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun.
Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng.
Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.
Masa Pensiun
Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis sebagaimana di lansir oleh Historia.id.
Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga.
Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500!
Setelah pensiun, mantan Kapolri periode 1968-1971 ini beralih ke dunia dunia seni musik dan gelar wicara.
Hoegeng memang menaruh minat dan berbakat dalam menyanyi. Sejak 1968, tatkala menjabat Kapolri, Hoegeng tergabung dalam orkes “tempo doeloe”.
Ketika sudah tak aktif lagi di Kepolisian pada awal 1970-an, Hoegeng bersama grup musik Hawaian Seniors tampil berkala di TVRI dalam acara bertajuk “Irama Lautan Teduh”.
Lebih menarik lagi, Hoegeng kerap berduet dengan sang istri, Merry Hoegeng. Sesekali ikut pula putri mereka, Reny Hoegeng.
Suara yang merdu dipadu penampilan panggung yang apik menyebabkan Hoegeng dijuluki “The Singing General” oleh majalah berita Jakarta Ekspress.
“Yang juga membuat kami senang, kami memiliki banyak penggemar di seluruh Nusantara,” tutur Hoegeng dalam otobiografinya Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan karya Abrar Yusra dan Ramadhan K.H.
Selain mejeng di TVRI, Hoegeng kondang pula sebagai penyiar pemandu acara “Obrolan Mas Hoegeng”, yang disiarkan radio Elshinta saban minggu pagi.
Acara ini menjadi program unggulan Elshinta karena ramai pendengar. Tema yang jadi perbincangan seringkali berkaitan soal keadilan dan ketertiban namun dikupas secara kelakar dan lucu.
“Memang, ternyata acara ‘Obrolan Mas Hoegeng’ itu mendapat sambutan hangat dari masyarakat.
Bukan disebabkan pembawa acaranya adalah seorang Kapolri, melainkan masalah yang dibicarakan selalu aktual dan dibawakan dengan gaya bahasa yang asyik,” catat Aris Santoso dkk dalam Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa.
Hanya kurang lebih satu dekade Hoegeng tampil dan bersiaran.
Pada 1980, dia terpaksa berhenti dari panggung hiburan. Pemerintah mencekalnya lantaran terlibat Petisi 50.
Dalam acara Kick Andy di metro TV, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000.
Hoegeng Wafat
Pada 14 Juli 2004, Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam usia yang ke 83 tahun.
Ia meninggal karena penyakit stroke dan jantung yang dideritanya.
Hoegeng mengisi waktu luang dengan hobi melukisnya.
…Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng – Gus Dur
Itulah sekadar beberapa catatan kenangan untuk Pak Hoegeng.
Seorang yg hidupnya senantiasa jujur, seorang yg menjadi simbol bagi hidup jujur, dan simbol bagi kejujuran yg hidup.
Dikutip dari Tribunnewswiki.com, berikut biodata lengkap Jenderal Hoegeng Imam Santoso.
Biodata Hoegeng Imam Santoso
Nama Jenderal polisi (Purn.) Drs. Hoegeng Imam Santoso
Lahir : 14 Oktober 1921
Pekerjaan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 1968 - 1971
Riwayat Pendidikan
- Hollandsch Inlandsche School (HIS)
- Meer Uitgebried Lager Onderwijs (MULO)
- Algemeene Middlebare School (AMS) Recht Hoge School (RHS)
- Pendidikan untuk kader polisi tinggi kepolisian di Sukabumi
- Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK)
Riwayat Kerja dan Karier
- Kasi Reskrim Kepolisian Komisariat Jakarta
- Kepala Jawatan Imigrasi
- Menteri Iuran Negara
- Menteri/Sekretaris Kabinet Inti
- Deputi Menteri Muda Panglima Angkatan Kepolisian Urusan Operasi
- Komisaris Jenderal Polisi
- Panglima Angkatan Kepolisian RI
Anggota Keluarga Hoegeng Imam Santoso
Pasangan : Merry Roeslani
Orangtua : Soekario Kario Hatmodjo (ayah)
Oemi Kalsoem (ibu)
Perjalanan Karier
- Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952).
- Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatra Utara (1956) di Medan.
- Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960)
- Menteri luran Negara (1965)
- Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966.
- Deputi Operasi Pangak dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi (1966).
- Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri)
Penghargaan
Atas semua pengabdiannya kepada negara, Hoegeng Imam Santoso telah menerima sejumlah tanda jasa,
- Bintang Gerilya
- Bintang Dharma
- Bintang Bhayangkara I
- Bintang Kartika Eka Paksi I
- Bintang Jalasena I
- Bintang Swa Buana Paksa I
- Satya Lencana Sapta Marga
- Satya Lencana Perang Kemerdekaan (I dan II)
- Satya Lencana Peringatan Kemerdekaan
- Satya Lencana Prasetya Pancawarsa
- Satya Lencana Dasa Warsa
- Satya Lencana GOM I
- Satya Lencana Yana Utama
- Satya Lencana Penegak
- Satya Lencana Ksatria Tamtama
Kasus pemerkosaan ini dikenal sebagai kasus Sum Kuning.
Kasus pemerkosaan ini menimpa seorang gadis berusia 18 tahun, Sumarijem.
Melansir dari Intisari, Sumarijem adalah seorang penjual telur.
Pada 21 September 1970, Sum diseret oleh sejumlah pria tak dikenal.
Ia dimasukan ke dalam mobil, kemudian dibius.
Ia lalu diperkosa di kawasan Klaten secara bergilir oleh sejumlah pria tak dikenal itu.
Meriyati Roeslani, istri mantan Kapolri Jenderal Hoegeng.
Puas melampiaskan hasratnya, sejumlah pria tak dikenal tersebut lengsung menelantarkan Sum di pinggir jalan.
Sum tak mau tinggal diam, ia lantas melaporkan kejadian itu pada pihak kepolisian.
Dengan dalih mencari keadilan.
Namun, Sum justru balik diserang pihak berkuasa.
Ia malah dijadikan tersangka atas tuduhan laporan palsu.
Sum bahkan dituding sebagai anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
Ia dituntut tiga bulan penjara dan satu tahun masa percobaan.
Namun, majelis hakim menolak tuntutan itu karena tak terbukti membuat laporan palsu.
Akhirnya, Sum pun dibebaskan dari hukuman.
Namun, polisi justru menunjukkan sosok yang disebut orang yang telah memerkosa Sum.
Ia bernama Trimo, seorang penjual baso. Namun, Trimo justru mengelak semua tuduhan tersebut.
Kemudian, terkuak pula fakta lain dari hasil putusan sidang.
Rupanya, Sum mengalami hal memilukan di dalam tahanan.
Sambil dianiaya, Sum dipaksa mengakui pelakunya adalah Trimo.
Tidak hanya Sum yang dianiaya, Trimo pun mengalami hal yang sama saat diperiksa polisi.
Melihat peliknya kasus ini, Jenderal Hoegeng pun turun tangan.
Setelah Sum bebas, Jenderal Hoegeng memerintahkan Komjen Suroso mencari orang yang mengetahui fakta dibalik pemerkosaan Sum.
Ia bahkan membentuk tim khusus yakni Tim Pemeriksa Sum Kuning.
“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” ujar Jenderal Hoegeng, seperti dikutip Intisari.
Akibatnya, kasus ini semakin menjadi sorotan media massa.
Tersiar pula bahwa pelakunya adalah sejumlah sejumlah anak pejabat dan anak seorang Pahlawan Revolusi. Namun, mereka tetap membantah tuduhan tersebut.
Presiden Soeharto pun akhirnya ikut ambil langkah. Kasus ini dinilai guncangkan stabilitas nasional.
Akhirnya, ia memerintahkan penghentian kasus ini dan diserahkan ke tim pemeriksa Pusat Kopkamtib.
Kemudian, pada sidang lanjutan kasus Sum.
Polisi pun mengumpulkan 10 tersangka.
Namun, mereka bukanlah anak penjabat yang Sum tuduhkan.
Mereka bahkan membela diri dan menyebut siap mati demi menolak tuduhan itu.
Pada akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa berkutik karena dipensiunkan dini.
Kariernya yang tiba-tiba merosot, membuat Jenderal Hoegeng mengembalikan semua barang yang dipakai saat menjadi Kapolri.
Kemudian, ia pun langsung menghampiri sang ibu.
Momen ini dituliskan dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan seperti yang dikutip Intisari.
"Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu," kata Jenderal Hoegeng bersimpuh di depan ibunya.
Namun, ibunya tetap menenangkan sang anak.
"Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam," kata sang ibu.
Akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa lagi unjuk gigi memberantas kejahatan.
Ia bahkan harus hidup sengsara selama bertahun-tahun.
Melansir dari Kompas.com, putra Heogeng, Aditya Soetanto sempat blak-blakan bahwa ayahnya hanya menerima uang pensiun Rp 10 ribu setiap bulan.
Heogeng pun harus banting setir untuk menafkahi keluarganya.
Ia menjelma menjadi seorang pelukis dan menjual lukisannya.
Namun, hasil penjualan dari lukisan tak seberapa.
Ia bersama keluarganya harus mengalami masa yang sangat sulit.
Ia harus banting tulang karena tak memiliki aset mahal dan berharga.
Setelah bertahan 10 tahun, akhirnya ia mendapatkan penyesuaian uang pensiun menjadi Rp 1 juta, pada 2001.
Tiga tahun kemudian, ia meninggal karena sakit.
Selain Hoegeng Kepolisan juga pernah memiliki sosok polisi sederhana dia adalah RS Soekanto Tjokrodiatmodjo
Komisaris Jenderal Pol (Purn) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo lahir di Bogor, Jawa Barat, 7 Juni 1908.
Melansir wikipedia, Kapolri pertama ini meninggal di Jakarta, 24 Agustus 1993 pada umur 85 tahun.
RS Soekanto Tjokrodiatmodjo merupakan Kepala Djawatan Kepolisian Negara (sekarang Kapolri) pertama, menjabat 29 September 1945-14 Desember 1959
Banyak yang tidak mengetahui, sosok ini merupakan Bapak Kepolisian Negara RI.
Komisaris Jenderal Pol (Purn) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, Kapolri pertama

RS Soekanto Tjokrodiatmodjo merupakan Kapolri pertama dan terlama, karena menjabat sejak 1945 -1959.
Dia dikenal visioner, disiplin, jujur dan konsisten terhadap komitmen dalam membentuk dan membangun Kepolisian Nasional.
Dia telah membuktikan komitmen dan profesionalismenya dalam melaksanakan fungsi dan tugas kepolisian yang memegang teguh politik negara selama 14 tahun menjabat Kepala Kepolisian Negara RI.
Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Soekanto sebagai tokoh nasional ditunjuk Presiden Soeharto untuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung bersama 11 anggota lainnya dengan.
Sebagai anggota DPA, Soekanto menduduki jabatan sebagai Ketua Seksi Kesejahteraan Rakyat. Tugas tersebut dia tekuni dengan segala kemampuan.
Namun, dunia orba yang ia besarkan hingga mancanegara tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
• TNI-Polri Bahu Membahu Bersama Masyarakat Bedah Rumah Warga
Selama menjadi anggota DPA, Soekanto sering melatih Orhiba sesama rekan anggota DPA, dan mereka pun merasakan manfaatnya.
Satu di antaranya contohnya, mereka selalu menolak pemeriksaan kesehatan bila hendak dinas ke luar negeri, tapi setelah mengikuti program latihan Orhiba, hasilnya menunjukkan tes kesehatan mereka pun baik.
Setelah lima tahun menjadi anggota DPA, pada 23 Maret 1978, Soekanto diberhentikan dengan hormat, dan ia meninggalkan tugas tersebut dengan penuh kepuasan, bahwa pemerintah masih mempercayai dirinya untuk mengabdikan diri guna kepentingan rakyat dan negara lewat jalur formal.
Soekanto Tjokrodiatmodjo wafat pada 24 Agustus 1993. Namanya diabadikan dalam nama sebuah rumah sakit di Jakarta, Rumah Sakit Polri Soekanto di Kramat Jati, Jakarta Timur. (sumber kompas.com dan tribunjambi)
Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Dua Kapolri Sederhana pada 1960-an, Sosok Tegasnya Jadi Panutan Polisi Berbagai Generasi,
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polri Terbitkan Telegram: Polisi Jangan Pamer Barang Mewah dan Gaya Hidup Hedonis"