Tribun Pringsewu

Kisah 2 Warga Pringsewu Jadi Korban Perumahan Syariah Bodong

Belakangan, AD selaku direktur PT ARM Cipta Mulia ditangkap oleh Polda Metro Jaya karena penipuan berkedok perumahan syariah.

Tribun Lampung/Didik
Sumarno dan Sudarsilo, warga Pringsewu yang menjadi korban perumahan syariah bodong, saat ditemui di kediamannya, Jumat (29/11/2019). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PRINGSEWU - Sumarno sempat tidak bisa tidur karena dijanjikan uang pembayaran 50 persen dari penjualan tanah sekitar 7.500 meter persegi pada 2015 silam.

Pembayaran tanah tersebut dilakukan oleh pengembang perumahan PT ARM Cipta Mulia.

Tanah tersebut akan dibangun perumahan PT Pesona Darussalam Residance.

Akan tetapi, hari yang ditentukan pembayaran meleset.

Sampai kini, Sumarno tidak pernah menerima pembayaran.

Belakangan, AD selaku direktur PT ARM Cipta Mulia ditangkap oleh Polda Metro Jaya karena penipuan berkedok perumahan syariah.

Tawarkan Investasi Bodong Pembebasan Tanah, Pria Paruh Baya Ini Terpaksa Duduk di Kursi Pesakitan

Berdalih Jual Snack, Mahasiswi DO Ditangkap Akibat Jalankan Investasi Bodong Bernilai Rp 3,5 Miliar

Tercatat 270 orang menjadi korban dengan kerugian total Rp 23 miliar.

Sebanyak 41 orang di antaranya melapor ke Polda Metro Jaya.

Selain AD, polisi menangkap tiga orang lainnya yakni MAA, MMD, dan SM yang merupakan karyawan perusahaan.

Perumahan itu dibangun di lima lokasi.

Dua di kawasan Bogor serta masing-masing satu di Bekasi, Bandung, dan Lampung.

Di Lampung, perumahan itu berada di Pekon Yogyakarta Selatan, Kecamatan Gadingrejo, Pringsewu.

Sumarno sebagai salah satu pemilik tanah membenarkan di atas lahannya akan dibangun perumahan oleh AD.

Sumarno dan AD sepakat pembelian tanah seharga Rp 175 ribu per meter persegi.

Dengan luas tanah sekitar 7.500 meter persegi, Sumarno bakal mendapatkan uang Rp 1,3 miliar.

Sumarno semakin tergiur begitu dijanjikan uang bagi hasil sebesar 20 persen dari penjualan setiap rumah.

"Setiap datang, tampilannya meyakinkan. Sehingga saya menjadi yakin dengan AD," ungkap Sumarno ditemui di kediamannya, Jumat (29/11/2019).

Kata Sumarno, tanah tersebut diratakan pada 2014.

Sebelumnya lahan itu terdapat bangunan sekolah milik Yayasan Darma Bakti.

Ada pula kayu jati dan bukit batu.

Sumarno menjelaskan, setelah tanah diratakan, AD janji membayar sebesar 50 persen atau sekitar Rp 600 juta pada awal Desember 2015.

Kemudian sisanya akan dibayar Desember 2016.

"Ditunggu-tunggu, malam-malamnya nggak bisa tidur. Kok besoknya lewat," kata Sumarno.

Ironisnya, pembayaran itu tidak kunjung terwujud.

Tersandung Investasi Bodong hingga Rp 3,5 Miliar, Mantan Mahasiswi Ini Ditangkap Polisi

Hal sama dialami Sudarsilo.

Tanahnya seluas 3.800 meter persegi juga akan dibeli untuk pengembangan perumahan itu.

Rencananya, total lahan perumahan itu mencapai 11 ribu meter persegi. Namun, Sudarsilo juga tidak pernah menerima uang hasil pembayaran dari AD.

Beruntung, surat tanah masih dalam penguasaan Sumarno dan Sudarsilo.

Pengembang hanya memiliki fotokopi surat tanah.

Dalam perjanjian juga disebutkan, bila dalam satu tahun tidak ada pembayaran, tanah itu kembali kepada pemiliknya.

Kendati begitu, Sudarsilo mengalami kerugian karena rumpun bambu di lahan tersebut yang telanjur ditebang.

Kurang lebih ada 15 rumpun bambu yang dibongkar.

Sedangkan harga bambu saat ini Rp 15 ribu per batang.

Selain itu, bukit miliknya sudah rata.

Ia pun tidak menikmati batu dari pembongkaran bukit tersebut.

Sementara Sumarno menderita kerugian berupa bangunan delapan kelas.

Pria Paruh Baya Jalani Sidang Kasus Investasi Bodong, Rekan Terdakwa Beri Kesaksian

Nilai bangunan kelas yang dibongkar, menurut Sumarno, berkisar Rp 200 juta-Rp 300 juta.

Selain itu, ada pula ratusan batang pohon jati yang tak dinikmati hasilnya.

Menurut Sumarno, sudah sekitar 10 konsumen yang memesan rumah di lokasi tersebut. (Tribunlampung.co.id/Robertus Didik Budiawan)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved