Sidang Dugaan Korupsi Lampung Utara
Terungkap, Lelang di Dinas PUPR Lampura hanya Formalitas, Kabid Cipta Karya: Mereka Bawa Kopelan
Proses lelang proyek Dinas PUPR Lampung Utara hanya formalitas, pemenang sudah ditentukan sebelum lelang berlangsung.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Proses lelang proyek Dinas PUPR Lampung Utara hanya formalitas, pemenang sudah ditentukan sebelum lelang berlangsung.
Hal ini diungkapkan Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Lampung Utara Yunanda dalam sidang suap fee proyek Lampung Utara dengan terdakwa Candra Safari di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 6 Januari 2020.
Yunanda mengatakan mekanisme lelang proyek dari awal perencanaan sudah ada daftar proyeknya.
"Nanti dikelompokkan dan diserahkan ke kepala dinas, berkas yang disampaikan berupa daftar paket proyek dan beliau yang mengurusi kemudian kami mengurusi pelelangan dan diserahkan ke ULP," ujarnya.
"Jadi siapa yang menentukan proyek?" sahut JPU Taufiq Ibnugroho.
• BREAKING NEWS - Hendra Mengaku Tak Setor Langsung Uang ke Bupati Agung, Begini Tanggapan Jaksa KPK
• Penasihat Hukum Hendra Wijaya Serahkan Semua Keputusan Kepada Majelis Hakim: Kita Dengar Hari Kamis
• BREAKING NEWS - Warga Pulau Sebesi Temukan Bangkai Ikan Paus Sepanjang 5 Meter
• Harga Cabai Merah Naik di Bandar Lampung Naik Tajam Rp 80 Ribu per Kilogram
"Saya gak tahu, saya terima sudah ada daftar pemiliknya, jadi saya menyerahkan daftar proyek, dan Syahbudin (Kepala Dinas PUPR) kembali menyerahkan daftar dengan (nama) pemenang proyek," jawab Yunanda.
Yunanda mengatakan daftar yang diberikan berupa nama pemenang dan itupun hanya dalam waktu satu bulan.
"Setelah itu nanti akan ada rekanan yang konfirmasi terkait perkerjaan yang didapat, mereka (rekanan) datang bawa kopelan (nomor paket) datang untuk mengetahui pekerjaan," tutur Yunanda.
Yunanda pun mengaku saat proses tersebut belum ada pembicaraan penyerahan fee proyek, namun ia tak menampik jika ada komitmen yang sudah disepakati dari awal.
"Kalau yang saya tahu konsultan 30 persen, fisik 20 persen, dan itu disampaikan pak Syahbudin saat awal saya di PU," katanya.
Lanjut Yunanda, setelah disampaikan para rekanan kemudian mempersiapkan berkas untuk proses pelelangan selanjutnya di ULP.
"Ada beberapa kali rekanan mengkonfirmasi, mereka menghubungi saya karena tidak tahu pemenang siapa, saya beri tahu," kata Yunanda.
"Jadi proses lelang hanya formalitas?" tanya JPU.
"Iya," jawab tegas Yunanda.
Yunanda pun mengaku pernah mendapat titipan fee sebelum proyek lelang berlangsung.
"Dari terdakwa hanya titipan tapi sebelum proyek lelang, akhir tahun 2016, satu kantong kresek," bebernya.
Selain Candra, Yunanda, mengaku pernah dititipi oleh rekanan lain.
"Yusman, Deni, Andre gendut, Septo. Penyerahan di kantor saya lalu diserahkan ke pak Syahbudin," kata Yunanda.
Disinggung JPU apakah saksi pernah menerima aliran dana dari Syahbudin, Yunanda mengaku pernah namun saat ia berkabung.
"Pernah waktu orang tua meninggal, Rp 6 juta buat beli tiket pesawat. Pernah juga nerima dari Candra tapi saya tidak ingat," tuturnya.
Terkait paket proyek yang dikerjakan oleh terdakwa Candra namun belum dicairkan, Yunanda mengaku hal tersebut.
"Masalah belum dibayar saya gak tahu kenapa, tapi saya sudah pengajuan, dan input ke BPKAD, dan sampai keluar, dari PU belim dibayar," tandasnya.
Serahkan ke Majelis Hakim
Atas tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Penasehat Hukum Hendra Wijaya Saleh serahkan ke Majelis Hakim.
PH Hendra, Azwir Ade Putra menyampaikan pihaknya akan menyerahkan semua keputusan kepada Majelis Hakim.
"Keputusannya seperti apa, kita dengar pada hari Kamis," katanya, Senin 6 Januari 2020.
Terkait tanggapan JPU bahwa materi eksepsi masuk materi dakwaan, Azwir pun menuturkan bahwa pihaknya hanya mempermasalahkan frasa yang menyebutkan bahwa Hendra Wijaya memberikan dan menyerahkan langsung ke Bupati Agung Ilmu Mangkunegara.
"Biarlah majelis hakim yang melakukan pertimbangan," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Mejelis Hakim Novian Saputra menunda sidang pada hari Kamis, 9 Desember 2020.
"Selanjutnya Majelis Hakim akan melakukan putusan sela, jadi kami tentukan, Kamis minggu ini, tanggal 9 untuk pembacaan putusan sela," tutup Novian.
Sebelumnya diberitakan, setelah sempat tertunda satu minggu, sidang suap fee proyek Lampung Utara kembali digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 6 Januari 2020.
Kali ini sidang dibuka dengan mendengarkan tanggapan JPU KPK terkait nota keberatan terdakwa Hendra Wijaya Saleh.
Dalam tanggapannya JPU KPK Taufiq Ibnugroho menyampaikan bahwa dakwaan yang disusun oleh pihaknya sudah terpenuhi aspeknya baik formal dan material.
"Sehinga dakwaan bisa diterima secara yuridis tapi memang penasehat hukum terdakwa berpendapat lain, kami menyadari perbedaan dalam menanfsirkan dakwaan yang kongkit," ujarnya, Senin 6 Januari 2020.
Lanjutnya, atas eksepsi terdakwa JPU berkesimpulan bahwa materi keberatan terdakwa sudah masuk kedalam materi pembuktian pengadilan.
"Penasehat Hukum berpandangan subjektif karena tidak membaca dakwaan secara utuh," serunya.
Kemudian terkait eksepsi bahwa terdakwa tidak secara langsung bertemu dan memberikan uang ke Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, JPU tidak sependapat.
"Materi tersebut harus dibuktikan dalam persidangan itu masuk dalam materi perkara jadi itu sudah diluar ruang lingkup eksepsi sehingga tidak bisa diterima eksespsinya, maka tidak perlu ditanggapi secara lanjut," sebut Taufiq.
Taufiq pun juga menanggapi terkait JPU dianggap telah membangun opini public melalui jurnalis.
"Kami tanggapi alasan materi hanya kontrusksi dugaan tak mendasar," kata Taufiq.
Taufiq pun meminta ke majelis hakim untuk menolak eksepsi terdakwa secara keseluruhan.
"Berkenan itu memohon kepada majelis hakim untuk memutuskan menolak eksespsi," tutupnya.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)