Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
Debat soal Uang Fee Proyek, JPU KPK Konfrontir Kepala BPKAD dan Eks Kadisdag Lampura
Kedua saksi yang saling berdebat tersebut adalah mantan Kadis Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri dan Kepala BPKAD Lampura Desyadi.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Debat terkait penyerahan uang fee proyek, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK konfrontir 2 saksi.
Kedua saksi yang saling berdebat tersebut adalah mantan Kadis Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri dan Kepala BPKAD Lampura Desyadi.
Wan Hendri dan Desyadi dihadirkan JPU KPK dalam lanjutkan sidang suap fee proyek di Lampura atas perkara Hendra Wijaya Saleh, di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin, 27 Januari 2020.
Selain Wan Hendri dan Desyadi, JPU KPK juga menghadirkan saksi lainnya yakni Kabid Keamanan Ketertiban Kadisdag Lampung Utara Ridwan, Bendahara Disdag Syahroni, Bendahara Tugas Pembantu Disdag Aliuyusran, dan Direktur CV Tata Cabi.
Dalam persidangan, Desyadi mengaku hanya menerima uang dari Wan Hendri sebesar Rp 100 juta terkait dengan fee proyek.
• Detik-detik Kontraktor Ditangkap KPK di Lampung, Sedang Tidur Terbangun Pintu Diketuk
• Diam-diam Kadis PUPR Dapat Jatah 8 Proyek, Suruh Candra Safari yang Garap
• Kadisdag Wan Hendri Pernah Didatangi Orang Kepercayaan Bupati Agung, Bahas Peruntukan Fee Proyek
• Kerjakan 6 Proyek di Lampura, Candra Safari Pakai Duit Sendiri: Katanya Kas Daerah Kosong
Namun, Wan Hendri mengungkapkan, jika ia menyerahkan uang sebesar Rp 345 juta untuk Bupati nonaktif Lampura Agung Ilmu Mangkunegara (AIM) melalui Desyadi.
Wan Hendri menjelaskan, pada Tahun 2018, ia melakukan pertemuan dengan bupati untuk meminta petunjuk terkait rekanan yang mengerjakan paket proyek.
"Tapi pak bupati mengatakan udah hal hal itu (ploting proyek dan fee) bicara sama Ami atau Desyadi," tutur Wan Hendri.
Pada Tahun 2018, lanjut Wan Hendri, ada 3 paket proyek yakni Pasar Bangun Jaya dengan fee proyek sebesar Rp 260 juta, Pasar Ogan Jaya dengan fee proyek Rp 200 juta, dan pembangunan gedung metrologi.
"Gedung metrologi nilai paket Rp 1,3 miliar dengan fee proyek 20 persen, tapi yang ada baru Rp 460 juta," papar Wan Hendri.
Wan Hendri pun mengaku sebagian uang fee proyek dari total Rp 460 juta, diserahkan kepada Desyadi sebesar Rp 345 juta beserta rinciannya.
"Memang sebelumnya ada bon kepada saudara Agun (rekanan) yang memenangkan paket proyek, minta Rp 100 juta, karena Pak Plt (Bupati Lampura) Widodo minta dikondisikan, tinggal Rp 345 juta saya serahkan Desyadi beserta rincian," beber Wan Hendri.
Wan Hendri mengatakan, pemberian dilakukan pada November 2018 saat ada pengajian rutin di Lapangan Pemda dengan dimasukkan kedalam tas serempang.
"Saya serahkan melalui Desyadi, tapi saya sempat dimarahi karena pakai catatan, katanya (Desyadi) jangan pakai catatan, pak bupati marah," sebut Wan Hendri.
Mendengar kesaksian tersebut, Desyadi serta merta membantah jika ia hanya menerima uang sebesar Rp 100 juta.
"Beliau (Wan Hendri) hanya menitipkan uang Rp 100 juta melakui tas kecil dan ada catatannya, itu saat pengajian ustaz Al Hapsi, Januari (2019) awal dan saya sampaikan ke Pak AIM lalu saya serahkan kertas ke Pak AIM, disuruh pegang (catatan) dan jangan ada catatan lagi," jelas Desyadi.
"Lalu setengah jam saya diberitahu jika uang tersebut diserahkan ke Hendra Kanada, Caleg Partai Nasdem, karena dia (AIM) pinjam uang dengan jaminan sertifikat, dan Rp 25 juta dikasihkan ke Ridho," imbuh Desyadi.
"Jadi yang benar ini siapa? Tadi keterangan saksi Wan Hendri uangnya Rp 345 juta, tapi anda sebutkan Rp 100 juta, lebih baik saya konfrontir dulu," tanya JPU KPK Dian ke Desyadi.
"Saya rasa bukan ustaz Al Hapsi, saya ingat itu bulan November 2018, ustaznya itu perempuan dan bisa dilihat kebenarannya, setelah selesai pengajian, Pak Desyadi saya hampiri," timpal Wan Hendri.
Wan Hendri kembali menjelaskan, bahwa dalam tas tersebut berisikan uang Rp 345 juta dengan kertas rincian 15 persen dari nilai paket pasar comok Rp 1 miliar, 15 persen untuk pasar ogan jaya senilai Rp 1,3 miliar, dan 15 persen paket pasar prabu jaya senilai Rp 1,3 miliar.
"Saya masukkan ke tas srempang dan saya serahkan langsung, Desyadi tahu isinya uang," ungkap Wan Hendri.
"Saya sudah disumpahkan yakin, bulan November (2018) gak ada, saya yakin! Uang itu saya kasihkan ke Hendra Kanada Rp 75 juta dan Ridho Rp 25 juta," timpal Desyadi.
Desyadi mengaku, dasar menerima uang tersebut lantaran mendapat titipan dari Wan Hendri.
"Karena saya dianggap dekat dengan AIM selaku staf," ucap Desyadi.
Detik-detik Kontraktor Ditangkap KPK di Lampung, Sedang Tidur Terbangun Pintu Diketuk
Kontraktor di Lampung, ditangkap KPK, terkait dengan OTT Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, saat sedang tidur malam hari.
Saat OTT KPK, Candra Safari mengaku tak menyadari jika Kadis PUPR Lampung Utara tertangkap.
"Waktu OTT, saya hanya dapat berita kalau yang tertangkap Kadisdag, dan saya biasa saja, lihat berita juga," katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 27 Januari 2020.
Candra pun mengaku saat OTT sedang tertidur dan dia terbangun sekira pukul 00.00 WIB lantaran ada tamu yang datang.
"Ada yang ngetok pintu, saya ditanya kenal Pak Syahbudin, saya bilang kenal, dan mereka memperkenalkan diri dari KPK, dan diminta ikut ke Jakarta malam itu juga," tandasnya.
Persidangan atas terdakwa Candra Safari usai, Majelis Hakim pun menunda persidangan dengan agenda tuntutan.
"Mohon waktu 2 minggu yang mulia," kata JPU Taufiq Ibnugroho.
"10 hari saja, Kamis tanggal 6 Februari 2020 hari kamis," tandasnya.
Pakai Duit Sendiri
Untung tak seberapa, banyak pengeluaran di setoran fee proyek.
Dalam persidangan terdakwa Candra Safari mengakui jika komitmen proyek yang ditawarkan Kadis PUPR Syahbudin cukup tinggi.
"Memang tinggi awalnya pak Kadis bilang kita pakai komitmen itu dulu, 35 persen, kalaupun dalam perjalanan pekerjaan ada hambatan akan dikurangi maka saya kerjakan," kata Candra di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 27 Januari 2020.
Kata Candra, pembayaran sempat menunggak, sehingga untuk paket proyek 2017 ia menggunakan dana pinjaman.
"Pakai uang sendiri, pak Kadis bilangnya sabar dulu saja, masih diurus," tuturya.
Candra pun mengaku mendapat paket proyek sebanyak 6 paket pada tahun 2018.
"4 punya kadis 2 punya saya. Dan seperti sebelumnya uang pribadi dalam mengerjakan dan belum dibayar karena Kas daerah kosong, yang bilang Bendahara Endah Mukti, disampaikan suruh tunggu saja kalau ada uang kami masukkan," tegasnya.
Baru pada tahun 2019, lanjut Candra, disampaikan oleh Endah jika ada dana masuk akan dibayar untuk prioritas tahun anggaran 2018 dulu.
"karena produk TA 2018 akan dipakai, yang 2017 baru dicicil tapi baru 4 paket yang dibayar, kurang lebih Rp 900 juta," tuturnya.
Candra pun mengaku dari sekian proyek ta 2017 dan 2018 yang baru dicairkan pada tahun 2019, ia hanya mendapatkan keuntungan lima persen.
"Itungannya kurang lebih Rp 100 juta, dan saat itu hanya Rp 80 juta yang saya terima," tuturnya.
Candra pun mengaku memberikan uang terimakasih kepada Pokja.
"Kepada Mery 1 persen pas cair, cuman Rp 5 juta, dan saya juga kasih ke tim PHO, PPK, PPTK, bahasanya uang terimakasih," sebutnya.
Setelah dua minggu, Candra mengaku mendapat telfon dari Syahbudin yang mana menanyakan jatah setoran fee.
"Dia bilang baik mana jatah saya, saya bilang tunggu pak bayar dulu hutang tahun 2017 dan 2018. Tapi pak Kadis bilang jangaan dulu, ini sudah ditunggu soalnya, bayangan saya itu bos atau atasan Syahbudin yang nunggu," jelas Candra.
Candra pun mengaku jika Syahbudin meminta fee sebesar Rp 500 juta dalam pencairan pertama kali tersebut.
"Minta Rp 500, karena sudah pernah saya kasih Rp 100 ditahun 2018, maka saya pikir saya berikan uang Rp 350 juta dulu terus di bilang ini kurang Rp 150 juta," serunya.
Candra pun menuturkan jika hak Syahbudin sebesar Rp 750 juta.
"Saya banyak hutang karena pekerjaan, dan uang Rp 350 juta itu uang yang tersisa pada pembayaran untuk pekerjaan tahun 2017 dan 2018 pembayarannya," tandasnya.
Pekerjaan Bagus
Berawal dari pekerjaan yang bagus, Candra Safari diberi kepercayaan mengerjakan paket proyek Lampung Utara.
Hal ini terungkap saat terdakwa Candra Safari memberi keterangan dihadapan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri, Tanjungkarang, Senin 27 Januari 2020.
"Awalnya tahun 2016, saya ikut pekerjaan Hendri Yandi (Pegawai Pemkab) ada empat paket," kata Direktur CV Dipasanta Pratama.
Singkat cerita, kata Candra, saat dia melakukan pengawasan di lapangan, Kadis PUPR Syahbudin dan Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara melakukan sidak.
"Saat itu lagi gelar hotmix ditelpon pak kabid, bilang kalau kadis dan pak bup sidak, saya pas di lanpangan sehingga awal berkenalan dengan pak Kadis disitu," tuturnya.
"Lalu Pak Bup tanya ini kerjaan siapa, dijawab Hendri, mungkin tahu kerja saya bagus, lalu pas ketemu pak kabid bilang kenapa gak kerja sendiri, tapi ada komit didepannya, Saya bilang gak punya duit, kalau gitu kerja dengan saya aja, dua paket, bayar di akhir," imbuhnya.
Kemudian kata Candra, ia mendapatkan dua nomor paket proyek dan diminta menemui Pokja.
"Di Pokja saya diberi HPS," tuturnya.
Meski mendapat dua perkerjaan, Candra mengaku mengerjakan delapan paket proyek milik Kadis PUPR Syahbudin.
"Bahasanya ada 10 paket, 2 punya saya 8 paket pak Kadis, jadi biar gak ketahuan (jika Kadis punya paket pekerjaan) jadi 10 paket itu (diakui) punya saya," bebernya.
Candra pun mengaku tak mampu jika mengerjakan 10 paket proyek tersebut maka ia meminjam perusahaan lainnya.
"Kalau 10 paket proyek perusahaan saya gak mampu paling 3 paket akhirnya saya pinjam perusahan temen," tuturnya.
Setelah mendapat HPS tersebut, Candra mengaku melakukan pertemuan dengan Syahbudin disebuah rumah makan di Lampung Utara.
"Dalam pertemuan itu, ditanyai sudah ketemu pokja tidak, saya bilang sudah, dan saat itu saya nemui di Pokja Kanjeng Mery (Mery Imelda Sari) saya ketemunya di kantor ULP," bebernya.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilian Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang fee proyek Lampung Utara, Senin 27 Januari 2020.
Dalam persidangan kali ini diagendakan dengan keterangan saksi dalam perkara Hendra Wijaya Saleh dan keterangan terdakwa dalam perkara Candra Safari.
Pantauan Tribun, sidang pertama digelar dengan keterangan terdakwa dalam perkara Candra Safari.
Dalam keterangan saksi, JPU masih mendalami status terdakwa dalam memimpin CV dipasanta Pratama dan pola bagaimana terdakwa mendapatkan proyek di Lampung Utara.
Diantara para pengunjung saksi pun terlihat Wan Hendri Kadisdag Kabupaten Lampung Utara.
Belakangan diketahui Wan Hendri hadir dalam persidangan untuk menjadi saksi dalam perkara Hendra Wijaya Saleh. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)