Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura

Eks Kadisdag Lampura Pusing Banyak Aparat Ikut Campur dalam Proyek di Dinas Perdagangan

Mantan Kepala Dinas Perdagangan (Kadisdag) Lampung Utara Wan Hendri mengeluhkan banyak penegak hukum ikut campur terhadap pekerjaan yang ada di Disdag

Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
Tribun Lampung/Deni Saputra
Hendra Wijaya Saleh (berkopiah kiri) dan Candra Safari (berkopiah kanan) menjadi terdakwa sidang perdana kasus dugaan suap fee proyek Lampung Utara di PN Tanjungkarang, Kamis (19/12/2019). Eks Kadisdag Lampura Pusing Banyak Aparat Ikut Campur dalam Proyek di Dinas Perdagangan. 

Wan Hendri dan Desyadi dihadirkan JPU KPK dalam lanjutkan sidang suap fee proyek di Lampura atas perkara Hendra Wijaya Saleh, di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin, 27 Januari 2020.

Selain Wan Hendri dan Desyadi, JPU KPK juga menghadirkan saksi lainnya yakni Kabid Keamanan Ketertiban Kadisdag Lampung Utara Ridwan, Bendahara Disdag Syahroni, Bendahara Tugas Pembantu Disdag Aliuyusran, dan Direktur CV Tata Cabi.

Dalam persidangan, Desyadi mengaku hanya menerima uang dari Wan Hendri sebesar Rp 100 juta terkait dengan fee proyek.

Namun, Wan Hendri mengungkapkan, jika ia menyerahkan uang sebesar Rp 345 juta untuk Bupati nonaktif Lampura Agung Ilmu Mangkunegara (AIM) melalui Desyadi.

Wan Hendri menjelaskan, pada Tahun 2018, ia melakukan pertemuan dengan bupati untuk meminta petunjuk terkait rekanan yang mengerjakan paket proyek.

"Tapi pak bupati mengatakan udah hal hal itu (ploting proyek dan fee) bicara sama Ami atau Desyadi," tutur Wan Hendri.

Pada Tahun 2018, lanjut Wan Hendri, ada 3 paket proyek yakni Pasar Bangun Jaya dengan fee proyek sebesar Rp 260 juta, Pasar Ogan Jaya dengan fee proyek Rp 200 juta, dan pembangunan gedung metrologi.

"Gedung metrologi nilai paket Rp 1,3 miliar dengan fee proyek 20 persen, tapi yang ada baru Rp 460 juta," papar Wan Hendri.

Wan Hendri pun mengaku sebagian uang fee proyek dari total Rp 460 juta, diserahkan kepada Desyadi sebesar Rp 345 juta beserta rinciannya.

"Memang sebelumnya ada bon kepada saudara Agun (rekanan) yang memenangkan paket proyek, minta Rp 100 juta, karena Pak Plt (Bupati Lampura) Widodo minta dikondisikan, tinggal Rp 345 juta saya serahkan Desyadi beserta rincian," beber Wan Hendri.

Wan Hendri mengatakan, pemberian dilakukan pada November 2018 saat ada pengajian rutin di Lapangan Pemda dengan dimasukkan kedalam tas serempang.

"Saya serahkan melalui Desyadi, tapi saya sempat dimarahi karena pakai catatan, katanya (Desyadi) jangan pakai catatan, pak bupati marah," sebut Wan Hendri.

Mendengar kesaksian tersebut, Desyadi serta merta membantah jika ia hanya menerima uang sebesar Rp 100 juta.

"Beliau (Wan Hendri) hanya menitipkan uang Rp 100 juta melakui tas kecil dan ada catatannya, itu saat pengajian ustaz Al Hapsi, Januari (2019) awal dan saya sampaikan ke Pak AIM lalu saya serahkan kertas ke Pak AIM, disuruh pegang (catatan) dan jangan ada catatan lagi," jelas Desyadi.

"Lalu setengah jam saya diberitahu jika uang tersebut diserahkan ke Hendra Kanada, Caleg Partai Nasdem, karena dia (AIM) pinjam uang dengan jaminan sertifikat, dan Rp 25 juta dikasihkan ke Ridho," imbuh Desyadi.

"Jadi yang benar ini siapa? Tadi keterangan saksi Wan Hendri uangnya Rp 345 juta, tapi anda sebutkan Rp 100 juta, lebih baik saya konfrontir dulu," tanya JPU KPK Dian ke Desyadi.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved