Kerajaan Fiktif Bukan yang Pertama, Era Soekarno Ada Raja dan Ratu Palsu dari Lampung
Presiden RI Soekarno menggunting pita pembukaan Hotel Indonesia (5/8/1962).(Dok.Hotel Indonesia) () Siapakah raja dan ratu fiktif yang berhasil memper
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Munculnya kerajaan-kerajaan palsu ternyata bukan hal baru.
Rupanya, tak cuma warga biasa saja mudah tertipu raja-raja palsu itu. Presiden pertama RI Soekarno juga pernah mengalaminya.
Presiden RI pertama Soekarno ternyata pernah tertipu raja dan ratu palsu
Soekarno menjadi korban penipuan raja dan ratu palsu bernama Idrus dan Markonah itu.
Seiring berkembangnya teknologi maka arus penyebaran informasi sama sekali tak terbendung.
• Petinggi Sunda Empire Ditahan Polisi, Wajahnya Sedih, Tak Segagah Saat Kenakan Pangkat Bintang 3
• Jelang Soeharto Berkuasa, Soekarno Cuma Bawa 1 Benda Tinggalkan Istana Negara, Simbol 1.001 Kisah
• 2 Pesawat Garuda Indonesia Nyaris Kecelakaan di Bandara Soekarno-Hatta
Tak terkecuali dengan berita belakangan ini yang menghiasi media massa seputar raja-raja fiktif.
Bahkan, sang raja dan ratu fiktif itu disambut bak tamu penting di Istana Kepresidenan.

Siapakah raja dan ratu fiktif yang berhasil memperdayai orang nomor satu negeri ini?
Mereka adalah Idrus dan Markonah. Keduanya mengaku sebagai raja dan ratu dari suku Anak Dalam di wilayah Lampung.
Sejarawan alumnus Universitas Pramadina Hendri F Isnaeni seperti dikutip Kompas tanggal 26 Februari 2017 mengatakan peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1950-an.
Saat itu, Soekarno mudah percaya karena "raja" dan "ratu" itu berniat menyumbang harta benda mereka untuk merebut Irian Barat dari kekuasaan Belanda.
Niat keduanya pun disorot sejumlah media massa. Bahkan, keduanya juga diundang Presiden Soekarno ke Istana Merdeka.
“Raja Idrus dan Ratu Markonah mendapat liputan media massa besar-besaran. Mereka juga sempat diterima Presiden Soekarno di Istana,” ungkap Hendri.
Keceplosan bahasa Jawa
Penampilan Ratu Markonah juga tak kalah menarik perhatian. Markonah yang menjabat sebagai permaisuri Raja Idrus selalu memakai kaca mata hitam saat tampil di hadapan publik.
Namun, tak butuh lama, identitas asli Raja Idrus dan Ratu Markonah pun terungkap. Media massa mulai mengulik latar belakang tamu istimewa Bung Karno itu.
Setelah ditelusuri, ternyata mereka bukan raja dan ratu dari suku Anak Dalam.
Asal usul Ratu Markonah juga akhirnya terbongkar setelah dia secara tidak sengaja menggunakan bahasa Jawa.
Fakta yang diketahui kemudian, Idrus dan Markonah adalah warga biasa.
Idrus diketahui berprofesi sebagai tukang becak, sedangkan Markonah adalah pekerja seks komersial (PSK) asal Tegal, Jawa Tengah.
“Itu sempat diterima (Presiden Soekarno di Istana Negara). Ketahuan oleh ajudan Presiden kalau Markonah memakai bahasa Jawa,” kata Sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/1/2020).
Setelah kebohongan Idrus dan Markonah terungkap, Bung Karno langsung jadi bulan-bulanan.
Ditangkap karena kasus penipuan dan pelacuran
Seakan tak jera, Raja Idrus terus menyebarkan informasi hoaks kepada masyarakat. Catatan Kompas edisi 9 Agustus 1968, Raja Idrus mengaku sebagai anggota Intel Kodam V Jaya dan anak buah petinggi TNI yakni Mayor Simbolon.
Idrus pun sempat memeras sejumlah pengusaha di Lampung sebelum akhirnya ditangkap polisi di Kotabumi, Lampung.
Tak berselang lama, Kompas edisi 21 Agustus 1968 juga mencatat Ratu Markonah juga ditangkap polisi atas kasus prostitusi di Pekalongan, Jawa Tengah.
Dia harus menjalani hukuman penjara selama tiga bulan. Markonah disebut biasa beroperasi sebagai PSK di daerah Semarang, Pekalongan, dan Tegal.
Markonah mengaku telah bercerai dengan sang suami, ‘Raja’ Idrus sejak dirinya keluar dari penjara di Madiun atas kasus serupa.
Bahkan, Markonah mengaku kembali menceburkan diri sebagai PSK sejak bercerai dengan sang ‘Raja’.
2020 Ramai Kerajaan Palsu
Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso akhirnya mengaku telah berbohong kepada para pengikutnya.
Toto juga meminta maaf atas penipuan yang telah dilakukannnya.
"Pada kesempatan ini, saya mohon maaf karena Keraton Agung Sejagat yang saya dirikan itu fiktif.
Kemudian, janji kepada pengikut saya juga fiktif, selanjutnya telah membuat resah masyarakat Purworejo pada khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya," ungkap Toto di Mapolda Jawa Tengah, Selasa (21/01/2020).
Selanjutnya, Toto menyerahkan proses hukum kepada pihak kepolisian.
Muhammad Sofyan, kuasa hukum Toto, mengatakan permintaan maaf merupakan upaya kliennya untuk kooperatif dengan proses hukum.
"Kalau melihat penetapan pasalnya, dengan seperti ini tidak bisa menghentikan proses hukum. Harapan kita proses berjalan seperti biasanya," jelasnya.
Terkait uang yang sudah dikeluarkan para pengikut Keraton Agung Sejagat, Sofyan masih belum mau berkomentar.
Kemunculan Keraton Agung Sejagat ini mulai dikenal publik, setelah mereka mengadakan acara wilujengan dan kirab budaya, yang dilaksanakan dari Jumat (10/1/2020) hingga Minggu (12/1/2020) di Purworejo, Jawa Tengah.
Polisi kemudian menangkap Toto dan Fanni di Yogyakarta pada Selasa (14/1/2020) karena menduga ada indikasi penipuan dalam aktivitas Keraton Agung Sejagat.
Kapolda Jawa Tengah Irjen Rycko Amelza Dahniel mengatakan, Toto Santoso menjanjikan kehidupan yang lebih baik hingga terbebas dari malapetaka dan bencana jika mengikutinya.
"Kalau tidak mengikuti akan mendapat bencana, malapetaka," ujar Rycko di Mapolda Jateng, Rabu (15/1/2020).
Toto juga disebut mewajibkan pengikutnya membayar iuran yang besarnya mencapai puluhan juta rupiah.
"Diwajibkan membayar iuran yang selanjutnya dijanjikan akan memperoleh kehidupan yang lebih baik," kata Rycko.
Selain melakukan penipuan dengan mendirikan Keraton Agung Sejagat, pada 2016, Totok Santoso ternyata pernah menjadi pemimpin sebuah organisasi bernama Jogjakarta Development Committe (Jogja dec).
Jogjakarta Development Economic Committe (DEC) adalah organisasi yang bergerak di bidang kemasyarakatan dan kemanusiaan. (Artikel ini telah tayang di Tribunmataram.com)