MAKI Berikan Hadiah iPhone 11 Bagi yang Beri Informasi Keberadaan Harun Masiku dan Nurhadi
MAKI menggelar sayembara bagi siapa pun yang mengetahui keberadaan dua buronan KPK, Harun Masiku dan Nurhadi.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggelar sayembara bagi siapa pun yang mengetahui keberadaan dua buronan KPK, Harun Masiku dan Nurhadi.
Tak tanggung-tanggung, hadiah sayembaranya adalah iPhone 11.
"MAKI akan memberikan hadiah HP iPhone 11 bagi siapa pun yang mampu memberikan informasi keberadaan Harun Masiku atau Nurhadi," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kepada wartawan, Minggu (16/2/2020).
Boyamin menjelaskan, informasi keberadaan Harun Masiku dan Nurhadi akan digunakan KPK untuk menangkap keduanya.
Hadiah dua iPhone ini (masing-masing untuk Harun Masiku dan Nurhadi) berlaku bagi seluruh masyarakat, termasuk juga dari aparat penegak hukum dan wartawan.
• MAKI Ungkap Bukti Harun Masiku Tidak Berduit, Gugat KPK Minta 2 Orang Ini Jadi Tersangka Baru
• Sudah Tipu 800 Orang, Sindikat Penipuan CPNS Sudah Raup Uang hingga Rp 2 Miliar
• Cerita Mahasiswi Kedokteran di Hubei saat Observasi di Natuna, Tak Buka Medsos Agar Tak Terpengaruh
• Saeful Eks Anak Buah Hasto Sebut Bosnya Tidak Terlibat Suap, Seluruh Uang Suap dari Harun Masiku
"Informasi dapat diberikan langsung kepada KPK atau kepolisian setempat, atau kepada MAKI ke nomor 081218637589," ucap dia.
MAKI sebelumnya juga pernah mengadakan sayembara berhadiah Rp 10 juta untuk siapa pun yang memberikan informasi soal keberadaan Setya Novanto pada 16 November 2017.
Akan tetapi, berhubung informan tidak bersedia menerima hadiahnya, maka uang Rp 10 juta diserahkan ke yayasan yatim piatu.
KPK menetapkan Harun Masiku dan Nurhadi masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
Hingga kini, keduanya belum kunjung ditemukan.
Harun Masiku adalah tersangka penyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
KPK memasukkan Harun Masiku dalam DPO pada 17 Januari 2020, namun hingga kini belum kunjung membuahkan hasil.
Untuk menemukan Harun, KPK mengikuti jejak Polri untuk membuat tim pemburu Harun Masiku.
Sementara itu, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dimasukkan dalam DPO pada Kamis (13/2/2020) lalu.
Nurhadi dianggap tidak kooperatif dalam proses penyidikan di KPK dan telah mangkir, baik sebagai saksi mau pun tersangka.
Kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail, sempat keberatan dengan status DPO kliennya.
Maqdir menilai KPK terlalu gegabah memasukkan nama Nurhadi dalam DPO.
"Pak Nurhadi ada di Jakarta," kata Maqdir Ismail.
MAKI Ungkap Bukti Harun Masiku Tidak Berduit
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyerahkan bukti print dari foto screenshot komunikasi di aplikasi WhatsApp, antara Harun Masiku dengan rekannya, Budi.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengungkap bukti print itu di sidang praperadilan nomor 8 tahun 2020, antara MAKI melawan KPK dan Dewas KPK.
Hal itu terkait belum ditetapkannya tersangka baru perkara dugaan suap Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan.
"Atas bukti tersebut menunjukkan Harun Masiku sosok biasa dari sisi keuangan."
Di dalam bukti print disebutkan, Harun Masiku meminta dibelikan tiket pesawat kepada Budi.
Bukti itu diserahkan kepada hakim tunggal Ratmoho di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2020).
"Dikarenakan untuk sekadar kebutuhan tiket pesawat meminta kepada temannya."
"Sehingga sangat muskil apabila Harun Masiku mampu menyediakan uang suap Rp 900 juta kepada Wahyu Setiawan," kata Boyamin.
Dia menduga uang suap untuk Wahyu senilai Rp 900 juta itu berasal dari pihak lain sebagaimana pokok permohonan praperadilan.
Di mana, ada pihak lain yang membiayai uang suap Harun Masiku.
Boyamin mengaku sudah bertemu orang yang bernama Budi, teman Harun Masiku tersebut, yang menjelaskan sehari-hari pekerjaan Harun Masiku adalah lawyer namun jarang bersidang.
"Terakhir Harun Masiku menangani klien perusahaan milik orang asing."
"Namun Harun Masiku tidak bisa membantu kasus hukum perusahaan tersebut."
"Sehingga Harun Masiku tidak dibayar oleh perusahaan milik orang asing tersebut," beber Boyamin.
Atas kondisi tersebut, Harun Masiku tidak berduit selama 6 bulan terakhir, sehingga sangat diragukan punya uang untuk dipakai menyuap Wahyu Setiawan.
"Untuk itu KPK harus segera menetapkan tersangka baru orang yang diduga membiayai uang suap antara Harun Masiku dan Wahyu Setiawan," tambahnya.
Sebelumnya, MAKI mendaftarkan gugatan Praperadilan lawan Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dasar gugatan melawan KPK karena tidak menetapkan tersangka baru/lain atas perkara dugaan suap Harun Masiku-Wahyu Setiawan.
MAKI mencantumkan nama lengkap kedua orang tersebut yang layak menjadi tersangka lain/baru.
Hal itu termuat dalam materi gugatan praperadilan, dan dibuka saat pembacaan dalam persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dua orang itu adalah Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan politikus PDIP Donny Tri Istiqomah.
Membantah
Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah mengaku tak ada uang suap yang diberikan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Hal itu diungkap Donny seusai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024, Rabu (12/2/2020).
"Bukan seperti itu, saya sudah kasih keterangan ke penyidik."
"Memang saya dapat titipan uang Rp 400 juta dari Mas Kusnadi."
"Mas Kusnadi sudah terkonfirmasi dari Pak Harun duitnya," ucap Donny di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Nama Kusnadi merujuk kepada staf PDIP.
Ia pernah diperiksa bersamaan dengan Hasto pada Jumat (24/1/2020) lalu.
Dalam konstruksi perkara ini, terdapat duit suap sebanyak Rp 400 juta yang masih didalami sumbernya oleh KPK.
Donny diduga mengetahui uang Rp 400 juta yang hendak diberikan kepada Wahyu.
Donny kemudian mengaku pernah mengirim Saeful sebuah pesan WhatsApp.
Inti pesan itu, katanya, mengharuskan Saeful mengambil titipan uang dari seseorang.
Donny tak menyebut nama orang tersebut.
"Saya pernah WA (WhatsApp) Saeful untuk menakut-nakuti Saeful agar segera diambil itu uang," tutur Donny.
Donny termasuk satu di antara delapan orang yang diamankan tim KPK saat operasi tangkap tangan (OTT).
Namun, ia dibebaskan lantaran KPK belum menemukan bukti yang cukup untuk menetapkannya sebagai tersangka.
Nama Donny dimasukkan dalam dalil permohonan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
MAKI menggugat KPK agar segera menetapkan Donny dan Hasto sebagai tersangka kasus tersebut.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Mereka ialah Wahyu Setiawan, Harun Masiku, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri selaku swasta.
Penetapan tersangka itu buah dari operasi tangkap tangan yang dilakukan lembaga antirasuah.
Namun, tim penindakan KPK tidak berhasil menangkap Harun Masiku, dan sampai saat ini masih buron.
Harun Masiku diduga menyuap Wahyu untuk memuluskan langkahnya menjadi anggota legislatif menggantikan kader lain dari PDIP Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Sementara, dirinya tidak memenuhi syarat untuk itu sebagaimana ketentuan yang berlaku.
KPU tetap melantik Riezky Aprilia, bukan Harun, karena perolehan suara yang bersangkutan terbanyak kedua setelah Nazarudin.
Atas dasar itu, Wahyu dan Agustiani sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.
Hal itu sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, Harun dan Saeful disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU 31/1999.
Hal itu sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pernah Komunikasi
Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan rampung jalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (12/2/2020) sore.
Tersangka kasus dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2019-2024 itu diperiksa selama 5 jam.
Wahyu mengklaim pernah melakukan komunikasi dengan Donny Tri Istiqomah.
Namun komunikasi apa yang dimaksud, ia tak mengungkap lebih jauh.
"Pernah, pernah (lakukan komunikasi)," ucap Wahyu seusai menjalani pemeriksaan pukul 17.13 WIB.(tribun network/ilh/dod)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive
