Tragedi Pramuka yang Tewaskan 9 Siswa SMP di Sleman, Kematian Khoirunnisa saat Ultah
Total ada 257 siswa siswi yang mengikuti susur sungai di Sungai Sempor, Jumat lalu. Saat itu, di lokasi kegiatan tidak sedang turun hujan.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, SLEMAN - Suaranya bergetar, air matanya terus berjatuhan.
Dedy Sukma, ayah Khoirunnisa Nur Cahyani, siswi SMP Negeri 1 Turi, Sleman, DI Yogyakarta, pasrah atas musibah yang terjadi.
Putrinya merupakan satu dari sembilan korban meninggal dunia sejauh ini, setelah terseret arus Sungai Jempor, Jumat (21/2/2020).
Saat itu, Khoirunnisa sedang susur sungai dalam kegiatan pramuka.
• Guru SMPN 1 Turi Jadi Tersangka Tewasnya 9 Siswa Saat Pramuka di Sungai Sempor
• Guru SMP Tewas Dilempari Bata saat Masuk Kelas, Pelakunya Seorang Siswa
• 50 Perahu Diterjunkan Cari Nelayan Hilang di Kiluan
• Dokter Shabrina Dicari-cari Polisi hingga ke Lampung, Kakak Ungkap Masalah yang Sebenarnya
"Saya ikhlas," kata Dedy Sukma di rumahnya, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Sleman, Sabtu (22/2/2020).
"Ini musibah yang harus saya terima. Allah bisa memanggil dengan cara apa pun," tutur pria 48 tahun ini.
Dedy tak menyalahkan siapa pun terkait kematian putri sulungnya.
Ia hanya meminta pihak pihak terkait melakukan koreksi dan evaluasi, sehingga kejadian serupa tak terulang.
Total ada 257 siswa siswi yang mengikuti susur sungai di Sungai Sempor, Jumat lalu. Saat itu, di lokasi kegiatan tidak sedang turun hujan.
Namun, di hulu sungai terjadi hujan lebat. Tak pelak muncul arus deras yang menyeret para peserta kegiatan.
Catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sleman, ada 249 siswa siswi SMPN 1 Turi yang terseret arus deras Sungai Sempor.
Dari jumlah tersebut, sembilan orang meninggal dunia dan 24 orang terluka.
Jenazah Khoirunnisa, putri Dedy, yang termasuk korban meninggal dimakamkan di Dusun Karanggawang, Girikerto, Turi.
Suasana pemakaman bertambah haru karena bertepatan dengan hari ulang tahun Khoirunnisa.
"Kami menyampaikan belasungkawa yang sedalam dalamnya atas meninggalnya anak kita, Khoirunnisa Nur Cahyani, yang hari ini bertepatan dengan hari ulang tahunnya ke-13, persis," kata Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun dalam bahasa Jawa.
Suasana duka juga menyelimuti kediaman Hendrik, orangtua Nadine Fadilah, korban meninggal lainnya.
Rumah duka di Kalangan, Trimulyo, Sleman, Sabtu siang, ramai kerabat dan tetangga yang melayat.
Agus Budi, relawan desa setempat yang ikut menyisir korban, mengungkap Nadine ditemukan di sekitar Bendungan Klingkong sekira pukul 10.00 WIB.
Petugas mengevakuasi tubuh siswi kelas 7D itu yang masih mengenakan pakaian pramuka.
Pada bagian kepala terdapat luka yang kemungkinan akibat benturan.
"Posisinya di pinggir. Kondisi arus cukup deras, jadi petugas dan relawan juga cukup kesulitan sewaktu evakuasi," kata Agus saat ditemui di lokasi.
"Petugas langsung membawa ke Puskesmas Turi untuk mencocokkan data," imbuhnya.
Orangtua Nadine yang berada di puskesmas memastikan korban adalah anaknya.
Dari puskesmas, jasad Nadine dibawa ke rumah duka.
"Dia anak yang cerdas. Ketika ada acara acara desa dan 17 Agustus atau semacamnya, dia selalu ikut serta," ujar Agus.
"Aku Takut"
Heksa Putranti, siswi SMPN 1 Turi, yang selamat dari musibah susur sungai tak kuasa menceritakan detail kejadian pada Jumat sore itu.
"Nggak usah cerita, Ma (ibu). Aku takut," katanya kepada Rini Antari, ibu kandungnya, Jumat.
Heksa mengatakan hal itu kepada Rini di rumah setelah bersih bersih diri dan istirahat. Ia dibawa pulang sang ibu dari sekolah setelah selamat dari musibah tersebut.
Rini menduga anak bungsunya itu mengalami trauma. Putrinya hanya sempat bercerita sedikit mengenai musibah tersebut.
Sebelum hanyut, ungkap Rini merujuk cerita putrinya, Heksa sempat bergandengan tangan dengan teman temannya di tengah sungai. Kemudian tiba tiba datang arus deras dari atas. Heksa terbawa arus dan tenggelam. Namun, kakinya terjepit di sebuah batu dan berhasil menyelamatkan diri.
"Sangat disayangkan, karena seperti nggak mengenal wilayah dan kondisi (cuaca). Nggak ada koordinasi dengan orangtua dan pihak terkait," ujar Rini saat ditemui di SMPN 1, Sabtu.
Rini menceritakan, Heksa meminta izin mengikuti kegiatan pramuka pada Jumat. Pukul 11.00, tutur dia, Heksa sempat pulang. Kemudian kembali ke sekolah pukul 13.00 untuk mengikuti kegiatan pramuka.
"Siang itu langit di utara sudah gelap. Suami saya bilang tidak usah ikut pramuka, karena sepertinya akan hujan. Saya waktu itu nggak tahu ada kegiatan di sungai. Saya kira hanya di sekolah," kata Rini.
Sampai hujan turun, Rini tidak terpikir apa apa. Sekira pukul 16.30, barulah ia dipanggil ibunya (nenek Heksa). "Saya dimarahin ibu saya. Beliau bilang, ada berita (di media) anak anak SMP pada hilang, ada yang meninggal," ujarnya.
Rini kemudian beranjak ke sekolah untuk menjemput sang anak. Di sekolah, sudah banyak orangtua menangis dan mencari anaknya. Rini lalu mendapati Heksa yang menunggu di kelas 8D. "Setelah ketemu, langsung saya bawa pulang karena kondisinya basah kuyup," tutur Rini.
Hingga Sabtu siang, belum semua orangtua menemukan anaknya. Termasuk keluarga Zahra, siswi kelas 7 SMPN 1 Turi. Indosuryo Hardiansyah, paman Zahra, sejak Jumat malam berada di puskesmas untuk mencari informasi tentang keponakannya. "Sekitar pukul 01.30, ayahnya (Zahra) tiba dari Surabaya," katanya.
Mata sang ayah sembab, sedih. Sesekali ia menyeka air mata, lalu menatap layar ponselnya.
Kakak Zahra, Cindy, juga terus meneteskan air mata. Cindy kemudian menunjukkan foto Zahra dari layar ponselnya. "Anaknya agak kecil, hitam manis dia," ujarnya.
Sementara ibu Zahra menunggu di rumah. Menurut Indosuryo, ibu Zahra terus menangis. "Ibunya tadi telepon, tanya tanya. Ya semoga cepat ketemu," katanya.
Di SMPN 1 Turi, suasana begitu ramai. Aktivitas belajar mengajar diliburkan. Di samping tiang bendera di halaman sekolah, berjejer karangan bunga ucapan belasungkawa.
Kepsek Tak Tahu
Kepala SMPN 1 Turi, Titik Nurdiana, mengaku tak mengetahui agenda susur Sungai Sempor dalam kegiatan pramuka, Jumat siang.
"Kegiatan pramuka memang rutin setiap Jumat, dari pukul 14.00 sampai 15.30. Ada tujuh pembina yang ikut dalam kegiatan susur sungai. Semuanya guru SMPN 1 Turi," katanya dalam jumpa pers di SMPN 1 Turi, Sabtu.
Menurut Titik, pembina tidak berkoordinasi dengan dirinya dalam pelaksanaan susur sungai.
"Kebetulan saya baru satu setengah bulan menjabat kepala sekolah. Kegiatan pramuka melanjutkan program lama. Jujur saya tidak tahu ada kegiatan susur sungai," ujarnya seraya menyampaikan maaf atas musibah yang menimpa anak-anak didiknya.
Terkait keberadaan pembina pramuka yang terlibat dalam kegiatan tersebut, Ketua Kwarda Pramuka DIY, GKR Mangkubumi, menegaskan akan ada sanksi.
"Semua pasti ada sanksinya. Nanti yang mengeluarkan (sanksi), dewan kehormatan. Tentunya hasil pemeriksaan dari polres akan masuk ke kami juga. Nanti akan kita tindaklanjuti," katanya.
Mendikbud Belasungkawa
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim menyampaikan belasungkawa atas tragedi yang menimpa siswa siswi SMPN 1 Turi.
"Saya menyampaikan belasungkawa dari lubuk hati yang paling dalam atas tragedi ini. Semoga orangtua serta keluarga siswa diberi kekuatan menghadapi cobaan ini," ucapnya merujuk rilis, Sabtu.
Mendikbud menyatakan Kemendikbud telah bekerja sama dengan pemkab setempat dan berbagai pihak untuk memastikan proses evakuasi dan penanganan para korban. Ia juga meminta Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Ditjen PAUD Dasmen) serta tim Inspektorat Jenderal segera melakukan investigasi di lapangan.
Nadiem menambahkan kejadian kali ini harus menjadi contoh bagi setiap sekolah agar berhati hati dan waspada dalam melaksanakan aktivitas di luar sekolah.
"Sekolah mesti benar benar memastikan semua kegiatan di bawah pembinaan sekolah mengutamakan keamanan dan keselamatan siswa. Itu yang terpenting. Jadi harus dipertimbangkan secara matang," jelasnya. (tribunjogja/air/uti)