Kesurupan Massal di Bandar Lampung

5 Fakta Peristiwa Kesurupan Massal di SMPN 22 Bandar Lampung, Terjadi Seusai Upacara

Belasan siswa SMPN 22 Bandar Lampung diduga mengalami kesurupan massal, seusai mengikuti upacara bendera.

Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra
5 Fakta Peristiwa Kesurupan Massal di SMPN 22 Bandar Lampung, Terjadi Seusai Upacara. 

Pada saat adiknya menelpon, kata Irna, ia mendengar ada suara teriakan histeris dari tempat sang adik menelpon.

Kemudian, kata terus Irma, kejadian kesurupan massal tersebut terjadi lagi pada Senin (9/3/2020), setelah para siswa mengikuti upacara.

Akbar siswa SMPN 22 Bandar Lampung yang mengalami kesurupan mengaku dirinya tidak tahu menahu kenapa  bisa mengalami kesurupan.

Awalnya saat kegiatan kemah sekolah, Akbar mengaku hanya ikut membantu teman-temannya yang mengalami kesurupan.

Namun, lanjut Akbar, setelah itu badannya terasa kurang enak.

"Sekira pukul 02.00 WIB (Sabtu) saya kesurupan, sampai hari ini (Senin) juga ada yang kesurupan dan termasuk saya," kata Akbar.

3. Gangguan kesadaran

Psikolog UIN Lampung Retno Riani MPsi menilai fenomena kesurupan massal yang terjadi pada belasan siswa di SMPN 22 Bandar Lampung sebagai gangguan alam bawah sadar.

"Kesurupan itu lebih kepada gangguan kesadaran pada seseorang. Sehingga dia lebih banyak dikuasai alam bawah sadarnya. Biasanya ada penyebabnya," ungkap Retno kepada Tribunlampung.co.id, Senin (9/3/2020) malam.

Penyebabnya, kata Retno, di antaranya bisa karena perasaan cemas akibat memiliki suatu masalah dan tidak terbuka.

Kemudian, lanjut Retno, tidak terbiasa untuk berbagi cerita atau sharing sehingga masalah dipendam sendiri dan lainnya.

"Merasa ada suatu kecemasan kemudian tidak diselesaikan dengan baik dan ketika ada sumber masalahnya dia menggunakan mekanisme penyelesaian seperti itu (berbuat seolah kemasukan roh)," paparnya.

Di dalam istilah psikologis sendiri, menurut Retno, tidak dikenal istilah kesurupan.

Tetapi, lanjut Retno, disebut gangguan alam bawah sadar.

"Itu akibat kompromi yang tidak sehat dengan dirinya. Dengan cara seperti itu dia merasa nyaman. Harusnya tidak seperti itu. Kan ada mekanisme problem solving, ketika ada persoalan seharusnya dihadapi dan diselesaikan," jelas dosen psikologi UIN ini.

Cara terbaik mengatasinya, kata Retno, adalah bersama guru atau pihak sekolah mencari akar persoalannya.

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved