Kisah Warga Lampung Hadapi Corona di Luar Negeri, Tunda Pulang karena Takut Jadi Pembawa Virus

Novindri Adji yang bekerja sebagai lawyer, kini berada di Jerman untuk perjalanan bisnis terkait pekerjaan sejak 5 Maret lalu.

Dokumentasi Pribadi
Novindri Adji yang tengah berada di Jerman. Kisah Warga Lampung Hadapi Corona di Luar Negeri, Tunda Pulang karena Takut Jadi Pembawa Virus 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Di tengah situasi pandemi Covid-19, tak sedikit warga negara Indonesia asal Lampung yang masih berada di luar negeri karena kepentingan pekerjaan atau pendidikan.

Bagaimana kisah mereka melalui kondisi tersebut?

Novindri Adji yang bekerja sebagai lawyer, kini berada di Jerman untuk perjalanan bisnis terkait pekerjaan sejak 5 Maret lalu.

Sementara sebelumnya ia berada di Washinton DC, US.

Ia memutuskan untuk berada di Jerman sementara waktu dan tidak pulang ke Bandar Lampung.

Ia mengaku khawatir akan tertular virus Corona di perjalanan.

Wabah Virus Corona Turunkan Konsumsi BBM di Lampung hingga Turun 20 Persen

4 Pasien Positif Virus Corona di Lampung Akan Diisolasi di RSBNH, Kadiskes: Kondisi Umum Stabil

Gerakan Serentak Disinfektan Gunakan Seluruh Fasilitas Kendaraan Dinas Polri dan Instansi Terkait\

Kisah Sopir Taksi di Tengah Wabah Corona, Tak Dapat Penumpang hingga Pinjam Uang Agar Dapur Ngebul

Belum lagi, bakal menjalani masa karantina terlebih dahulu sebelum bertemu orangtuanya.

"Kalau sesuai rencana harusnya bulan depan saat puasa saya sudah pulang ke Lampung. Cuma karena lockdown di Jerman, nggak jadi pulang. Kebijakannya juga ketat (semisal memaksa pulang)," tuturnya kepada Tribunlampung.co.id, Selasa (31/3/2020) sore via mesenger.

Selain itu dia juga khawatir misalnya justru jadi carrier.

"Nanti malah kalau pulang nularin yang lain, walau aku sebenarnya sehat di sini. Cuma kan takut asymptom (tidak bergejala)," kata dia.

Situasi di Jerman sendiri menurutnya sejak 17 Maret lalu diperketat karena yang terkonfirmasi virus corona sudah mencapai 67 ribu lebih.

"Pemerintahnya agresif, maksudnya dalam penerapan aturan lebih ketat. Kayak misalnya kumpul itu maksimal hanya dua orang. Di kota besarnya sudah complete lockdown. Dan semua area itu sudah tidak ada yang bisa keluar masuk," jelasnya.

Bahkan di beberapa Negara Eropa lain seperti Perancis dan Spanyol bagi yang tetap keluar bukan karena hal urgen, dikenakan denda.

Alumni Master Hukum Bisnis Internasional di Georgetown University di Washington DC ini membeberkan, dirinya di Jerman tinggal di pinggiran kota yakni di Baden-Württemberg.

Mengenai pasokan kebutuhan makanan sehari-hari dirinya mengaku tidak khawatir.

Soal stok dijamin pemerintah sehingga pasokan logistik aman.

"Dan disini masyarakatnya tingkat kepatuhannya tinggi, bisa dibilang 70 persen ke atas patuh aturan pemerintah," beber pria 27 tahun itu.

Contohnya saat antre belanja atau apapun sudah otomatis memberi jarak 1,5 meter antara satu sama lain.

"Semua tempat-tempat seperti resto, cafe, dan lainnya sudah tutup dan hanya menerima take away aja. Pusat perbelanjaan juga tutup," jelasnya.

Terkait karantina mandiri dirinya mengikuti arahan pemerintah setempat. Dimana tetap dirumah saja dan hanya keluar untuk hal esensial seperti belanja, beli obat atau hal penting lainnya.

"Itupun harus bener-bener hati-hati, kayak pakai masker dan jaga jarak," tambahnya.

Selain itu tetap melakukan praktek perilaku hidup bersih dan sehat, mencuci tangan, dan membatasi menyentuh orang atau benda yang beresiko.

Terkait kesehatan pribadi, Adji belum pernah konsultasi secara langsung. Namun sudah melakukan konsul ke dokter melalui telepon atau online.

Diakuinya, anak atau warga Indonesia yang berada di luar negeri juga butuh dukungan dari masyarakat yang ada di Indonesia.

Dia juga berharap pandemi ini segera berlalu sehingga bisa berkumpul dengan orangtuanya di Lampung.

"Mereka gak bisa pulang karena takut. Dan sebagai pendatang juga pastinya was-was di negeri orang. Kami bersabar juga buat tidak pulang, dan supaya tidak ada resiko buat jadi penyebar (buat yang asymptom)," tuturnya.

Untuk update informasi sendiri, dirinya selalu memantaunya melalui akun resmi demi menghindari hoaks seperti melalui KBRI atau perwakilan tetap RI. Mereka warga Indonesia di luar negeri juga saling support untuk melewati semua ini. Tetap tenang dan waspada.

"Disini hoaks agak kurang dibanding di Indonesia karena masyarakatnya selalu update informasi di kanal resmi pemerintah," terangnya.

Dia juga berharap pemerintah Indonesia khususnya Lampung juga belajar dari negara yang sudah menjadi epicenter dalam hal pencegahan.

"Belajar dari negara-negara yang sudah menjadi epicenter dalam hal pencegahan. Memang penekanan melalui pencegahan lebih efektif. Kami berharap di Lampung pemerintahnya pun sudah siap dengan skenario terburuk yang akan terjadi," harapnya.

WNI lainnya yang tinggal di Los Angeles, California Deni Burhasan membeberkan, semenjak semakin banyak kasus corona di Amerika, suasana menjadi lebih sepi.

"Saya sementara tinggal di Los Angeles, suasana sepi semenjak makin banyak kasus corona di Amerika, kampus pun sepi karena perkuliahannya online sampai akhir semester dan wisuda bahkan dibatalkan," ungkap warga Kemiling ini melalui pesan whatsapp, Rabu (1/3/2020).

Diakuinya dirinya hanya keluar saat hendak membeli bahan makanan atau kebutuhan pokok saja.

"Di setiap store atau tempat makanan juga sudah diberlakukan antrian dengan jarak dua meter, petugasnya bener-bener mengontrol physical distancing di sini," kata pria yang tengah menempuh pendidikan di Universitas Southern California (USC) itu.(Tribunlampung.co.id/ Sulis Setia M)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved