Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
Kontraktor Dapat Jatah Pekerjaan Lewat Taufik Hidayat, Timses Pemenangan Agung Tahun 2014
Suhaimi kontraktor CV Mitra Abadi mengatakan pekerjaan proyek di Lampura didapatnya setelah mengharap pekerjaan dari Taufik Hidayat.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kenal saat jadi relawan pemenangan, pengusaha kontraktor dapat jatah pekerjaan.
Suhaimi kontraktor CV Mitra Abadi dalam kesaksiannya mengatakan pekerjaan proyek di Lampung Utara didapatnya setelah mengharap pekerjaan dari Taufik Hidayat.
Kata Suhaimi dalam persidangan teleconference di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (15/4/2020), Taufik merupakan tim sukses pemenangan Agung Ilmu Mangkunegara tahun 2014.
"Setelah Taufik menawarkan pekerjaan, katanya dia akan lapor dulu ke Akbar Tandaniria (Adik AIM)," kata Suhaimi di Pengadilan Tanjungkarang.
Lanjutnya, setelah itu ia kembali dihubungi oleh Taufik Hidayat dengan menawarkan dua pekerjaan Sub dan pekerjaan pribadi.
• BREAKING NEWS Sidang Online Dugaan Suap Fee Proyek Lampura Hanya Dihadiri 5 Orang Saksi
• Jadi PNS di Pesawaran, Pria Ini Disuruh Ambil Duit Fee Proyek ke Syahbudin
• BREAKING NEWS Bocah yang Hanyut di Sungai Jalan Bypass, Akhirnya Ditemukan
• Pelaku Cabul Terhadap Asisten Rumah Tangga Divonis 7 Tahun Penjara
"Paket sub ini milik Pak Akbar yang kami kerjakan," katanya.
"Pekerjaan Sub diminta kewajiban 30 persen dan pribadi diminta 20 persen penyerahan setelah pekerjaan selesai," bebernya.
Suhaimi pun menjelaskan paket proyek yang didapatnya pada tahun 2015 yakni sebanyak tiga proyek pribadi dengan nilai Rp 1 miliar.
"Paket sub sebesar Rp 2 milar, pemenang diumumkan Juni 2015. Lalu menyerahkan fee pada September 2015 langsung ke pak Taufik, untuk fee pekerjaan Sub sebesar Rp 600 dan yang pribadi Rp 400 juta. Menyerahkan bebarengan, jadi total Rp 1 miliar," katanya.
Lanjutnya tahun 2016 ia kembali mendapatkan paket proyek yang mana untuk proyek sub sebesar Rp 5 miliar dan pribadi masih Rp 1 miliar.
"Penyerahan diakhir September 2016, pribadi tetap angka Rp 400 juta menyerahkan, dan sub paket setor Rp 1,5 milar. Jadi total menyerahkan 1,9 miliar," imbuhnya.
Suhaimi mengatakan tahun 2017 iaendapaykan kembali dengan nilai pekerjaan sub sebesar Rp 5 miliar dan pribadi Rp 2 miliar.
"Tapi ini saya kerjakan empat orang, fee yang diserahkan total Rp 2,2 miliar di dulan September akhir. Semua uang dlm bentuk cash. Lokasi di GOR Way Halim Bandar Lampung, selanjutnya 2018-2019 saya tidak dapat," terangnya.
Disinggung terkait uang tersebut akan bermuara kesiapa, Suhaimi mengaku tak mengetahui secara pasti.
"Saya gak tahu itu uang diserahkan ke siapa tapi saya menyerahkan ke Taufik," tandasnya.
Hanya 5 Saksi
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang suap fee proyek Kabupaten Lampung Utara, Rabu 15 April 2020.
Sidang keterangan saksi atas terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara Bupati nonaktif Lampung Utara, Raden Syahrial, Syahbudin mantan Kadis PUPR, dan Wan Hendri mantan Kadisdag digelar secara teleconference.
JPU KPK sendiri merencakan akan menghadirkan enam orang saksi.
Namun dari enam saksi yang dipanggil hanya lima orang saksi yang hadir.
Kelima saksi ini yakni Akbar Tandaniria Mangkunegara als. Dani (adik Bupati AIM), Andi Idrus, Ansyari Sabak, Suhaimi dan Hanizar Habim.
Komisioner KPU Disebut Dapat Jatah Proyek di PUPR Lampung Utara
Seorang komisioner KPU disebut menerima jatah proyek di Dinas PUPR Lampung Utara.
Komisioner itu juga disebut menyetor fee sebesar Rp 200 juta.
Hal ini terungkap saat Sekretaris Inspektorat Lampung Utara Gunaido Uthama dicecar pertanyaan oleh JPU KPK Taufiq Ibnugroho dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di PN Tanjungkarang, Rabu (8/4/2020).
"Terkait penarikan fee sebesar Rp 200 juta itu Anda benar menariknya dari Rizal atau Afrizal?" tanya Taufiq.
Gunaido mengakui adanya penarikan fee sebesar Rp 200 juta terhadap Afrizal.
"Benar tidak kalau Afrizal ini seorang komisioner KPU?" timpal Taufiq.
Mendengar hal tersebut, Gunaido sempat terdiam.
Akhirnya ia menjawab pertanyaan tersebut.
"Benar. Tapi saya lupa dia ini dapat jatah berapa pagu proyeknya. Yang jelas dia pernah mengerjakan proyek di Dinas PUPR," tandasnya.
Syahbudin Terima Duit Fee Proyek lewat Istrinya, Rp 1 Miliar Dibawa Pulang ke Rumah
Mantan Kadis PUPR Lampung Utara Syahbudin melibatkan istrinya saat menerima dua kali aliran dana yang diduga dari fee proyek.
Hal ini diungkapkan Rina Febrina, istri Syahbudin, saat menjadi saksi dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (2/4/2020).
Wanita yang menjabat sebagai dekan Fakultas Teknik Universitas Malahayati Bandar Lampung ini menyebutkan, pertama kali Syahbudin membawa pulang uang Rp 1 miliar lebih.
"Uang itu dibawa ke rumah. Dia bilang kalau itu uang yang akan dikembalikan ke orang. Saya bilang ini dimasukkan ke bank saja. Lalu dia bilang kalau bisa diambil sewaktu waktu gak apa-apa. Lalu saya bilang, 'iya maka saya masukkan ke bank," beber Rina.
Beberapa waktu kemudian, lanjut Rina, ia mendapat transfer Rp 500 juta dari seseorang atas arahan suaminya.
"Saya gak tahu. Katanya akan ada orang yang transfer. Saya gak tahu siapa yang transfer. Tapi saya tahunya dari rekening koran CV Tunas Jaya Utama," kata Rina.
Selanjutnya ada transferan dana lagi Rp 100 juta dari Suhaimi.
"Kemudian Rp 100 juta (masuk ke rekening) pada 20 Agustus 2019?" tanya JPU Ikhsan Fernandi.
"Iya, yang transfer Pak Suhaimi," jawab Rina.
JPU selanjutnya menanyakan uang tersebut diperuntukkan kepada siapa dan untuk siapa.
"Dia (Syahbudin) mengambil karena untuk dikembalikan," jawab Rina.
Tak puas dengan jawaban tersebut, JPU pun membacakan BAP Rina yang mana uang sebesar Rp 250 juta di rekening tersebut ditarik tunai oleh Syahbudin pada 22 Agustus 2019.
"Lalu 23 Agustus Rp 300 juta diambil Syahbudin, lalu diambil lagi Rp 50 juta. Kemudian 5 September transfer ke Fadli Ahmad Rp 260 juta, 18 September transfer ke Ahmad Unggul Rp 10 juta, lalu ambil Rp 125 juta. Ada yang lain?" tanya JPU.
"Tidak pernah. Sisa uang Rp 655 juta dan sudah disita KPK," beber Rina.
Tak cukup di situ, JPU pun membacakan BAP terkait penyerahan uang ke beberapa pihak lain, di antaranya istri-istri pejabat, termasuk baju renang hingga susu anak.
"Selain itu, dalam BAP setiap Lebaran saya berikan Rp 25 juta 2016, Rp 100 juta 2017 kepada Endah, Ibu Bupati. Rp 50 juta, Rp 100 juta kepada istri Wakil Bupati Dayu, Rp 30 juta-Rp 50 juta 2016, 2017 istri Sekda. Uang itu sumber dari siapa?" tanya JPU.
"Pak Syahbudin. Saya hanya disuruh mengantarkan. Kalau gaji dan tunjangan murni buat saya. Ini di luar gaji. Dan uang itu saya gak tahu dari siapa. Gak pernah disampaikan. Asumsi saya dari rekanan," tandas Rina.
Jaringan Terhambat
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang beberapa kali terpaksa menskorsing jalannya sidang perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara, Kamis (2/4/2020).
Sidang digelar secara online melalui video conference.
Skorsing lantaran jaringan internet yang terhubung dengan terdakwa acapkali terputus.
"Yang Mulia, kami dari Rutan Way Huwi tak mendengar keterangan saksi, Yang Mulia," kata terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara.
Ketua majelis hakim Efiyanto pun memangil teknisi untuk memperbaiki jaringan internet.
"Baiklah, sidang kita skors dulu. Jaringan terputus," kata Efiyanto.
Sidang online tersebut diikuti terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara yang didampingi kuasa hukum Firdaus Barus.
Lalu saksi Candra Safari dan saksi Hendra Wijaya Saleh di Rutan Way Huwi.
Kemudian terdakwa Wan Hendri dan Syahbudin dari Lapas Rajabasa.
Sri Widodo ODP
Sementara mantan Wakil Bupati Lampung Utara Sri Widodo tidak hadir dalam persidangan sebagai saksi.
Usut punya usut, ternyata Sri Widodo menjadi tim medis penanganan wabah Covid-19 di Pemalang.
Adapun tujuh saksi yang hadir adalah Hendra Wijaya Saleh (wiraswasta), Candra Safari (wiraswasta), Susanti (wiraswasta), Rina Febrina (dekan Fakultas Teknik Universitas Malahayati), Reza Giovana (mahasiswa Teknik Sipil Universitas Malahayati), Evan Dwi Kurniawan (asisten dosen Teknik Sipil Universitas Malahayati), dan Juliansyah Imran (mantan Kasi Sarana dan Prasarana Dinas Kesehatan Lampung Utara).
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi mengatakan, Sri Widodo mengajukan surat izin untuk tidak hadir.
"Satu saksi sakit. Pak Sri Widodo ada keterangannya karena dia juga dokter sehingga masuk tim Satgas Penanganan Covid di Pemalang dan masuk daftar ODP. Kemungkinan berisiko, makanya beliau tidak bisa hadir," terangnya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)