Itjen Diperintah Langsung Menteri Yasonna Selidiki Dugaan Pungli Asimilasi di Lampung

Tim Inspektorat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyelidiki kasus dugaan praktik pungli dalam program asimilasi di Lampung.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
tribunlampung.co.id/dodi kurniawan
Ilustrasi - Tim Inspektorat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyelidiki kasus dugaan praktik pungli dalam program asimilasi di Lampung. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tim Inspektorat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyelidiki kasus dugaan praktik pungli dalam program asimilasi di Lampung.

Inspektur Wilayah II Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Tholib mengatakan, pihaknya turun ke Lampung atas perintah langsung dari Menkumham Yasonna H Laoly.

"Karena sudah rame, kami turun tangan untuk menelusuri kebenaran dan kami butuh informasi dari media," sebut Tholib, Kamis (16/4/2020).

Tholib menuturkan, pihaknya baru mengetahui adanya dugaan penyimpangan atas program asimilasi dalam penanggulangan penyebaran Covid-19 dari media.

Cerita Napi di Lampung Rogoh Kocek Rp 10 Juta untuk Bebas Lewat Asimilasi

Napi Lampung Mengaku Bayar Rp 10 Juta Ikut Asimilasi, Menteri Yasonna: Terbukti Pungli Saya Pecat

Bupati Agung Keberatan Disebut Minta Uang ke SKPD untuk Umrah

Polisi Ringkus Empat Tersangka Pemerkosaan di Jati Agung Lamsel

"Justru kalau kita gak dapat informasi dari temen-temen (media), kami gak tahu," sebutnya.

Tholib mengaku sudah melakukan penyelidikan ke beberapa rutan dan lapas di Lampung.

"Kami sampling saja. Kalau semua, gak mungkin karena yang keluar (bebas) seribu (napi). Saat ini masih mencari informasi rutan, lapas di Bandar Lampung," sebutnya.

Menurut Tholib, pihaknya masih kesulitan mengungkap kasus ini lantaran tidak ada keterbukaan satu sama lainnya.

"Kami perlu yang bersangkutan agar kami tahu kebenarannya. Kami tetap melindungi informan," sebutnya.

Tholib menegaskan, pihaknya akan menindak tegas oknum yang terlibat dalam praktik pungli.

"Kami tidak main-main. Akan kami tindak tegas," tandasnya.

Yasonna Ancam Pecat Oknum

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan akan pecat oknum petugas yang terbukti melakukan pungutan liar atau Pungli, dalam program pemberian asimilasi dan hak integrasi untuk pencegahan penularan Covid-19.

Yasonna mengatakan, pengeluaran narapidana asimilasi dan integrasi tidak boleh dipersulit serta tak boleh ada Pungli karena prosesnya gratis.

"Instruksi saya jelas, terbukti Pungli saya pecat. Instruksi ini sudah saya sampaikan secara langsung lewat video conference kepada seluruh kakanwil, kadivpas, kalapas, dan karutan," kata Yasonna Laoly dalam siaran pers, Kamis (16/4/2020).

Hal itu disampaikan Yasonna menyusul adanya dugaan Pungli, kepada narapidana yang menjalani asimilasi dan integrasi.

Yasonna menyebut, Kemenkumham sudah melakukan investigasi dan menerjunkan tim ke daerah untuk menelusuri dugaan Pungli tersebut.

Ia pun meminta masyarakat berani melaporkan oknum nakal tersebut kepadanya melalui berbagai saluran yang tersedia.

Yasonna menjamin data pelapor akan dirahasiakan.

"Namun, investigasi belum menemukan adanya Pungli. Kalau ada yang tahu, tolong laporkan."

"Supaya mudah, silakan sampaikan lewat pesan di Instagram dan Facebook fan page saya," ujar Yasonna.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah mengeluarkan dan membebaskan sedikitnya 35.000 narapidana dan anak-anak dari tahanan dalam rangka mencegah penyebaran virus corona atau penyakit Covid-19.

Salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan itu adalah tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara sehingga rentan terhadap penyebaran virus Corona.

"Ini karena alasan kemanusiaan karena kondisi di dalam lapas dan rutan sudah sangat kelebihan kapasitas dan kondisi di dalam lapas akan sangat mengerikan jika tidak melakukan pencegahan penyebaran Covid-19," kata Yasonna.

Dugaan Pungli di Lampung

Di Lampung, sejumlah warga binaan mengaku dimintai uang oleh oknum petugas untuk bisa mengikuti program asimilasi.

Tak tanggung-tanggung, dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi tersebut sampai Rp 10 juta per orang.

Program asimilasi merupakan sebuah proses pembinaan narapidana atau warga binaan yang lakukan dengan membuat narapidana membaur dalam kehidupan masyarakat.

Oknum tak bertanggung jawab diduga memanfaatkan program asimilasi warga binaan melalui pungutan liar.

Ada warga binaan atau narapidana yang ikut program tersebut dimintai uang sejumlah Rp 5 juta-Rp 10 juta.

R, warga binaan yang ikut program asimilasi mengatakan, harus membayar Rp 10 juta.

"Waktu ikut program asimilasi bayar Rp 10 juta."

"Ya, mau gimana lagi saya ingin keluar (penjara)," kata mantan narapidana yang tersandung perkara narkoba ini, Minggu (12/4/2020).

Ia mengaku, telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman di salah satu rumah tahanan di wilayah Lampung.

"Sudah dua per tiga, inkrah hukuman 4 tahun 6 bulan," ucap R.

Terkait cara mendapatkan kesempatan asimilasi, R mengaku awalnya para tahanan pendamping masuk ke dalam blok rumah tahanan.

"Didata dengan setorin nama."

"Saat didata ini sambil dibilangin buat nyiapin uang 5 juta sampai 10 juta," tuturnya.

R menambahkan, para Narapidana kemudian dipanggil satu persatu oleh oknum petugas rumah tahanan.

"Dikasih tahu, bahasanya ini kami usahakan kalian pulang dengan membuat pernyataan."

"Kalau di ACC Jakarta kalian keluar," bebernya.

Ia sempat bimbang atas tawaran itu lantaran harus menyiapkan sejumlah uang.

"Lalu akhirnya saya hubungi keluarga, keluarga kaget, sempat marah, padahal gak pegang duit," bebernya.

Meski keberatan, R mengaku pihak keluarga mentransfer uang Rp 10 juta.

"Sebagian uang itu saya pinjam ke rentenir, mau gak mau, karena saya kloter pertama."

"Kalau kloter kedua kena Rp 5 juta, tapi saya dengar ada di blok lainnya Rp 20 juta," tandasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh M Narapidana lainnya program asimilasi.

Awalnya ia diminta uang sebesar Rp 10 juta.

"Tapi saya gak sanggup akhirnya digantung," tutur pria yang juga tersangkut masalah narkoba ini.

Namun setelah beberapa kali mediasi, M mengaku membayar uang sebesar Rp 5 juta.

"Baru saya keluar tapi gak hari pertama, di akhir-akhir," tandasnya.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Lampung Nofli, saat dikonfirmasi mengatakan, program asimilasi gratis.

Disinggung ada laporan masuk atau tidak terkait dugaan pungli ia, memastikan belum ada.

"Sudah saya sampaikan jangan mengambil keuntungan di sini (program asimilasi)."

"Bebaskan saja (narapidana) ini, kalau ketahuan (pungli) jelas kami sanksi tegas," tegas Nofli.

Nofli mengatakan, para narapidana yang dibebaskan melalui program asimilasi tidak diberitahukan sebelumnya.

"Jadi meraka ini tahu tahu dipanggil keluar," terangnya.

Kakanwil siapkan layanan pengaduan

Kakanwil Kemenkumham Lampung Nofli meminta kerja sama terhadap para keluarga ataupun Narapidana yang merasa keberatan adanya dugaan Pungli terkait program asimilasi.

Pihaknya memiliki layanan pengaduan.

Nomor layanan pengaduan via WhatsApp yakni 0811-159-9369, emailkanwillampung@kemenkumham.go.id atau Twitter @kumham_lampung dan Instagram @kumhamlampung.

"Silahkan mengadu di situ sebutkan nama, pasti kami rahasiakan."

"Kalau gak ada laporannya bagaimana kami menindaklanjuti."

"Kalau katanya-katanya, bisa juga fitnah yang gak suka sama pegawai di dalamnya," tegasnya.

Untuk itu, Nofli juga meminta warga binaan yang memang harus membayar sejumlah uang demi ikut program asimilasi untuk menyebutkan nama oknum lapas yang terlibat.

“Nanti kami tindaklanjuti. Kami tidak biarkan itu," tandas Nofli.

Pengakuan napi asimilasi di Jakarta

Menurut seorang Napi berinial A (37), dirinya diminta uang Rp 5 juta oleh oknum petugas demi bisa dapat tiket asimilasi.

"Kalau enggak bayar enggak bakalan keluarlah."

"Istilahnya ini 'tiket' makanya harganya lumayan."

"Dikasihnya lewat Napi lain sih, kepercayaan petugas lah," kata A saat ditemui di Jakarta Timur, Selasa (14/4/2020) dikutip TribunnewsBogor.com dari Tribun Jakarta.

Menurutnya bukan hanya dia seorang yang ditawari bebas dengan persyaratan menyetorkan uang.

Ilustrasi sel tahanan (rjrnewsonline)
Sejumlah Narapidana lain yang secara persyaratan sudah memenuhi syarat dapat asimilasi pun ditawari bila ingin bebas.

"Saya minta ke keluarga di luar biar kirim uangnya."

"Kalau uangnya sudah masuk baru kita dipanggil untuk proses pembebasan," ujar A yang dipenjara karena kasus penganiayaan.

Narapidana Lapas Cipinang lainnya, S (41) juga mengaku dimintai uang agar dapat menjalani sisa masa tahanannya bersama keluarga.

S menuturkan para Narapidana yang 'ditarik' uang demi dapat asimilasi tidak keberatan karena mereka dapat bebas meski rutin wajib lapor.

Berada di rumah dengan keluarga lebih baik ketimbang di penjara karena harus mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan.

"Itu juga sempat saya tawar. Awalnya diminta Rp7 juta, cuma karena saya sanggupnya Rp 5 juta dikasih."

"Saya mikir di dalam lebih lama malah habis duit banyak, kan di dalam juga keluar uang," tutur S.

Sebelumnya, Plt Dirjen PAS Kemenkum HAM Nugroho mengaku sudah mendengar adanya oknum petugas yang meminta uang imbalan ke Narapidana dalam program asimilasi.

Pihaknya pun sudah membentuk tim guna menyelidiki kasus tersebut.

Bila terbukti, pihaknya tak segan mencopot oknum petugas tersebut.

Ini sesuai instruksi Menkumham Yasonna Laoly yang meneken Permenkumham Nomor 10 tahun 2020 tentang pemberian asimilasi dan hak integrasi dalam rangka pencegahan Covid-19.

"Bila perlu Kakanwilnya, Kadivpasnya, dan apa yang terlibat copot saja sudah. Pak Menteri sudah bilang gitu," kata Nugroho.

(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa/Kompas.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved