Berita Nasional
Kisah Pak Guru Mengajar dari Rumah ke Rumah Saat Corona di Indonesia, Para Siswanya Tak Punya Ponsel
Seorang guru tempuh jarak hingga 20 kilometer (km) untuk mendatangi rumah siswanya satu per satu selama masa belajar dari rumah.
Kala itu, Avan menyadari bahwa tak semua orangtua siswa memiliki kemampuan ekonomi yang baik untuk menyediakan fasilitas belajar online dari rumah.
Awalnya, ia berpikir, situasi ini tak akan berlangsung lama.
"Ternyata diperpanjang, diperpanjang. Terus gimana dengan tugas itu? Gimana dengan mereka? Karena teman-teman (guru) yang lain, rata-rata yang mengajar di kota itu bisa berkomunikasi melalui gadget, bisa melalui video conference, dan lain-lain," ujar Avan.
"Untuk siswa saya, ini tidak mungkin dilakukan, saya bisanya telepon. Bahkan telepon anak-anak itu kan orangtuanya yang punya (handphone)."
"Kadang pernah telepon dan tidak diangkat, karena orangtuanya sedang kerja di luar," lanjut dia.
Kondisi ini akhirnya membuat Avan harus melakukan kegiatan mengajar keliling dari satu rumah siswa ke rumah siswa lainnya.
Ia ingin memastikan anak-anak didiknya tetap menerima pelajaran baik akademik maupun non-akademik, meskipun mereka tidak pergi ke sekolah.
Menempuh jarak 20 kilometer
Meski bertanggung jawab mengampu siswa kelas VI, Avan juga keliling mengajar siswa kelas IV dan V karena rumah para siswa ini berdekatan, paling jauh berjarak 1,5 kilometer.
Dengan menggunakan sepeda motor dan dana pribadinya, Avan berangkat dari kediamannya di Dusun Toros, Desa Babbalan, Kecamatan Batuan, menempuh jarak sekitar 20 km untuk menjangkau rumah siswanya.
Ia memulai kegiatan ini sejak 3 pekan yang lalu, pagi hingga siang hari, 3 kali dalam satu minggu.
"Saya (guru) kelas 6, cuma ketika ke (rumah) siswa itu kadang siswa-siswa yang terdekat, baik kelas 5, kelas 4, kelas lain, saya datangi juga, karena siswa saya juga sedikit di sekolah."
"Makanya, saya juga datangi yang lain-lain biar sama-sama ikut belajar," jelas Avan.
Tak semua rumah siswa bisa ia jangkau dengan kendaraan bermotor, ada juga rumah siswa yang hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki.
Apalagi ketika hujan turun.
"Ya, karena kalau hujan itu selain becek, juga licin. Saya pernah agak hampir terjatuh, tapi alhamdulillah selamat," cerita Avan.
Untuk memastikan siswanya ada di rumah, Avan selalu berpesan agar mereka tidak pergi ke mana-mana dan tetap tinggal di rumah karena ia akan datang.
"Tapi kadang saya (mengatakan) tidak harus hari Senin, tidak harus hari Rabu, bisa saja langsung besok, lusa (saya datang)."
"Tujuan saya enggak memberi tahu seperti itu, biar mereka tidak main ke mana-mana, maksudnya biar belajar di rumah saja," kata Avan.
"Saya juga ke orangtuanya menyampaikan seperti itu. Jadi minta tolong biar anak-anak tidak ke mana-mana, di rumah saja, jangan ke rumah temannya juga. 'Saya akan ke sini, tapi jangan diberi tahu kapannya. Nanti saya akan datang saja'," lanjut dia.
Respons wali murid dan sekolah
Avan mengaku hal yang ia lakukan mendapatkan dukungan dari pihak sekolah, meskipun memang dukungan itu tidak disampaikan dalam bentuk pendanaan.
"Sepertinya ini belum diatur juga ya, tidak ada aturan yang jelas penggunaan alokasi BOS itu untuk kegiatan seperti ini."
"Saya belum tahu itu, dan saya memang tidak meminta lah, dianggap ini kan bagian dari tugas saya," ujar Avan.
Sesekali, kepala sekolah di tempat Avan mengajar pernah ikut bersamanya mendatangi rumah salah satu siswa.
Kepala sekolah pun mendukung Avan untuk tetap meneruskan kegiatan ini.
"Ya betul (kepala sekolah mengijinkan), ya men-support Beliau," kata dia.
Sementara, orangtua siswa merasa senang, karena mereka merasa lebih tenang meninggalkan anaknya di rumah ketika harus pergi bekerja ke sawah atau ladang.
"Kan gini, orangtuanya itu malah mikirnya 'Aduh Alhamdulillah, untung Bapak ke sini, jadi anak-anak juga belajarnya bisa terpantau. Kebetulan kan kerjanya ke ladang, ke sawah, jadi saya agak tenang lah berangkat kerja, malah setiap hari juga enggak apa-apa, Pak' gitu," kata Avan menirukan pernyataan para orangtua siswa.
Avan juga tak hanya mengajarkan materi-materi yang bersifat akademis.
Ia juga menyampaikan hal-hal yang sifatnya kontekstual seperti membantu orangtua, menjaga kesehatan, memperkenalkan apa itu Covid-19, dan mengingatkan anak-anak untuk senantiasa beribadah.
"Kalau saya ke sana itu pertama tanya tentang kegiatan keseharian."
"Jadi saya kan tahu sekarang tuntutan kurikulum tidak harus tercapai. Jadi tidak harus membebani siswa-siswa, tuntutan kurikulum harus tuntas, itu enggak."
"Di samping itu, saya juga meminta mereka, biasa lah namanya juga guru, mengingatkan, jangan lupa shalat, ngajinya," jelas Avan.
"Misal pengetahuan soal Covid-19 ini, jadi saya juga bicara tentang itu. Yang pertama biar mereka tidak panik."
"Mungkin mereka tidak tahu ya apa itu corona, jadi saya sedikit berikan gambaran, tapi tidak terlalu detail."
"Yang penting mereka tahu sederhananya begini, terus bagaimana pencegahannya."
"Cuci tangan yang baik, jaga kesehatan, jaga jarak," sambung dia.
Dokumentasi kegiatan mengajar yang dilakukannya, kata Avan, bagian dari kewajibannya untuk melaporkan secara administratif kepada pihak sekolah dan dinas pendidikan.
Tak punya pilihan lain
Avan menyadari bahwa keputusannya untuk mengajar siswa dari rumah ke rumah pada masa pandemi corona di Indonesia tak sesuai dengan imbauan pemerintah.
Akan tetapi, ia mengaku tak punya pilihan lain atas kondisi riil yang dihadapi siswanya.
"Di satu sisi saya memang paham, bahwa saat ini tidak boleh keluyuran, tidak boleh ke mana-mana."
"Tapi memang Alhamdulillah di daerah saya itu masih zona hijau, itu yang pertama."
"Karena masih zona hijau, saya merasa Insya Allah semoga aman saya jalan," kata Avan.
Selain wilayahnya masih termasuk zona hijau, dukungan dari keluarga juga membuatnya semakin yakin menjalankan kewajibannya sebagai seorang guru dengan kondisi siswa yang terbatas fasilitas.
"Kalau keluarga saya malah men-support. Jadi kan saya diskusi juga, ini gimana kalau seperti ini."
"Saya sampaikan, niatkan. Ya Alhamdulillah keluarga support," ujar dia.
Avan kini telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan telah mengajar di SDN Batuputih Laok 3 sejak 2015.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Pak Guru Avan, Mengajar dari Rumah ke Rumah karena Siswa Tak Punya Ponsel.
Pak guru Avan Fathurrahman datangi rumah siswanya satu per satu di Sumenep, Madura, selama masa corona di Indonesia. (Kompas.com)