Tribun Bandar Lampung

Keramba Diduga Tercemar Limbah, Nelayan Jual Lobster Cuma Rp 40 Ribu per Kg

Puluhan keramba apung milik kelompok nelayan di Pulau Pasaran, Telukbetung Barat, Bandar Lampung, diduga tercemar limbah.

Penulis: joeviter muhammad | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id/Joviter Muhammad
Ikan-ikan milik nelayan Pulau Pasaran mati mendadak, Jumat (1/5/2020). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Puluhan keramba apung milik kelompok nelayan di Pulau Pasaran, Telukbetung Barat, Bandar Lampung, diduga tercemar limbah.

Limbah yang diperkirakan berasal dari perairan teluk ini menyebabkan sebagian besar ikan jenis bawal, kakap, dan kerapu di dalam keramba mati.

Imbasnya, para nelayan ini mengalami kerugian mencapai puluhan juta.

"Bingung mau gimana lagi. Dijual juga gak bakal laku, terpaksa kami buang," ujar Said, nelayan Pulau Pasaran, Jumat (5/1/2020).

Ribuan Ikan Mati Diduga karena Gas Beracun, Petambak di Lampung Utara Rugi Miliaran Rupiah

Tahun Depan Pemkot Bandar Lampung Lebarkan Jembatan Pulau Pasaran hingga 4 Meter

UPDATE Corona di Lampung 1 Mei 2020, Positif Covid-19 Tembus 50 Pasien

Kapolri Jenderal Idham Azis Mutasi Besar-besaran, Dirreskrimum Polda Lampung ke Bareskrim

Said mengatakan, tak mengetahui dari mana limbah tersebut datang.

Namun yang jelas, kata Said, sejak hari Senin (27/4/2020) lalu, air laut tempat budi daya ikan dan lobster ini terkontaminasi cairan pekat dan berbau asam.

Ia menjelaskan, air laut berubah menjadi kemerahan.

Kandungan zat yang larut dari limbah inilah yang diyakini kuat menjadi penyebab ikan dalam keramba mati.

"Puncaknya malam Kamis kemarin, ikan tiba-tiba mati dan mengapung. Terpaksa kami buang karena tidak ada nilai jualnya lagi," jelasnya.

Seharusnya, kata Said, dua bulan lagi keramba yang ia kelola bersama nelayan lainnya ini bakal memasuki masa panen.

"Di kelompok nelayan saya saja ada 10 keramba, belum lagi kelompok lain dan keramba mandiri," katanya.

Selain keramba ikan, kolam buatan tempat mengembangbiakan lobster ikut terkena dampak.

Said berupaya menyelamatkan lobster yang belum mati terkena limbah, untuk dijual dengan harga murah.

Jika biasanya lobster dihargai Rp 400 ribu per kg, saat ini hanya Rp 40 ribu.

"Ukurannya masih kecil-kecil, belum waktunya panen. Daripada merugi, lebih baik segera saya jual," katanya.

Ia menambahkan, kejadian serupa pernah terjadi 3 tahun silam.

Berdasarkan hasil penelitian LIPI, limbah tersebut berasal dari industri pabrik yang bermuara ke Pulau Pasaran.

Namun karena limbah yang masih belum diketahui dengan jelas asal muasalnya membuat mereka jengkel dan menyerah dengan keadaan.

"Kami tidak mau menduga-duga. Tapi kalau dilihat mirip dengan yang terjadi beberapa tahun lalu," katanya.

Hal serupa juga dirasakan nelayan keramba lainnya.

Ashari mengaku terpaksa membuang semua ikan yang telanjur mati.

Ikan bawal, kakap, dan kerapu yang ada di dalam keramba mati.

"Ada yang kami olah jadi ikan asin. Tapi kebanyakan ikannya sudah busuk mengapung, ya terpaksa kami buang," jelasnya.

Ashari dan para nelayan lainnya berharap pemerintah segera turun tangan.

Paling tidak diketahui penyebab matinya ikan secara mendadak tersebut.

(Tribunlampung.co.id/Muhammad Joviter) 

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved