Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
BREAKING NEWS 1 Saksi Tak Hadiri Sidang Suap Fee Proyek Lampura, Majelis Hakim Minta Bacakan BAP
Dalam persidangan teleconference suap fee proyek Lampung Utara, Rabu (20/5/2020), hanya dua saksi yang akan hadir.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tak hadir dalam persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang minta JPU KPK bacakan BAP saksi.
Dalam persidangan teleconference suap fee proyek Lampung Utara, Rabu (20/5/2020), hanya dua saksi yang akan hadir dalam persidangan online.
Sebelumnya JPU KPK mengagendakan akan menghadirkan tiga orang saksi yakni Dicky F.S., Andi Krisna dan terdakwa Syahbudin.
Saat sebelum persidangan dimulai, JPU KPK Taufiq Ibnugroho menyampaikan jika saksi Andi Krisna tidak bisa hadir dalam persidangan lantaran sakit.
aufiq pun melampirkan surat keterangan sakit saksi disertai surat keterangan rawat inap.
• Selesai Hadir Sebagai Saksi, Wan Hendri Disidang Lagi Sebagai Terdakwa Kasus Suap Fee Proyek
• Kadisdag Lampura Setor Fee Rp 1,3 Miliar Selama Tahun 2018-2019
• Jasa Penukaran Uang di Bandar Lampung Lesu, Penyedia Jasa Gigit Jari Keuntungan Tak Sesuai Harapan
• 529 Kasus DBD di Bandar Lampung sejak Awal 2020
Atas perihal tersebut, Ketua Majelis Hakim Efiyanto menyampaikan agar JPU membacakan BAP terdakwa dan meminta keterangan saksi Dicky F.S.
Efiyanto pun meminta persetujuan Penasihat Hukum para terdakwa.
"Dalam hal ini kami serahkan ke yang mulia apakah di bacakan karena tidak ada sumpah, dan kami tindak keberatan kami serahkan ke yang mulia," kata Penasihat Hukum AIM, Sopian Sitepu.
Pernyataan ini pun selanjutnya diamini oleh Penasehat Hukum Raden Syahril, Sukriadi dan Penasihat Hukum Syahbudin Fahrozi.
"Baik kita lanjutkan persidangan, dengan meminta keterangan saksi Dicky dan menbacakan keterangan saksi Andi Krisna setelah ini," tandasnya.
3 Kali Terima Aliran Uang Fee Proyek, Eks Ketua DPRD Lampura: Saya Ngga Tahu!
Mantan Ketua DPRD Lampung Utara Rahmat Hartono, terungkap pernah 3 kali menerima aliran uang fee proyek dari eks Kadis PUPR Lampura, Syahbudin.
Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Rabu (13/5/2020).
Dalam catatan dari JPU KPK, pada Tahun 2016 Syahbudin 2 kali menyerahkan uang sebesar Rp 150 juta dan Rp 90 juta.
Kemudian, pada Tahun 2017 Syahbudin kembali menyerahkan uang Rp 90 juta ke Hartono.
Namun semuanya dibantah oleh Rahmat Hartono.
"Jadi anda tetap pada keterangan anda terkait APBD?" sahut Ketua Majelis Hakim Efiyanto, Rabu (13/5/2020).
"Tetap, bahwa saya gak tahu," tegas Hartono.
Bantah Dianggap Berbohong
Terus bantah semua keterangan para saksi lainnya, Majelis Hakim nilai keterangan Rahmat Hartono bohong.
Mantan Ketua DPRD Lampung Utara dianggap memberi keterangan palsu dalam persidangan teleconference suap fee proyek Lampung Utara, Rabu (13/5/2020).
Dalam kesaksiannya, Rahmat Hatono membantah adanya permintaan uang dari DPRD Lampung Utara kepada pemerintah kabupaten sebesar Rp 5 miliar untuk pengesahan APBD 2015.
"Benar tidak pernah? Jika ada penyampaian apbd 2015 ada permintaan lima miliar, Rp 1 miliar untuk ketua Gerinda Rp 1 miliar PDIP, Rp 1 miliar untuk Demokrat dan selebihnya anggota DPRD, anda sudah disumpah," kata JPU Taufiq Ibnugroho.
Disinggung adanya komunikasi dengan Desyadi kepala BPKAD bersama wakil ketua III DPRD Lampura Arnol, lagi-lagi Rahmat membantahnya dan tidak pernah ada pertemuan.
"Saksi Desyadi pernah menyampaikan intinya alokasi proyek oleh perusahan yang terafiliasi dengan DPRD untuk APBD 2016, intinya kalau APBD ini pengen lancar maka meminta proyek Rp 30 miliar," jelas JPU.
"Saya minta kejujuran anda karena Desyadi sudah menjelaskan bahwa ada permintaan 30 miliar, dan itu anda yang menyampaikan," gertak JPU.
"Semua itu hanya omongannya dan gak mungkin kepala daerah mau, mau disahkan atau gak November kalau gak disahkan gak dapat gaji DPR-nya," jawab Hartono.
"Ini saksi Desyadi sudah disumpah," sahut JPU.
"Saya juga sudah disumpah, saya gak pernah hubungi Desyadi, ngapain kalau pengen enak ya saya langsung ke Bupati enak, tapi saya gak mau," jawab Hartono dengan nada tinggi.
Hartono pun membantah adanya sejumlah aliran uang dari Syahbudin yang diberikan kepadanya dari tahun 2016 hingga 2017.
"Anda pernah menjadi DPO tersangka perkara korupsi tapi ditingkat pra peradilan menang, gak mungkin kamu berhenti begitu saja, jangan bohong," timpal Efiyanto.
Dari hasil penelusuran Tribun, Hartono selaku ketua DPRD tersandung dugaan kasus perkara korupsi pembangunan pelebaran dua jalur Jalan Jendral Sudirman, Kecamatan Kotabumi tahun anggaran 2012.
Hartono pun sempat menjadi DPO dan akhirnya ditangkap di TMII Jakarta 23 April 2015 dengan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kajari Kotabumi No: Print-01/N.8.13/Fd.1/01/2014 tanggal 9 Januari 2014.
Petani Dapat Jatah Proyek
Bermodal jadi relawan pemenangan, petani asal Sungkai Selatan main proyek selama tiga tahun.
Muhammad Tabroni dalam kesaksiannya di sidang teleconference suap fee proyek Lampung Utara, Rabu (13/5/2020) menegaskan bahwa ia bukanlah seorang kontraktor.
"Pekerjaan sehari hari saya tani, dan saya pernah jadi relawan pemenangan (Bupati) hanya dilingkungan saya Sungkai Selatan," ujarnya.
Disinggung oleh JPU nama Taufik Hidayat, Tobroni mengatakan jika Taufiq dikenal sebagai tim sukses Agung Ilmu Mangkunegara yang terus menempel.
"Pernah dapat pekerjaan?" sahut JPU Ikhsan Fernandi.
"Pernah Tahun 2015, kata Taufik, om ada CV, ini ada proyek silahkan belajar dulu, dia menawarkan katanya suruh pelajari dulu. Dia menawarkan pada saya sendiri," jawab Tobroni.
Tobroni pun mengaku mendapat arahan dari Taufik jika pekerjaan tersebut bisa ditebus setelah menyetorkan uang sebesar 20 persen dari nilai pagu pekerjaan kepada Kepala PUPR.
"Kata Taufik disetorin ke Kepala PU saya setuju dan saya kasih, terus yang ngerjain teman saya Hendri Karnovi, untungnya bagi dua," bebernya.
Kata Tobroni, tahun 2015 ia mendapatkan pekerjaan senilai Rp 200 juta dengan fee Rp 40 juta.
Tahun 2016, paket pekerjaan senilai Rp 700 juta dengan setor fee Rp 120 juta.
"Tahun 2018 saya gak ada lagi proyek, karena 2017 macet maka saya kapok dan itu baru dibayarkan 2018, maka dari situ gak mau lagi," tandasnya.
Tak Tahu Ploting Proyek
Ngaku darahnya mengalir ditubuh Agung Ilmu Mangkunegara, Ketua Tim Sukses Pemenangan Agung tak tahu menahu soal ploting proyek.
Dalam kesaksiannya, M Yamin Tohir pensiunan PNS Lampura mengaku sangat dekat dengan Agung Ilmu Mangkunegara.
"Darah saya mengalir di Agung, adik saya ibunya Agung," tegasnya Yamin dalam persidangan teleconference suap fee proyek Lampung Utara, Rabu (13/5/2020).
Yamin pun mengaku sebagai ketua tim sukses pemenangan dalam pemilihan Bupati Agung Ilmu Mangkunegara.
"Ada tim relawan dan tim sukses, kalau saya koordinator tim sukses, kalau relawan berdiri sendiri," ungkapnya, Rabu (13/5/2020)
JPU Ikhsan Fernandi kemudian menanyakan terkait jatah pekerjaan termasuk fee proyek untuk para relawan dan tim sukses, namun Yamin mengaku tak tahu menahu.
"Saya gak tahu saya gak mau ambil pusing karena saya sudah tua dan kalau ada yang gangu Agung saya turun," jelasnya.
"Maksudnya?" tanya JPU.
"Ya kalau mau demo sekiranya bisa diredam redam kalau enggak silahkan tapi tetap dipantau," terangnya.
JPU pun menanyakan terkait arahan Taufik dan Syahbudin terkait pekerjaan untuk tim sukses, tapi lagi lagi Yamin mengaku tak tahu.
"Kalau Tohir Hasim sekertaris tim pemenangan katanya dapat pekerjaan tapi kecil kecilan, dia bilang seperti itu dan saya gak nanya lebih jauh saya gak mau pusing setahu saya itu," tandasnya.
Hakim Bingung
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang teleconference suap fee proyek Lampung Utara, Rabu (13/5/2020).
Adapun agenda sidang hari ini akan meminta keterangan saksi untuk terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara, Raden Syahril, dan Syahbudin.
JPU Ikhsan Fernandi menyampaikan saksi yang dihadirkan ada empat orang dan semuanya telah hadir.
"M Yamin Tohir (pensiunan PNS Lampura), Muhammad Tabroni (Swasta), (Mantan Ketua DPRD Lampung Utara) Rachmat Hartono, (Kasubid Pembukuan BPKA) Wahyu Buntor," kata JPU.
Namun sebelum diambil sumpah, Ketua Majelis Hakim Efiyanto meminta pertimbangan ke JPU lantaran ada saksi yang selalu hadir dari awal sampai persidangan.
"Ada saksi yang selalu hadir dan dari awal sampai akhir pasti hadir. JPU saya minta masukannya," kata Efiyanto.
JPU pun mengusulkan tetap memintai keterangan terhadap saksi M Yamin Tohir meskipun sering hadir dalam persidangan.
"Pertama masalah kehadiran kami serahakan keputusan ke majelis, karena saksi merupakan paman kami berikan yang bersangkutan," sahut Penasihat Hukum Agung Ilmu Mangkunegara, Sopian Sitepu.
Majelis Hakim pun akhirnya sepakat untuk memintai keterangan M Yamin Tohir namun saksi tidak bersedia jika menjadi saksi terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)