Tribun Bandar Lampung
Kisah Pembatik Khas Lampung Bertahan di Tengah Pandemi, Batasi Produksi Agar Karyawan Tetap Bekerja
Selama 3 bulan pertama, dimana wabah corona mulai merebak tak ada pesanan dari para pelanggan.
Penulis: joeviter muhammad | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sempat terpukul sebagai dampak dari penyebaran wabah covid-19.
Hampir 3 bulan lamanya, usaha perajin batik siger tak menerima pesanan.
Hal ini membuat pemilik usaha Batik Siger, Laila Al Khusna di Kemiling Bandar Lampung terpaksa memutar otak.
Hasilnya, usaha yang ia rintis sejak tahun 2008 silam ini tetap eksis hingga saat ini.
Memasuki adaptasi kebiasaan baru atau new normal, wanita yang akrab disapa Una ini yakin usaha yang memperkerjakan 30 orang karyawan bangkit kembali.
"Selama pandemi usaha Batik sangat jatuh, baru satu minggu ini mulai produksi lagi," ungkap Una, Kamis (2/7/2020).
• Kisah Keluarga di Lampung Sembuh Covid-19, Berharap Tidak Dikucilkan Masyarakat
• Bupati Agung Minta Ditahan di Lampung, Begini Kata Hakim
• Pengedar dan Kurir Sabu 41 Kg di Lampung Terancam Hukuman Mati
Una mengatakan, rumah produksi sekaligus tempat pelatihan batik tulis ini sangat bergantung dengan pesanan pelanggan.
Ia menyebut selama 3 bulan pertama, dimana wabah corona mulai merebak tak ada pesanan dari para pelanggan.
Padahal dibelakang usaha itu ada lebih dari 30 orang ibu-ibu menggantung kan hidupnya.
Meski tak ada pesanan, rumah produksi milik Una tetap berjalan.
Ia mengakalinya dengan cara mengalihkan dana bantuan untuk tampil fashion show di tiga negara, menjadi modal produksi.
Produksi dilakukan juga terbatas.
Bagi Una hal itu dilakukan agar para karyawan nya tetap bekerja seperti biasa.
"Asalkan menjalankan dengan sebuah usaha dengan ikhlas, InsyaAllah pasti ada saja jalannya," jelas Una.
Menurut Una ia menjalankan usaha tidak hanya sekedar mencari keuntungan semata.
Batik siger buatannya diharapkan juga dapat mempromosikan budaya lokal lampung dimata internasional.
Niat Una sudah terwujud, karena beberapa kali batik siger yang ia produksi tampil dalam acara workshops di luar Negeri.
Kini ia hanya memfokuskan bagaimana caranya agar usaha kerajinan tangan ini tetap eksis, sehingga sejumlah karyawan yang bekerja dengannya tetap memperoleh sumber pemasukan.
"Rata-rata dari kalangan ibu rumah tangga, jadi mereka bisa suport ekonomi keluarga. Ada enam orang kerja di sini itu kaum difabel yang sengaja kita latih dan alhamdulillah sekarang mereka sudah bisa bikin batik," terangnya.
Keahlian Una dalam membuat batik tulis merupakan ilmu turunan dari orang tuanya yang juga seorang pengusaha batik, di Solo.
Setelah menjajakan kaki di Sumatera, barulah Una membagikan keterampilannya tersebut.
Di pusat kursus dan pelatihan Batik siger, Una mentrasferkan keahliannya kepada warga Bandar Lampung.
Una mengaku, banyak murid atau orang yang belajar membatik dengan nya waktu dulu, kini sudah sukses menjadi pengusaha batik tulis.
"Kuncinya adalah telaten, fokus dan konsentrasi. Terus berlatih untuk mendapatkan hasil yang bagus," katanya.
Sementara salah satu karyawan yang bekerja di rumah batik siger, Tutik (35) mengatakan banyak keuntungan yang didapat selama bekerja ditempat itu.
Selain keterampilan dalam membuat batik tulis, ia juga ikut membantu menambahkan pemasukan keluarganya.
"Lumayan bisa bantu suami cari tambahan rezeki," kata Tuti.
Warga Kemiling ini bekerja sejak tahun 2012 silam.
Ia lebih bertanggung jawab di bagian pewarnaan kain.
Menurutnya, membuat sebuah kain batik dari awal hingga menjadi pakaian membutuhkan proses yang tidak cepat.
"Yang bisa nulis batik belum tentu paham pewarnaan, jadi supaya proses nya cepat harus dikerjakan yang ahli di bidang nya," kata Tuti.
Karyawan lainnya Yesi (38) menambahkan, selama pandemi kemarin, hampir 3 bulan tak ada pemasukan sama sekali.
Ia sangat bersyukur sudah sepekan terakhir ini, produksi batik siger mulai dilanjutkan.
Ia menyebut biasanya sehari rata rata ia bisa mengantongi uang Rp 50-75 ribu.
Upah ini didapat tergantung dari banyaknya jumlah pesanan konsumen.
"Kalau lagi rame sehari bisa dapat sekitar Rp 75 ribu, tapi upah ini tetap dibayar sebulan sekali," Jelas Yesi.
Yesi berharap memasuki adaptasi kebiasaan baru atau new normal, bidang UMKM dapat kembali bangkit.
"Semoga bisa berjalan normal seperti biasanya supaya banyak konsumen yang beli, dan kami bisa menjalankan produksi batik lagi," pungkasnya.(Tribunlampung.co.id/Muhammad Joviter)