Kisah Jenderal Polisi Hoegeng, Keluarkan Perabot di Rumah Dinas karena Tak Mau Terima Suap
Kapolri kelima RI, Jenderal (Purn) Polisi Hoegeng Iman Santoso tutup usia pada 14 Juli 2004. Jenderal Hoegeng dikenal sebagai tokoh antikorupsi.
Jenderal Hoegeng digambarkan begitu bersikeras untuk menuntaskan kasus-kasus itu.
Namun, dalam tulisan Asvi Warman Adam, keuletan itu membuat dia kemudian diberhentikan oleh Soeharto sebagai Kapolri.
Dalam buku Hoegeng, Polisi dan Menteri Teladan (2013) yang ditulis Suhartono, bahkan disebutkan bahwa Hoegeng sempat ingin melapor kepada Presiden Soeharto terkait penangkapan Robby Tjahyadi.
Namun, alangkah kagetnya Hoegeng saat melihat orang yang akan ditangkap itu, sudah lebih dulu berada di Jalan Cendana, kediaman Soeharto.
"Dengan segala pertimbangan, saya akhirnya balik badan dan tidak jadi melapor ke Presiden," tutur Hoegeng.
Soeharto mengganti Hoegeng dengan alasan butuh penyegaran di tubuh kepolisian.
Tetapi, fakta yang terjadi adalah Jenderal Polisi Mohamad Hasan yang ditunjuk Soeharto sebagai Kapolri saat itu berusia 53 tahun, ketika Hoegeng masih berusia 49 tahun.
Meski tidak memiliki jabatan, Hoegeng tetap menjadi figur yang dihormati masyarakat.
Dia juga kritis terhadap pemerintahan, terutama saat tergabung dalam kelompok Petisi 50.
Lalu, apa yang membuat Jenderal Hoegeng dikenal sebagai tokoh yang bersih dan antikorupsi?
Salah satunya adalah pendirian yang ditanamkan oleh ayahnya mengenai nama baik dan kehormatan: "Yang penting dalam kehidupan manusia adalah kehormatan. Jangan merusak nama baik dengan perbuatan yang mencemarkan."
Ayah Hoegeng tidak sekadar memberi nasihat, tetapi bersama para sahabat ayahnya memberi teladan.
Ayahnya seorang birokrat Belanda yang sampai akhir hayatnya tidak sempat punya tanah dan rumah pribadi.
Tak mau dikawal
Meski menjabat sebagai Kapolri ketika itu, tak lantas membuat Jenderal Hoegeng Iman Santoso hidup bermewah-mewah.