Kisah Jenderal Polisi Hoegeng, Keluarkan Perabot di Rumah Dinas karena Tak Mau Terima Suap

Kapolri kelima RI, Jenderal (Purn) Polisi Hoegeng Iman Santoso tutup usia pada 14 Juli 2004. Jenderal Hoegeng dikenal sebagai tokoh antikorupsi.

Kompas.com/Repro
Ilustrasi Hoegeng Iman Santoso bersama istri tercinta, Merry Roeslani. Kisah Jenderal Polisi Hoegeng, Keluarkan Perabot di Rumah Dinas karena Tak Mau Terima Suap. 

Hoegeng semasa menjabat Kapolri tetap menjalani hidup dengan kejujuran dan kesederhanaan yang ada padanya.

Sosok Hoegeng dikenal putranya, Aditya Soetanto Hoegeng atau Didit (70) sebagai pribadi yang sangat humoris dan membumi.

Didit menceritakan, ayahnya memiliki sebuah sepeda onthel yang kerap dipakai berolahraga bila memiliki waktu senggang.

Meski berstatus sebagai Kapolri, lanjut Didit, ayahnya akan menaiki sepeda onthel tersebut untuk bepergian seorang diri, tanpa pengawalan.

"Bahkan pernah ke rumah Pak Jenderal Yusuf, di Jalan Teuku Umar, pakai sepeda itu juga," ungkap Didit kepada Tribun di Depok, Senin (6/7/2020).

Anak dan Cucu Mantan Kapolri almarhum Jenderal Hoegeng, Aditya Hoegeng (kanan) dan Rama Hoegeng (kiri) berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews.com di Hoegeng Gallery, Depok, Jawa Barat, Senin (6/7/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Anak dan Cucu Mantan Kapolri almarhum Jenderal Hoegeng, Aditya Hoegeng (kanan) dan Rama Hoegeng (kiri) berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews.com di Hoegeng Gallery, Depok, Jawa Barat, Senin (6/7/2020). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Beliau pulangnya pakai sepeda itu juga. Memang datangnya pakai itu, baliknya pakai itu. Ke pasar rumput, ke mana saja, ke banyak tempat beliau selalu naik sepeda itu, dan tidak pernah mau dikawal," sambung Didit.

Didit menjelaskan, ayahnya semasa menjabat Kapolri tak ingin dikawal lantaran tak ingin berjarak dengan masyarakat.

"Beliau mau dekat sama masyarakat. Jangan sampai ada barrier antara beliau dengan masyarakat," ujar Didit.

Didit menambahkan, semasa ayahnya menjabat Kapolri, di rumahnya tak ada pos jaga. Tak lain karena permintaan ayahnya sendiri, Jenderal Hoegeng.

Alasannya pun sama, karena Hoegeng tak ingin ada jarak antara dirinya dan masyarakat.

"Di rumah kita dulu, begitu beliau diangkat jadi Kapolri, itu batu-bata, semen segala macam sudah datang untuk bikin pos jaga," ujar Didit.

"Beliau tidak mau, tidak ada pos jaga di rumah kita dulu, sama sekali tidak ada. Tiap orang boleh datang ke sana," sambung Didit.

Kisah Nani, Penjaga Makam Mantan Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso: Beliau Orangnya Baik

Nani Nisun penjaga makam di Tempat Pemakaman Bukan Umum (TPBU) Giri Tama, Kemang, Kabupaten Bogor, berbagi cerita merawat makam mantan Kapolri Jenderal (Purn) Drs Hoegeng Imam Santoso.

Nani Nisum menjelaskan bahwa dirinya telah dipercaya Yayasan Wredatama dan bekerja di TPBU Giri Tama sejak puluhan tahun yang lalu.

"Kalau saya bekerja sebagai penjaga makam itu dari tahun 1978. Dari tanah ini masih kosong. Saya bekerja di sini sudah lebih dari 30 tahun," ujarnya saat berbincang dengan TribunnewsBogor.com, Selasa (30/6/2020).

Lebih lanjut, Nani Nisum menceritakan pengalamannya menjaga kebersihan makam Jenderal Hoegeng yang setiap harinya ramai didatangi para peziarah.

"Saya sangat senang dipercaya untuk menjaga kebersihan makam pak Hoegeng. Beliau orang baik, keluarganya juga sangat baik kepada semua orang. Termasuk kepada saya yang bertugas menjaga makam ini," jelasnya.

Tak hanya itu, ia pun mengaku beruntung lantaran sempat bertemu langsung dengan Jenderal Hoegeng ketika masih hidup dan datang ke TPBU Giri Tama.

"Yang saya kenal, ketika beliau datang ke sini, beliau itu orangnya sangat sederhana, merakyat. Ketika itu datang kesini berdua sama istrinya," paparnya.

"Baik sekali keluarganya. Bahkan saya pernah diajak ke rumahnya di Depok, Jawa Barat," tambahnya.

Nani mengatakan bahwa keluarga Hoegeng masih rutin untuk melakukan ziarah ke mantan Kapolri tersebut.

"Kalau untuk keluarga sih masih sering berziarah. Keluarga beliau sangat ramah dan baik sekali terhadap semua orang, mungkin karena kebaikan itu orang-orang banyak yang datang untuk mendoakannya," paparnya.

"Kalau keluarganya datang untuk berziarah setiap satu bulan sekali dan setiap tanggal 14," tambahnya.

Terkait kebersihan makam, Nani mengaku rutin membersihkan makam lantaran makam Hoegeng tidak pernah sepi dari peziarah.

"Saya setiap hari rutin untuk membersihkan makam ini. Soalnya setiap hari makam almarhum pak Hoegeng selalu ada yang beriziarah jadi kebersihannya harus terjaga," tandasnya.

Diketahui, Hoegeng Iman Santoso lahir di Pekalongan, Jawa Tengah 14 Oktober 1921 dan wafat di Jakarta 14 Juli 2004 di usianya yang ke-82.

Pesan 5 Makam

Jauh sebelum dirinya berpulang menghadap sang pencipta, Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Imam Santoso telah memesan pemakaman di Taman Pemakaman Bukan Umum (TPBU) Giri Tama, Kemang, Kabupaten Bogor.

Penjaga makam TPBU Giri Tama, Nani Nisun mengatakan, ketika itu Jenderal Hoegeng dan istrinya sengaja datang ke Giri Tama yang berlokasi di Jalan PWRI Tonjong, Kemang, Kabupaten Bogor.

"Jadi beliau ketika masih hidup datang ke sini bersama ibu (istri). Beliau memesan dan membeli untuk lima makam di sini," ujar Nani Nisum dalam perbincangan khusus dengan TribunnewsBogor.com, Selasa (30/6/2020).

Nani menjelaskan bahwa lima makam yang dipesannya tersebut diperuntukkan kepada keluarganya.

"Jadi beliau datang dan membeli lima makam yang tadinya berupa tanah kosong ini untuk keluarganya. Untuk tahunnya sendiri saya kurang ingat," jelasnya.

Lebih lanjut, Nani Nisun menceritakan bahwa keluarga Jenderal Hoegeng merupakan keluarga yang baik, merakyat dan sangat sederhana.

Makam Kapolri ke-5, Jenderal Hoegeng Imam Santoso di pemakaman Giri Tama, Tonjong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.
Makam Kapolri ke-5, Jenderal Hoegeng Imam Santoso di pemakaman Giri Tama, Tonjong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. (TribunnewsBogor.com/Yudistira Wanne)

Bahkan, Nani menceritakan bahwa dirinya sering diajak pihak keluarganya untuk sekedar silaturahmi ke rumah pribadi yang berlokasi di Depok, Jawa Barat.

"Yang saya kenal, ketika beliau datang kesini, beliau itu orangnya sangat sederhana, merakyat," ungkapnya.

"Ketika itu datang ke sini berdua sama istrinya. Baik sekali keluarganya. Bahkan saya pernah diajak ke rumahnya di wilayah Depok, Jawa Barat," tambahnya.

Suasana makam

Makam Hoegeng terdapat di pemakaman TPBU Giri Tama tepatnya di Jalan PWRI, Tonjong, Kemang, Kabupaten Bogor.

Adapun luas pemakaman TPBU Giri Tama luasnya mencapai 8 Ha dan dikelola oleh Yayasan Wredatama.

Yayasan Wredatama memiliki visi yakni memberikan ketenangan dan ketentraman bagi anggota Wredatama dalam rangka mempersiapkan, merencanakan dan menetapkan tempat peristirahatan terakhir.

Sedangkan misi dari Yayasan Wredatama yaitu menyediakan lahan, taman makam yang terpelihara, dengan fasilitas yang memadai dan berfokus bagi para Wredatama, Purnawirawan beserta keluarga dan kerabatnya.

Makam Kapolri ke-5 Republik Indonesia itu sangat terurus dan terjaga dalam hal kebersihannya.

Di area makam Jenderal Hoegeng terdapat pendopo lengkap dengan kursi dan atap yang dibuat dalam bentuk bangunan permanen sehingga peziarah dapat berteduh dari panasnya matahari dan berlindung ketika hujan turun.

"Sebenarnya makam pak Hoegeng tadinya biasa saja. Tapi ketika itu Kapolri Dai Bachtiar datang ke sini menggunakan Helikopter dan meminta agar makam almarhum pak Hoegeng untuk dibuatkan pendopo," ujarnya kepada TribunnewsBogor.

"Setiap orang yang datang untuk berziarah ke makam beliau, pasti orang-orang bercerita kalau beliau adalah orang yang paling jujur," tandasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Mengenang Jenderal Hoegeng, Kapolri Jujur dan Teladan Bhayangkara.

TONTON JUGA:

Kapolri kelima RI, Jenderal (Purn) Polisi Hoegeng Iman Santoso tutup usia pada 14 Juli 2004. Hingga kini, Jenderal Hoegeng dikenal sebagai tokoh yang bersih dan antikorupsi. (Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved