Tribun Bandar Lampung

DPRD Lampung Anggarkan Rp 13 Miliar untuk Perhutanan Sosial, Petani Sebut Masih Terlalu Kecil

Ketua Komisi II DPRD Lampung Wahrul Fauzi Silalahi mendorong pelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
Dokumentasi AJI Bandar Lampung
Webinar bertajuk 'Kebijakan Pengelolaan Hutan untuk Kesejahteraan' yang digelar Rumah Kolaborasi (RuKo) bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung, Sabtu (25/7/2020). DPRD Lampung Anggarkan Rp 13 Miliar untuk Perhutanan Sosial, Petani Sebut Masih Terlalu Kecil. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Ketua Komisi II DPRD Lampung Wahrul Fauzi Silalahi mendorong pelestarian hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Hal tersebut disampaikan Wahrul dalam webinar bertajuk 'Kebijakan Pengelolaan Hutan untuk Kesejahteraan', yang digelar Rumah Kolaborasi (RuKo) bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, pada Sabtu (25/7/2020).

Selain Wahrul, webinar yang dipandu Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri itu menghadirkan satu narasumber lagi, yaitu Ahmad Erfan, petani di perhutanan sosial.

Perhutanan sosial sebagai sistem pengelolaan hutan lestari dalam kawasan hutan negara atau hutan adat berhubungan dengan keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.

TONTON JUGA:

Skema ini dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan kesejahteraan sosial dengan tetap memerhatikan kelestarian hutan.

“Pentingnya dalam skema ini, kami mendorong pelestarian hutan dan juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Jadi, ada keseimbangan antara keduanya,” kata Wahrul, melalui rilis yang diterima dari AJI Bandar Lampung, Minggu, 26 Juli 2020.

Mantan Direktur LBH Bandar Lampung itu mengatakan, pemerintah melalui skema perhutanan sosial membuka akses kepada masyarakat agar memanfaatkan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Pandemi Covid, AJI Bandar Lampung Imbau Perusahaan Media Penuhi Hak Pekerja

Prakiraan Cuaca Lampung, Minggu, 26 Juli 2020, 6 Daerah Potensi Hujan Lokal, Mana Saja?

Kadisdag Lampung Utara Sidak Agen dan Pangkalan Gas Elpiji 3 Kg, Benarkan Terjadi Kelangkaan

2 Motor Sport Raib Dibawa Kabur Maling di Bandar Lampung, Polisi Buru Pelaku

Jika dahulu masyarakat dan aparat kucing-kucingan ihwal pemanfaatan lahan hutan, menurut Wahrul, melalui skema ini terbuka akses kepada masyarakat untuk mengelolanya.

Terdapat lima skema dalam penerapan perhutanan sosial.

Kelimanya yaitu hutan tanaman rakyat (HTR), hutan desa (HD), hutan kemasyarakatan (HKM), hutan adat (HA), dan kemitraan kehutanan (KK).

Wahrul memastikan, pihak legislatif telah menganggarkan pengelolaan perhutanan sosial sekitar Rp 13,7 miliar.

“Kami sudah menganggarkan Rp 13,7 miliar untuk pengelolaan perhutanan sosial. Jadi, tak ada alasan lagi bagi pihak terkait untuk tidak menerapkan kebijakan tersebut,” ujar Wahrul.

Menurut Erfan, selama ini pelaksanaan perhutanan sosial cukup baik.

Petani lokal sudah menerapkan teknik agroforestry dalam pengelolaan perhutanan sosial.

“Karena di daerah ini (Lampung Barat) basisnya kopi, jadi sebuah keberuntungan."

"Sebab, kopi dapat tetap tumbuh dengan baik di dalam naungan (agroforestry), asalkan pengelolaannya dilaksanakan dengan baik,” kata Erfan yang bertani kopi di perhutanan sosial di Kabupaten Lampung Barat.

Pengelolaan dimaksud Erfan, yaitu melalui pemilihan kombinasi tanaman yang dicampur.

Tidak boleh saling merugikan sehingga dapat tumbuh berdampingan.

Selain itu, pemberlakuan strata (tingkatan) pada penanaman sangat berpengaruh dalam perkembangan tanaman tersebut.

“Susunan tanaman dilakukan dengan strata tertinggi ke strata rendah. Jadi, dapat menghambat air hujan untuk langsung jatuh ke tanah dan juga lebih mengoptimalkan penyerapan cahaya matahari,” ujarnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan penerapan perhutanan sosial sebesar 12,7 hektare pada 2015-2019.

Namun, sampai saat ini penerapannya hanya mencapai 30 persen.

Menurut Erfan, lambatnya penerapan perhutanan sosial karena realisasi anggaran yang masih minim.

Sehingga, penerapannya menjadi lambat.

Dia menilai, anggaran Rp 13,7 miliar yang disampaikan Wahrul masih terlalu kecil untuk menjalankan perhutanan sosial.

“Mestinya jika ada petani sebanyak 30 persen di perhutanan sosial, maka anggarannya harus mengikuti itu. Sehingga, pelaksanaannya dapat maksimal,” kata dia.

RuKo-AJI mengadakan empat webinar selama Juli hingga Agustus 2020.

Webinar kali ini adalah yang kedua.

Sedangkan yang pertama telah berlangsung pada Sabtu lalu, 11 Juli 2020.

Webinar ini juga mendapat dukungan dari Rainforest Alliance dan Kedutaan Belanda terkait program Sustainable Coffee Action in The Landscape of Bukit Barisan Selatan (SCALA-BBS).

Dalam pelaksanaan webinar tersebut, RuKo-AJI menggandeng Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung (Unila) dan Suara Kreativitas Mahasiswa (Sukma) Politeknik Negeri Lampung (Polinela).(Tribunlampung.co.id/Hanif Musatafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved