Aksi Omnibus Law di Lampung
Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Lampung Kecam Aksi Sweeping Aparat pada Demo Tolak UU Cipta Kerja
Penyisiran tersebut dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM) karena demo merupakan bentuk penyampaian pendapat yang dijamin konstitusi.
Penulis: joeviter muhammad | Editor: Reny Fitriani
Laporan Reporter Tribunlampung.co.id Muhammad Joviter
TRIBUBLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Wilayah Lampung dan Solidaritas Lampung Menggugat (Salam) mengecam aksi sweeping oleh aparat pada demonstrasi menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Dalam keterangan resmi yang diterima Tribunlampung.co.id, Jumat (9/10/2020), Koordinator Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Wilayah Lampung Kodri Ubaidillah menyatakan penyisiran tersebut dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM) karena demo merupakan bentuk penyampaian pendapat yang dijamin konstitusi.
“Kami mengecam aksi sweeping dalam penanganan massa. Kami mengimbau Komnas HAM segera melakukan investigasi untuk mengetahui siapa saja yang menjadi korban,” kata Kodri.
Berdasar data tim advokasi, lebih dari 100 orang diduga terjaring sweeping pada Kamis. Kemudian, sebanyak 11 orang dirawat saat demo pada Rabu, 7 Oktober 2020.
Sedangkan peserta aksi yang ditahan kepolisian berjumlah 19 orang. Hingga Kamis, pukul 17.00 WIB, sebanyak sembilan orang yang bebas.
• Polisi Amankan 242 Orang Diduga Akan Ikut Aksi Tolak Omnibus Law, Ada Perempuan
• Pecah Rekor, Kasus Positif Covid-19 di Lampung Tambah 58 Dalam Sehari, Lampung Tengah Terbanyak
• Wali Kota Bandar Lampung Herman HN Sebut Banyak Massa Aksi Belum Tuntas Kaji UU Cipta Kerja
“Kami akan terus mendampingi peserta demo yang ditangkap dan terjaring sweeping. Kami berharap, ada evaluasi dan perbaikan dari aparat dalam penanganan massa aksi,” ujarnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung Hendry Sihaloho mengatakan, aksi sweeping oleh aparat berpotensi melanggar HAM.
Sebab, konstitusi menjamin warga negara untuk menyampaikan pendapat. Mereka yang terjaring sweeping pun tanpa proses hukum secara adil.
Menurutnya, aksi sweeping oleh aparat tidak bisa dipisahkan dari surat telegram kapolri.
Dalam telegram itu, kapolri memerintahkan para kapolda di masing-masing daerah untuk meredam dan mencegah aksi demonstrasi ihwal Omnibus Law. Perintah itu bertentangan dengan konstitusi.
“Mengapa bertentangan? Karena kebebasan berekspresi maupun menyampaikan pendapat dijamin konstitusi republik ini,” kata dia.
Direktur LBH Bandar Lampung Chandra Muliawan menyayangkan tindakan represif aparat dalam penanganan demonstrasi.
Aksi penekanan itu banyak menelan korban. Dia mendesak aparat keamanan bertindak sesuai operasional prosedur (SOP) dalam mengawal unjuk rasa.
“Kami meminta aparat menghentikan represi terhadap peserta aksi. Jangan sampai timbul stigma di masyarakat bahwa demo itu terkesan rusuh,” ujar Chandra.
Hal senada disampaikan Direktur Klasika Ahmad Mufid.
Pihaknya juga mengecam tindakan aparat yang cenderung represif terhadap peserta demo.
Polisi sebagai penegak hukum seyogianya mengayomi masyarakat, bukan bertindak represi.
“Hentikan aksi sweeping oleh aparat. Hargai hak kebebasan berpendapat dari lapisan masyarakat,” kata dia. (Tribun Lampung.co.id/Muhammad Joviter)