Lampung Selatan
Puluhan Rumah Warga di Natar Retak, Diduga akibat Ledakan Tambang Batu
Puluhan rumah warga di Dusun Sumber Sari, Desa Mandah, Kecamatan Natar, Lampung Selatan mengalami keretakan.
Penulis: joeviter muhammad | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMPUNG SELATAN - Puluhan rumah warga di Dusun Sumber Sari, Desa Mandah, Kecamatan Natar, Lampung Selatan mengalami keretakan.
Kerusakan bangunan rumah diduga sebagai dampak ledakan yang dilakukan oleh perusahaan tambang batu kapur sejak tahun 2003 silam.
Hingga saat ini, aktivitas tambang yang dilakukan perusahaan makin memperparah kerusakan rumah warga.
Satar (53), warga setempat, mengatakan, penambangan batu kapur dengan cara menggunakan bahan peledak itu sangat mengganggu.
Baca juga: DPRD Pringsewu Nilai Pemkab Kurang Pro Aktif Tangani Jalan Rusak Akibat Angkutan Tambang
Baca juga: Kesal Jalan Kerap Rusak, Warga Hadang Truk Tronton Muatan Hasil Tambang
Selain menyebabkan rumah retak, polusi dan limbah yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut juga mencemari lingkungan sekitar.
"Kami sebagai warga yang dekat area tambang ini sangat resah. Mau sampai kapan kami terkena dampak," kata Satar, Kamis (4/3/2021).
Satar mengatakan, tak jarang bunyi yang dihasilkan dari ledakan tersebut mengganggu ketenteraman dan kenyamanan masyarakat.
Tidak sampai di situ, serpihan atau bongkahan batu sempat beberapa kali menimpa rumah warga.
Satar mengakui jarak antara area tambang dan permukiman warga tidak begitu berjauhan. Hanya berkisar sekira 300 meter.
"Dulunya jarak itu cukup jauh, sekitar 500 meter. Tiap tahun area tambangnya makin luas," kata Satar.
Menurut Satar, dari pendataan yang dilakukan secara mandiri ada lebih dari 50 unit rumah mengalami retak akibat getaran penggunaan bahan peledak.
Pasalnya, terhitung ada 4 RT yang berbatasan langsung dengan perusahaan tambang batu kapur tersebut.
Keluhan juga disampaikan Marjoko (50).
Ia mengungkapkan dampak lain aktivitas tambang tersebut yakni kerusakan jalan dan perubahan alur aliran sungai.
Diduga, ledakan tersebut membuat daerah aliran sungai makin tergerus dan menimbulkan longsor.
Sehingga sebagai alternatif dilakukan pemindahan jalur jalan sebagai akses keluar masuk areal tambang.
"Sekarang ini jalan yang sering mereka lintasi itu merupakan tanah milik saya," kata Marjoko.
Marjoko menyatakan, sampai saat ini tidak ada perhatian atau bentuk ganti rugi dari pihak perusahaan.
Ia dan warga lainnya berpikiran percuma menerima ganti rugi jika aktivitas tambang dengan menggunakan bahan peledak tetap saja dilanjutkan.
"Misal kita diberi uang ganti rugi kerusakan, tapi setelah itu mereka melakukan lagi peledakan. Percuma saja, pasti rumah kami retak lagi," kata Marjoko.
Menurut Marjoko, keluhan tersebut telah ditengahi oleh aparatur pemerintah setempat.
Bahkan antara warga terdampak dan pihak perusahaan sudah duduk satu meja.
Namun, pertemuan tersebut tidak membuahkan solusi bagi masyarakat.
"Intinya, kami tidak melarang pihak perusahaan mengambil batu, tapi jangan menggunakan peledak karena mengganggu warga. Silakan lanjutkan aktivitas tambang tapi dengan cara lain," kata Marjoko.
Saat dikonfirmasi Tribunlampung.co.id, pihak perusahaan belum memberikan jawaban.
Ani, staf SDM perusahaan, enggan memberikan komentar.
"Maaf, saya lagi sibuk, dan itu (memberikan keterangan) terkait keluhan warga bukan bagian saya," kata Ani. (Tribunlampung.co.id / Muhammad Joviter)