Lampung Tengah

Eks Direktur PT GMP Jimmy Goh Mahsun Didakwa Korupsi Rp 455 Miliar, tapi Kembalikan Rp 508 Miliar

Tim pengacara mantan Direktur PT GMP Jimmy Goh Mahsun menyampaikan lima eksepsi atau bantahan dalam sidang di Pengadilan Negeri Gunung Sugih.

Penulis: syamsiralam | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id / Syamsir Alam
Husni Tamrin, kuasa hukum mantan Direktur PT GMP Jimmy Goh Mahsun, seusai sidang kasus dugaan korupsi di Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Lampung Tengah, Selasa (4/5/2021). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMPUNG TENGAH - Sidang perkara dugaan korupsi di PT Gunung Madu Plantations (GMP) kembali bergulir.

Dalam sidang kedua ini, tim pengacara mantan Direktur PT GMP Jimmy Goh Mahsun menyampaikan lima eksepsi atau bantahan dalam sidang di Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Lampung Tengah, Selasa (4/5/2021).

Dalam sidang dakwaan sebelumnya, terdakwa Jimmy Goh Mahsun didakwa menyelewengkan dana sebesar Rp 455 miliar.

Pengacara terdakwa, Husni Tamrin, menerangkan, ada lima poin yang disampaikan untuk menanggapi dakwaan, terutama terkait locus delicti (tempat kejadian perkara) yang digabungkan.

"Locus delicti atau tempat kejadian perkara dakwaan jaksa ada dua, yakni di Bangkok Bank di Jakarta dan Bank Mandiri Bandar Jaya yang memang ada di Lampung. Di Lampung gak ada Bangkok Bank," kata Husni Tamrin seusai sidang.

Baca juga: Polisi Buru Rekan Pelaku Curanmor di Perum GMP Yukum Jaya

Ia menerangkan, pihaknya keberatan locus delicti disatukan dalam satu dakwaan.

Menurutnya, seharusnya lokasi dipisah sesuai dengan tempat kejadian perkara.

Husni melanjutkan, poin lainnya yakni terkait adanya turut serta atau ikut tanda tangan.

Ketika kliennya menerbitkan cek/biro, sesuai aturan perbankan harus ada dual control atau dua orang yang teken.

Baca juga: BREAKING NEWS Korupsi Dana Desa untuk Judi, Eks Kakam di Tulangbawang Diganjar 4 Tahun Penjara

"Kalau tidak ada tanda tangan dua orang cek, tidak akan cair. Keberatan kami, kenapa hanya klien kami yang dimajukan ke persidangan? Sedangkan nama lain, yakni Hananto, selaku counter sign tidak dihadirkan dalam persidangan. Karena kalau Hananto tidak mau tanda tangan, uang tidak akan cair," terangnya.

Husni juga mempertanyakan adanya SPK fiktif dalam dakwaan yang dilakukan bersama dengan Hirawan Gelar selaku direktur PT PBCM di Bandung.

Menurut Husni, SPK fiktif terjadi antara kliennya dengan PT PBCM sebagai pemegang proyek.

"Kalau Hirawan Gelar tidak mengeluarkan SPK, otomatis klien kami tidak akan terjebak dalam kasus ini. Kami meminta jaksa menurutsertakan Hirawan Gelar sesuai pasal 55, turut serta dalam perbuatan pidana," beber dia.

Husni menjelaskan, eksepsi lainnya terkait nilai nominal yang didakwakan jaksa sebesar Rp 455 miliar.

Pasalnya, setelah dihitung ulang hanya sebesar Rp 245 miliar.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved