ADVERTORIAL

Usaha Sulam Usus Eva yang Jadi Mitra Binaan PTPN VII, Berdayakan Ekonomi Masyarakat Sekitar

Eva pengrajin sulam usus asal Lampung Selatan binaan PTPN VIII, kini memiliki omset mencapai Rp 200 juta perbulan.

Editor: Dedi Sutomo
Dok. PTPN VII
Eva pengraji sulam usus asal Jatiagung, Lampung Selatan yang jadi binaan PTPN VII. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Di meja kayu pendek, Rahmi (36) berbagi ruang dengan Rafita (21).

Di teras rumah sederhana Desa Margodadi, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan, dua perempuan ini fokus kepada selembar kertas kising cokelat berpola batik bunga-bunga.

Suara lagu dangdut dari smartphone terus mengisi ruang dengar sebagai pelepas penat.“Oh, Bu Eva.

Itu mah bos kami. Bos sulam usus. Yang kami kerjain ini dari dia. (Rumahnya) nggak jauh lagi, Desa Simpangagung, pinggir jalan kok. Bapak mau ngambil pesanan, ya?”

Kalimat itu meluncur deras saat seorang pengendara SUV turun menanyakan alamat Eva Herawati kepada dua wanita penyulam itu.

Obrolan spontan itu memberi kesan reputasi Eva sudah sangat kondang sebagai penyokong ekonomi warga desa-desa sekitarnya.

Baca juga: Jelang Peresmian Single System, BSI Bersilaturahmi ke Tribun Lampung

Kerajinan sulam usus yang digeluti Eva sejak 20 tahun lalu itu menjadi salah satu pintu rezeki mereka.

Menyinggahi rumah Eva memang tidak ada kesan sebagai pengusaha. Satu ruang paviliun ukuran 3x3 meter di serambi kanan dengan dua lemari kaca dan onggokan kain-kain sulam usus dan gulungan tali berbahan kain tersampir di besi penggantung.

Empat gadis belia bersimpuh pada ambal menarikan jari-jari lentiknya memasang mote-mote pada rajutan sulam usus yang sudah berpola.

Eva mengatakan, usaha sulam usus ini ia geluti sejak masih gadis. Perempuan Lampung berusai 45 tahun ini mengaku belajar merajut kain sulam usus dari Herwan, kakaknya yang pernah dididik oleh maestro sulam usus, Aan Ibrahim.

 “Saya diajari sama kakak saya. Namanya Herwan. Dia pernah bekerja dan dididik sama Aan Ibrahim. Bahkan pernah dikursuskan di Jakarta sama Bang Aan,” kata istri dari Darwansyah ini.

Merintis dari membuat taplak meja sulaman kain satin yang dipilin membentuk tali (menyerupai usus), perempuan lulusan SMA ini mulai menerima pesanan untuk membuat kebaya.

Ketika pesanan mulai tak tertampung, ia mulai meminta bantuan kepada kerabat dekat. Lalu, jumlah ibu-ibu yang terlibat semakin banyak dan meluas.

Baca juga: Pekon Kubu Perahu Lampung Barat Raih Prestasi Nol Kasus Stunting Dua Tahun Terakhir

“Sekarang, kalau 200 orang mah lebih dari 10 desa sekitar sini. Masing-masing desa ada kordinatornya.”

“Kordinator inilah yang membagi ke anak buahnya. Sebab, nggak mungkin dikerjain sendiri. Satu baju itu bisa dikerjain enam orang,” kata ibu tiga anak ini.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved