Metro
Harga Kedelai Tinggi Berpotensi Buat Pengusaha Tahu Metro Lampung Bangkrut
Pelaku usaha tahu Kota Metro mengeluhkan tingginya harga kedelai sebagai bahan baku utama yang berpotensi mengancam keberlangsungan usaha.
Penulis: Indra Simanjuntak | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, METRO - Pelaku usaha tahu Kota Metro mengeluhkan tingginya harga kedelai sebagai bahan baku utama yang berpotensi mengancam keberlangsungan usaha.
Pelaku industri rumah tangga di Jalan Kaca Piring Mulyojati, Ahmad mengungkapkan, sudah satu minggu ini ia terpaksa tidak memproduksi tahu karena harga bahan baku kedelai yang terus naik.
"Sekarang ini sudah Rp 11 ribu lebih per kilogram. Saya seminggu ini tidak produksi. Karena bingung mau menyiasati. Ini kan mulai naik sudah lama. Kita akali dengan kecilkan ukuran, naikkan harga, ya ini bahan baku malah naik terus," bebernya, Selasa (22/2/2022).
Ia mengaku takut untuk kembali menaikkan harga.
Karena bisa berdampak pada turunnya pembelian.
"Ini kalau kecilkan lagi ukurannya, mau seukuran apa. Harapan kita turunkan harga lah, mana pandemi covid-19 enggak berhenti, makin bingung kita," tandasnya.
Ia menilai, jika harga bahan baku tak terkontrol, bukan tak mungkin banyak pelaku usaha tahu tempe yang akan bangkrut.
Pasalnya, saat harga kedelai masih Rp 7 ribu hingga Rp 8 ribu, rata-rata tahu dijual Rp 200 per butir.
Sementara saat ini dijual Rp 300 per butir.
"Enggak ketemu. Dapat untung ya tipis sekali. Saya saja sudah enggak ada karyawan lagi. Dibantu sama istri saja ini berdua bikin. Tadinya ada dua karyawan, cuma karena bahan baku tinggi, untung kita makin tipis. Mau enggak mau," ungkapnya.
Baca juga: Satu Pasien Positif Covid di Metro Lampung Meninggal Dunia
Hal serupa juga diakui Suroto, pengelola industri rumah tangga tahu lainnya di Jalan Tangkil Mulyojati.
Menurutnya tahun ini hanya mendapatkan sedikit keuntungan dari penjualan tahu, karena tingginya harga bahan baku kedelai.
"Kalau naiknya sudah hampir dua tahun ini. Sejak ada Covid-19, harga kedelai naik dua kali lipat. Kalau sebelum naik Rp 6.000 per kilogram, sekarang dua kali lipat jadi Rp 12.000. Jualan ini untuk bertahan, meski untungnya sedikit," keluhnya.
Ia mengaku, saat ini hanya bisa mengolah satu kuintal kedelai per hari.
Ini dikarenakan permintaan masyarakat berkurang semenjak pandemi.
Adapun keuntungan per harinya hanya Rp 200 ribu, belum dipotong belanja plastik, listrik, upah pegawai dan lainnya.
"Kita ada lima pekerja. Kita juga bingung harus mengadu ke mana. Harapan kita pemerintah punya solusi mengatasi tingginya harga kedelai saat ini. Ya bisa normal lagi harganya. Sehingga usaha tahu ini tidak gulung tikar," tuntasnya.
(Tribunlampung.co.id/Indra Simanjuntak)