Dosen IAIN Sebut Ada yang Sesat Pikir Tuding Menag Bandingkan Suara Azan dengan Gonggongan Anjing
Dosen IAIN Pontianak, Buhori, mengatakan, ada pihak yang melakukan framing dan sesat pikir dalam menanggapi pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
TRIBUNLAMPUNG.COID, JAKARTA – Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Buhori, mengatakan, ada pihak yang melakukan framing dan sesat pikir dalam menanggapi pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
“Pesan-pesan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas disalahpahami atau bahkan sengaja dipahami dengan salah oleh sebagian kalangan,” kata Buhori, sebagaimana dikutip dari situs ansorkalbar.id, Kamis (24/2/2022).
“Dengan cara melakukan jumping to conclusions atau kesimpulan yang melompat dan absurd, dengan cara framing bahwa ‘Menag Menyamakan Adzan dengan Suara Anjing’,” lanjut Buhori
Buhori mengatakan, dalam dunia logika itu masuk dalam ketegori Logical Fallacy atau kesesatan berfikir, pengaburan nalar berfikir.
Hal itu masuk kategori pertama, strawman, yaitu kesesatan dan pengaburan berfikir dengan langkah memangkas dan menyederhanakan argumen atau pesan-pesan.
Dalam tulisannya di situs ansorkalbar.id, Buhori mengungkapkan, sejak pagi banyak sekali berseberan di grup-grup WA yang ia ikuti, potongan video Menteri Agama Gus Yaqut saat ditanya wartawan terkait Surat Edaran Menteri Agama nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Baca juga: Polisi Tolak Laporan Roy Suryo terhadap Menteri Agama Yaqut Terkait Suara Azan dan Gonggongan Anjing
Parahnya lagi, video tersebut telah banyak “dimutilasi” serta dilakukan framing dengan tajuk “Menteri Agama Menyamakan isitilah Gonggongan Anjing dengan Adzan”.
Tak ayal, “hasil jualan” para pelaku media ini, laris menjadi santapan para netizen, tak ubahnya pisang goreng di musim hujan.
“Untuk memberikan sedikit gambaran, dan meluruskan pikiran-pikiran yang suka bengkok, saya mencoba untuk menyalin dan mentranskrip ulang statemen Gus Men Yaqut Cholil Qoumas tersebut ke dalam tulisan secara utuh,” tulis Buhori.
“Selanjutnya mengajak para member grup untuk menilai dan menelusuri dimana letak kesalahan narasi yang disampaikan, serta kemungkinan adanya Logical Fallacy (pengaburan nalar berfikir) yang mungkin saja dilakukan oleh pihak-pihak tertentu,” katanya.
Buhori kemudian membuat transkrip pernyataan Menteri Agama.
“Kita tidak melarang masjid atau musala menggunakan toa, tidak, silakan, karena kita tahu itu bagian dari syiar agama Islam. Tetapi ini harus diatur, diatur bagaimana volume speakernya, toanya, nggak boleh kenceng-kenceng, 100 desibel maksimal.
Diatur kapan mereka bisa menggunakan speaker itu sebelum adzan, bagaimana menggunakan speaker itu di dalam dan seterusnya. Tidak ada larangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis.
Karena kita tahu, misalnya ya, di daerah yang mayoritas muslim, hampir di setiap 100 meter 200 meter itu ada musalla, masjid. Bayangkan, kalau disaat waktu yang bersamaan mereka menyalakan toa-nya di atas, bayangkan, itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.
Kita bayangkan lagi, saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah nonmuslim itu menghidupkan toa lima kali sehari dengan kenceng-kencengnya, bersamaan, itu rasanya bagaimana?