Bandar Lampung

Sosiolog Unila: Pendidikan Jadi Benteng tidak Terjebak FOMO dan YOLO

Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) dan You Only Live Once (YOLO) kini mulai menjangkiti milenial dan generasi Z di Indonesia.

Penulis: kiki adipratama | Editor: Dedi Sutomo
ist
Ilustrasi - Alasan Gaya Hidup Modern. Fenomena FOMO dan YOLO menghantui para anak muda masa kini. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) dan You Only Live Once (YOLO) kini mulai menjangkiti milenial dan generasi Z di Indonesia.

Sosilog dan Kriminologi dari Universitas Lampung Drs Pairulsyah, M.H melihat FOMO dan YOLO merupakan satu fenomena problem sistem yang muncul dikalangan anak muda.

FOMO lebih bersifat progresif dan YOLO lebih bersifat pasif. Sehingga ada yang positif dan ada yang negatif dari keduanya.

"Sebtulnya kalo secara demografi yang bisa dibilang pemuda sekarang ini apabila dia sudah aktif dimasyarakat dengan mengikuti baik di bidang agama, ekonomi, sosial, dan Hukum," kata Pairulsyah, Minggu (17/4/2022).

"Dengan begitu aktifitasnya seharusnya dia positif melakukan sesuatu berdasarkan norma sosial hukum. Tapi juga ada pemuda yang mengenyampingkan itu sehingga disebut anomis," jelas Pairulsyah.

Baca juga: Lupa Melepas Kunci Motor, Warga Bandar Lampung Harus Merelakan Motor Kesayangannya Digondol Maling

Baca juga: Pelajar Madrasah Yogyakarta Isi Kegiatan Ramadan di Tulangbawang Barat

Kaitannya dengan FOMO dan YOLO, kata dia, karena generasi Z dan Y saat ini banyak yang tidak masuk dalam dunia sosial kemasyarakatan sehingga outputnya membuat mereka lebih asyik dengan urusan dan kepentingan pribadi bukan kepentingan sosial.

"Dari survei Kompas itu saya melihat FOMO itu progresif pingin maju mengikuti tren. Seperti anak pejabat jaman dulu orientasi nya lebih suka style gaya hidup.”

"Tapi sekarang tidak, banyak dari mereka itu memanfaatkan kemampuan ekonominya dengan lebih banyak belajar mengembangkan sesuatu.”

“Misalnya buat konten dia bisa berkembang, dan bisa menciptakan peluang bisnis," ucap Pairulsyah.

Sementara YOLO, orang yang tidak berprinsip dalam artian cenderung pasif. 

Mereka menerima dengan legawa keadaan atau justru akan melakukan sesuatu tanpa berfikir panjang.

"Kalo YOLO ini passif itu karena dia tidak mampu bersaing kalo didunia bisnis sehingga dia menerima.”

Baca juga: Kota Metro Masuk PPKM Level 1, Wakil Ketua DPRD: Jangan Terlena

Baca juga: Polres Pringsewu Gelar Vaksinasi Covid-19 Usai Tarawih

“Yauda lah saya mah gini aja. Atau misalnya mohon maaf jadi anak punk tanpa berfikir panjang yang dia gak peduli dengan kehidupan," jelas Pairulsyah.

Pairulsyah mengatakan, latar belakang pendidikan dan sosial kemasyarakatan menjadi penentu bagi generasi Z dan Y agar tidak terjebak dalam situasi FOMO dan YOLO.

"Karena Sarjana itu konsep pendidikannya mampu mengatasi problematika atau problem sistem. Misalnya saat ini banyak orang susah dapat pekerjaan mereka yang Sarjana akan berfikir bagaimana mereka keluar dari zona itu. Akhirnya banyak mereka jurusannya apa kerjaannya apa," ujar Pairulsyah.

"Kemudian juga orang yang ikut dalam organisasi kemasyarakatan itu akan berfikir bukan untuk kepentingan dirinya sendiri tapi bagaimana untuk kehidupan sosial," tegasnya.

(Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved