Gunung Anak Krakatau Erupsi

Update Erupsi Gunung Anak Krakatau, Warga Pulau Sebesi Trauma Tsunami

Kondisi Gunung Anak Krakatau saat erupsi terlihat jelas dari Pulau Sebesi, Rajabasa, Lampung Selatan, Selasa (19/4/2022).

Penulis: Deni Saputra | Editor: Noval Andriansyah
Tribunlampung.co.id / Deni Saputra
Kondisi Gunung Anak Krakatau saat erupsi terlihat jelas dari Pulau Sebesi, Rajabasa, Lampung Selatan, Selasa (19/4/2022). 

Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan - Kondisi Gunung Anak Krakatau saat erupsi terlihat jelas dari Pulau Sebesi, Rajabasa, Lampung Selatan, Selasa (19/4/2022).

Berdasarkan data MAGMA Indonesia (Multiplatform Application for Geohazard Mitigation and Assessment in Indonesia) Gunung Anak Krakatau menunjukkan peningkatan aktivitas.

Selama April 2022 tercatat GAK sudah mengalami tujuh kali erupsi.

Di sisi lain, erupsi GAK membuat warga yang tinggal di sekitarnya khawatir.

Hal tersebut lantaran pada 2019 lalu, erupsi GAK diduga menjadi pemicu terjadinya tsunami yang menghantam sebagian besar wilayah pesisir laut Jawa dan Sumatera.

Baca juga: Kisah Warga Pulau Sebesi Pasca Musibah Tsunami, Trauma Lihat Petir dari Gunung Anak Krakatau

Baca juga: Kisah Nelayan Pulau Sebesi Terpaksa Melaut di Tengah Ancaman Erupsi Gunung Anak Krakatau

Hal tersebut pula menyisakan duka dan trauma mendalam bagi sebagian warga Pulau Sebesi, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan.

Masih melekat erat di ingatan kita bagaimana tsunami tersebut memakan korban jiwa, harta benda, bahkan ada orang yang sampai sekarang belum ditemukan.

Dampak terparah dirasakan warga Dusun 3 Pulau Sebesi.

Walaupun tidak memakan korban jiwa, banyak warga yang kehilangan rumahnya.

Bahkan ada seorang balita yang sampai sekarang belum ditemukan.

Seperti penuturan Kepala Dusun 3 Riko Iswanto.

Saat itu ia menyaksikan sendiri bagaimana keganasan tsunami Selat Sunda tersebut.

Baca juga: Gunung Anak Krakatau Terus Erupsi, Tujuh Kali Letusan Selama Bulan April

Baca juga: Hari Ini Gunung Anak Krakatau 2 Kali Erupsi

"Waktu sebelum tsunami kami lagi mancing di pinggiran pantai. Saat itu sudah mulai terasa bahwa akan ada bencana. Karena air tiba-tiba surut ke tengah. Hingga menyisakan pasir pantai saja," kata Riko, Selasa (19/4/2022).

"Teman sudah mulai curiga dengan hal itu. Dan menyuruh kami semua naik ke atas. Tidak lama air rob datang. Rob yang pertama tidak terlalu besar. Hingga rob terakhir, hingga setengah pohon kelapa. Kira-kira 1 meter tingginya," jelasnya.

Riko mengatakan tidak ada korban jiwa atas kejadian tsunami tersebut.

Namun, banyak warganya yang kehilangan tempat tinggalnya.

"Kalau korban jiwa sih nggak ada, kalau sampai meninggal gitu. Tapi banyak warga yang kehilangan harta bendanya, termasuk rumah," katanya.

"Kenapa tidak banyak korban jiwa, ya mungkin karena tempat kita ini muter. Walaupun kalau diliat dari mata telanjang, Gunung Anak Krakatau ini ada di depan mata kita. Kalau saya pernah nanya teman saya yang ngerti masalah geografis."

"Tempat kita ini posisinya di samping Gunung Anak Krakatau. jadi air ini kayak muter gitu," ujarnya.

Riko mengatakan ada satu balita yang sampai sekarang belum ditemukan.

"Ada satu balita sampai sekarang belum ditemukan. Kalau kata keluarganya pas itu dia lagi main di pinggir pantai. Terus pas lagi kejadian dia ketarik ombak, dan hilang sampai sekarang," katanya.

Warga bernama Eko mengeluhkan jalur evakuasi yang seadanya.

"Ya keluhan warga sih salah satunya jalan. Akses jalan belum diaspal. Jalan yang ada masih jalan buatan. Ketika hujan deras melanda, jalan menjadi becek dan sulit dilintasi," katanya.

"Papan penunjuk evakuasi belum ada. Jalur evakuasi juga masih seadanya, kita buat sendiri. Agar ketika terjadi bencana seperti waktu itu kita bisa segera mengevakuasi warga ke atas gunung," jelasnya.

Eko mengatakan warga membutuhkan pembangunan jalan.

"Yang kita butuhkan pembangunan jalan. Supaya akses dari dan keluar dari pulau menjadi lebih mudah. Karena sebagian penduduk kita adalah petani pisang, porang, dan lainnya."

"Kalau hujan tanah menjadi becek, dan susah dilewati. Akibatnya, pengiriman barang terlambat," katanya.

"Selain itu kendala lainnya sulitnya MCK bersih. Dari 266 KK. Hanya setengah yang memiliki MCK di rumahnya. Dua MCK umum dan sekarang terbengkalai. Setidaknya ada MCK umum yang bersih. Supaya masyarakat tidak kesulitan buang air," ujarnya.

"Dan permasalahan yang lain sinyal. Baru berapa bulan ini tower dipasang. Namun sinyal belum dipasang. Katanya habis Lebaran semoga secepatnya dipasang."

"Karena saat ini masyarakat butuh akses internet yang cepat untuk kebutuhan pendidikan dan perekonomian," pungkasnya.

Pulau Sebesi memiliki 4 Dusun, dengan jumlah penduduk 2.795 jiwa, jumlah 787 KK, dengan rasio penduduk 1.465 laki dan 1330 perempuan.

Mata pencarian di Pulau Sebesi desanya yakni petani, nelayan, buruh, usaha/dagang, PNS, dan pelaku UMKM.

Erupsi Lagi

Sebelumnya diberitakan, Gunung Anak Krakatau (GAK) kembali erupsi pada Minggu (17/4/2022) sekira pukul 21.15 WIB.

Tinggi kolom abu GAK mencapai 800 meter di atas puncak atau 957 meter di atas permukaan laut.

Dengan kondisi itu, total GAK sudah erupsi sebanyak 29 kali sepanjang 2022.

Penanggungjawab Pos Pantau GAK di Hargo Pancuran, Rajabasa, Lampung Selatan, Andi Suardi, mengatakan, fenomena itu merupakan bagian proses pembentukan gunung.

"Ini bagian dari proses membangun badannya kembali," ujar Andi, Senin (18/4/2022).

Diketahui Gunung Anak Krakatau sempat mengalami erupsi besar pada tahun 2018.

Setelah erupsi besar 2018 itu, GAK membangun badannya kembali.

Dikutip dari Magma Indonesia Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, letusan Gunung Anak Krakatau dimulai pada Kamis 3 Ferbuari 2022.

Kemudian rentetan aktivitas berlangsung hingga Minggu 17 April 2022.

Lebih lanjut Andi mengatakan, pada Minggu itu semburan abu vulkanik GAK berwarna kelabu hingga hitam mengarah ke barat daya gunung.

Erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 55 mm dan durasi 40 detik.

Saat erupsi tidak terdengar suara dentuman.

Berdasarkan hal tersebut, menurut Andi, status Gunung Anak Krakatau masih berada di level II atau waspada.

Karenanya, masyarakat atau wisatawan dilarang mendekati kawah dalam radius 2 km.

Camat Pulau Sebesi Sabtudin mengatakan, aktivitas warga masih normal meski GAK erupsi.

Sampai kemarin belum ada warga yang mengungsi.

"Warga masih melalukan aktivitas seperti biasa. Yang nelayan melaut, yang bertani ya ke kebunnya. Tadi saja masyarakat masih melaksanakan bada salat subuh. Saat ini masih aman," kata Sabtudin, Senin.

Warga Pulau Sebesi yang sehari-harinya melaut, Candra mengatakan, ada peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakakatau, namun air laut masih normal

"Itu sih emang lagi aktivitas. Kalau dari tempat kita suara letusannya itu cuma terdengar samar-samar gitu. Kalau dari rumah aman," katanya.

Menurutnya, kondisi air laut aman, ombak juga tidak besar. "Aktivitas warga masih normal-normal aja," kata dia.

(Tribunlampung.co.id/Deni Saputra/Dominius Desmantri Barus)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved