Bandar Lampung
Nasib Nelayan Pesisir Bandar Lampung, Niat Jaring Ikan Malah Dapat Sampah
Keberadaan sampah mengganggu mata pencaharian warga di Kampung Nelayan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Kota Bandar Lampung.
Penulis: Vincensius Soma Ferrer | Editor: Robertus Didik Budiawan Cahyono
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sampah masih menjadi persoalan krusial di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung.
Bahkan, keberadaan sampah mengganggu mata pencarian warga di Kampung Nelayan Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Kota Bandar Lampung.
Akibat sampah, warga kampung tersebut tidak dapat lagi mengandalkan hasil tangkapan ikan.
Alat tradisional berupa jaring payang yang digunakan, justru lebih sering menangkap sampah ketimbang ikan.
Padahal pemakaian jaring payang tidak mudah, menggunakan tenaga manusia secara gotong royong antar nelayan.
Baca juga: Polisi Tembak Penjambret Sadis di Bandar Lampung, Sering Tendang Pemotor Wanita
Baca juga: Laporan Kehilangan Meterai Senilai Rp 1,5 Miliar di Kantor Pos Bandar Lampung Masih Diselidiki
Mulai menebar hingga menarik jaring payang tersebut.
Salah satu nelayan payang di lokasi itu, Arifin mengungkapkan, tidak lebih dari sepuluh ikan yang mereka tangkap dalam sekali tarikan payang.
"Bahkan banyak nggak dapatnya dibanding dapatnya," ucap Arifin, Minggu (19/6/2022).
Arifin mengungkap bila kondisi sampah yang ada di Teluk Lampung, pesisir Bandar Lampung berpengaruh pada keberadaan ikan.
Disamping kondisi cuaca ekstrim. "Yang paling mempengaruhi adalah sampah-sampah," tukasnya.
Arifin mengungkap, sampah yang ada di lokasi tangkapan itu kebanyakan adalah sampah rumah tangga. Berasal dari aliran sungai di Bandar Lampung.
"Dari pengalaman, penyebab ikan itu susah ya sampah itu," kata Arifin lagi.
Atas kondisi samapah itu, menurut Arifin, kini satu kelompok nelayan payang hanya bisa memayang ikan sebanyak satu kali.
Itu pun dengan tangkapan sampah yang jauh lebih banyak dibanding jumlah ikan.
Tidak ada hasil pasti dalam sehari yang bisa mereka perkirakan. Tentunya seluruh hasil tangkapan itu harus mereka bagi rata dengan rekan satu kelompok.
"Ga tau kalau beratnya, yang pasti, sehari itu semua nelayan harus dapat hasil yang sama, belakangan ini sehari satu orang hanya bisa dapat Rp 20 ribu saja," tutur Arifin.
Berpindah ke kampung nelayan di Gudang Lelang, Bandar Lampung, seorang nelayan laut kepada Tribun mengaku bobot dari hasil tangkapan dalam sekali melaut untuk saat ini belum mengalami perubahan.
"Kalau nelayan laut, tangkapannya masih normal, tapi menang karena cuaca beberapa jenis ikan menjadi jarang tertangkap, tapi belum mempengaruhi bobot tangkapan," kata Rudi, seorang nelayan laut.
Harap Ada Solusi
Seorang nelayan payang di Bandar Lampung, Arifin berharap permasalahan sampah yang mengalir ke pesisir ini dapat segera mendapat solusi dari pemerintah setempat.
"Sampah dari kali (sunagi) ini ke pesisir, apalagi kalau pasang dan ditimpa hujan, sampah-sampah bisa sampai naik daratan sini," kata dia
Terpisah, Plt Kepala DLH, Riana Afrilia mengakui adanya kenaikan bobot sampah harian di Bandar Lampung.
Semula sampah di Bandar Lampung seberat 800 ton, kini menjadi 1000 ton sehari.
Dia pun mengaku sudah mengimbauan masyarakat untuk membuang sampah tepat waktu dan tepat lokasi.
"Kita melalui UPT telah melakukan imbauan. Juga sudah membuat surat edaran untuk membuang sampah pukul 6 pagi dan 6 sore," ucap Riana Afrilia.
(Tribunlampung co.id/ V Soma Ferrer