Berita Terkini Nasional
Ferdy Sambo Tak Pernah Jadi Kapolda tapi Bintang Dua, 'Dia Itu Bukan Pinter'
Irjen Purnawirawan Ricky Sitohang, terheran-heran dengan Ferdy Sambo, yang tak pernah jadi kapolda tetapi kini berpangkat jenderal bintang dua.
Tribunlampung.co.id, Jakarta - Seorang jenderal bintang dua yang kini telah pensiun, Irjen Purnawirawan Ricky Sitohang, terheran-heran dengan Ferdy Sambo, yang tak pernah jadi kapolda tetapi kini berpangkat jenderal bintang dua.
Irjen Purnawirawan Ricky Sitohang menilai, jenjang karier Ferdy Sambo terlampau instan, lantaran tak pernah duduki jabatan kapolda tetapi berpangkat bintang dua.
Ricky Sitohang juga mempertanyakan proses pengkaderan di Polri setelah mengetahui Ferdy Sambo bintang dua tetapi tak pernah jabat kapolda.
Menurut Ricky Sitohang, masih banyak senior Ferdy Sambo yang pangkatnya ada di bawah.
"Inilah yang jadi pelajaran buat SDM polri, ada polisi berkualitas, hebat tapi tidak mendapatkan kesempatan," ujar Ricky Sitohang, dilansir Youtube Uya Kuya TV, Minggu (18/9/2022).
Baca juga: Ferdy Sambo Tak Boleh Sembunyi di Balik Alasan Gangguan Jiwa
Baca juga: Kamaruddin Simanjuntak Merasa Gagal Siap-Siap Kecewa, Ayah Brigadir J Sudah Lelah
Ricky Sitohang menyebut jika orang lain yang ada di posisi Ferdy Sambo mungkin akan lebih membersihkan Polri.
"Padahal kalau dia didudukkan di posisi itu, jauh lebih hebat untuk membersihkan Polri, ternyata yang naek yang model model Sambo itu," ungkapnya.
Ia bahkan tidak tahu bagaimana Ferdy Sambo bisa naik jabatan dengan cepat.
"Saya nggak tahu pikirannya Sambo itu apa, nggak pernah jadi Kapolda tiba-tiba bintang dua," ucapnya.
Padahal menurut Ricky Sitohang, senior Ferdy Sambo malah masih jauh di bawahnya.
"Sementara senior dirinya jauh dibawah dia, alumni TNI Polri urut kacang lah, kan banyak tiap angkatan punya pengetahuan mumpuni," terangnya.
"Main loncat loncat aja akibatnya terjadi kecemburuan sosial," tuturnya.
"Kalau dia bisa cari muka ke level itu saya akui, karena dimanjakan dari jabatan enak, sampai enak sekali," jelasnya.
Ricky Sitohang yang juga mantan Kapolda NTT menyebut sosok Ferdy Sambo tidak pernah merasakan hidup susah.
"Nggak pernah susahnya jadi semua bisa diatur, ini yang rusak siapa? ya SDMnya,harusnya pemerataan, emang diangakatan Ferdy Sambo nggak ada yang pinter pinter, sepinter apa Ferdy Sambo," jelasnya.
"Dia itu bukan pinter ngepinterin dan pinter pinter," terangnya.
"Ngepinterin orang lain , pinter pinter jilat muka. Padahal di Mabes Polri ada yang brilian tetapi tidak dapat kesempatan. " ujarnya.
Ferdy Sambo Tak Boleh Sembunyi di Balik Alasan Gangguan Jiwa
Di sisi lain, pernyataan Komnas HAM yang menyebut Ferdy Sambo memiliki gangguan jiwa yang menjurus pada psikopat mendapat respon dari ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel.
Reza menilai, Ferdy Sambo mungkin saja mengalami masalah kejiwaan, tapi masalah kejiwaan yang dialami Ferdy Sambo tak bisa dikategorikan sebagai masalah yang membuat dia bisa mendapatkan keringanan hukuman.
Baca juga: Cuaca Lampung Hari Ini 19 September 2022 dan Tinggi Gelombang Selat Sunda
Baca juga: Cuaca Lampung Hari Ini 19 September 2022 Sebagian Besar Wilayah Cerah
"Masalah kejiwaan mungkin saja. Tapi bukan masalah kejiwaan yang membuat FS bisa memanfaatkan "layanan" pasal 44 KUHP. Apalagi kalau masalah kejiwaan yang dimaksud adalah psikopati (gangguan kepribadian antisosial) seperti kata Komnas HAM, maka tepatlah FS disebut sebagai kriminal yang sangat berbahaya," kata Reza dikutip dari KompasTV.
Reza menilai, pernyataan Ketua Komnas HAM yang menduga Ferdy Sambo memiliki masalah kejiwaan bisa kontraproduktif dalam penuntasan kasus pembunuhan Brigadir J.
“Pernyataan Komnas HAM bisa kontraproduktif,” ucap Reza Indragiri Amriel seperti dilansir Tribunlampung.co.id dari Kompas TV pada Senin (19/9/2022).
"Bagian otak itu, tanpa direkayasa, tidak bereaksi ketika diperlihatkan gambar atau tayangan kejam. Jadi, dengan kondisi otak dari sananya yang memang sudah seperti itu, mereka memang tunaperasaan,” jelas Reza Indragiri Amriel.
“Karena menjadi psikopat ternyata bisa dipahami sebagai sesuatu yang terkodratkan, kondisi psikopati malah bisa dipakai sebagai salah satu bahan pembelaan diri,” imbuh dia.
Reza Indragiri Amriel menjelaskan, mungkin saja ada dugaan Ferdy Sambo memiliki masalah kejiwaan. Tapi Ferdy Sambo tidak bisa sembunyi di balik Pasal 44 KUHP.
Pasal 44 KUHP berbunyi, "orang yang melakukan suatu perbuatan sedangkan pada saat melakukan perbuatan orang tersebut menderita sakit berubah akalnya atau gila, maka perbuatan tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepadanya dan orang tersebut tidak dapat dihukum."
“Masalah kejiwaan pada diri FS mungkin saja. Tapi bukan masalah kejiwaan yang membuat FS bisa memanfaatkan layanan pasal 44 KUHP,” terang dia.
Reza Indrahgiri Amriel melanjutkan, apalagi kalau masalah kejiwaan yang dimaksud adalah psikopati atau gangguan kepribadian antisosial seperti disampaikan Komnas HAM.
Jika begitu, maka tepatlah Ferdy Sambo disebut sebagai kriminal dengan klasifikasi sangat berbahaya.
“Dia, sebagai psikopat, memiliki kepribadian Machiavellinisme yang diistilahkan sebagai Dark Triad: manipulatif, pengeksploitasi, dan penuh tipu muslihat,” ujar Reza.
Psikopat yang melakukan tindakan kriminal justru harus dimasukkan ke penjara dengan level keamanan yang tinggi.
“Penjaranya dengan level keamanan supermaksimum. Petugas penjaga jangan staf biasa. Harus staf yang juga cerdas, berintegritas, dan punya jam terbang tinggi," ucap Reza Indragiri Amriel.
Pernyataan LPSK dan Komnas HAM soal gangguan jiwa
Setelah LPSK menyebut Putri Candrawathi memiliki gejala gangguan jiwa, kini giliran Komnas HAM yang menyebut Ferdy Sambo mengalami gangguan jiwa.
Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, Ferdy Sambo secara psikologis merasa percaya diri mampu merekayasa kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Menurut dia, berbekal kekuasaan sebagai Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dengan sadar membuat skenario dan memuluskan rencana kejinya membunuh Brigadir J.
Akibat skenario jahatnya tersebut, banyak anak buah Ferdy Sambo di Propam Polri, Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan ikut membantu.
“Bisa jadi psikopat, tapi ini bisa karena superpower itu. Dia bisa ngeyakini dirinya, siapa yang bisa bongkar kejahatan saya, saya bisa suruh-suruh ini semua,” ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Dugaan tim Komnas HAM ini merujuk pada kedudukan Ferdy Sambo yang semestinya dengan mudah bisa membunuh orang.
Dengan jabatan yang tinggi, Ferdy Sambo berpikir bisa memerintah anak buahnya untuk membunuh Yosua tanpa mengotori tangannya.
( Tribunlampung.co.id / TribunSumsel.com / Tribunnews.com )