Eksklusif Konsumsi Rokok Melonjak
Konsumsi Rokok di Lampung Meningkat, Terjadi pada Kelompok Penghasilan Tinggi hingga Rendah
BPS Lampung mencatat konsumsi rokok di Lampung terus meningkat dalam 3 tahun terakhir. Peningkatan dari kelompok atas hingga bawah.
Penulis: kiki adipratama | Editor: Dedi Sutomo
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung mencatat, konsumsi rokok di Lampung terus meningkat.
Peningkatan konsumsi rokok di Lampung ini terjadi pada kelompok atas hingga bawah.
Bahkan, data BPS menununjukan konsumsi rokok di Lampung tahun 2021 mengalahkan pengeluaran untuk beras. Bahkan, peningkatan konsumsi rokok di Lampung ini terjadi pada 3 tahun terakhir.
Pada data Pola Konsumsi BPS Lampung Tahun 2019, rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk rokok meningkat menjadi Rp 73.090 atau 15 persen dari rata-rata pengeluaran kelompok barang makanan sebesar Rp 484.800.
BPS mencatat, rata-rata perbulan pada tahun 2019, masyarakat menghabiskan 52 batang rokok kretek filter, 21 batang rokok tanpa filter, dan 3 batang rokok putih dengan estimasi pengeluaran Rp 73.090.
Baca juga: Kelompok Ternak Tunas Lembu Karya Metro Lampung Masih Kesulitan Gunakan E-KPB
Baca juga: Dianggap Kebutuhan Pokok, Konsumsi Rokok di Lampung Meningkat Setiap Tahun
Sementara pengeluaran untuk kebutuhan pokok seperti, padi-padian/beras Rp 63.602, sayur-sayuran Rp 41.912, telur dan susu Rp 29.647, daging Rp 17.203, ikan/udang Rp 37.945.
Pada data Pola Konsumsi BPS Lampung Tahun 2020, rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk rokok meningkat menjadi Rp 74.478 atau 14,77 persen dari rata-rata pengeluaran kelompok barang makanan sebesar Rp 503.976.
BPS mencatat, rata-rata per bulan pada tahun 2020, masyarakat menghabiskan 54 batang rokok kretek filter, 18 batang rokok tanpa filter, dan 3 batang rokok putih dengan estimasi pengeluaran Rp 74.478.
Sementara pengeluaran untuk kebutuhan pokok seperti, padi-padian/beras Rp 65.873, sayur-sayuran Rp 49.523, telur dan susu Rp 29.299, daging Rp 17.506, ikan/udang Rp 37.488.
Pada data Pola Konsumsi BPS Lampung Tahun 2021, rata-rata pengeluaran perkapita perbulan untuk rokok meningkat menjadi Rp 82.789 atau 15,33 persen dari rata-rata pengeluaran kelompok barang makanan sebesar Rp 539.964.
BPS mencatat, rata-rata perbulan pada tahun 2021, masyarakat menghabiskan 57 batang rokok kretek filter, 21 batang rokok tanpa filter, dan 2 batang rokok putih dengan estimasi pengeluaran Rp 82.789.
Sementara pengeluaran untuk kebutuhan pokok seperti, padi-padian/beras Rp 67.072, sayur-sayuran Rp 60.522, telur dan susu Rp 30.949, daging Rp 20.684, ikan/udang Rp 41.737.
Baca juga: Konsumsi Rokok di Lampung Naik, Sejumlah Orang Mengaku Siapkan Anggaran Khusus untuk Beli Rokok
Baca juga: Konsumsi Rokok di Lampung per Kapita per Bulan 80 Batang, Pengeluaran Rp 82.789
Pada Tahun 2021 ini , belanja rokok berada pada urutan kedua dari 14 komoditas kelompok barang makanan. Bahkan, jika dibandingkan dengan belanja masyarakat untuk makanan pokok yang mencakup 4 sehat, belanja rokok tetap berada di atas.
Masih merujuk data tersebut, di tahun 2021, belanja rokok sebesar Rp 82.789 atau 15,3 persen. Angka itu lebih tinggi dari belanja sayur-sayuran yang sebesar Rp 60.522 atau 11,2 persen.
Termasuk jika dibandingkan dengan belanja makanan pokok lainnya, seperti telur dan susu yang sebesar Rp 30.949 atau 5,7 persen, serta daging sebesar Rp 20.684 atau 3,8 persen, belanja rokok masih tetap berada di atas.
Alokasikan Anggaran Khusus
Hasil wawancara Tribun Lampung dengan sejumlah orang yang merokok dari berbagai lapisan pada 10-11 September 2022 lalu, terlihat konsumsi rokok dianggap menjadi kebutuhan pokok.
Novian, karyawan swasta mengaku memang mengalokasi anggaran tersendiri untuk beli rokok yakni Rp 750 ribu sebulan.
Dalam sehari ia membeli rokok seharga Rp 25 ribu. Namun pengeluaran untuk rokok ini bisa meningkat jika sedang berkumpul bersama teman.
Ia mengklaim, uang untuk membeli rokok itu tidak mengganggu anggaran belanja dapur. Sehingga, kata dia, kebutuhan makanan pokok tetap tercukupi.
MK, seorang pengusaha mengaku, rokok merupakan "menu" wajib baginya. Saat mengobrol bersama kolega, ia bahkan bisa menghabiskan dua bungkus rokok.
"Ya sebenarnya karena kebiasaan aja sih. Kalo udah sama kawan ngobrol mah udah, cepet aja ngerokoknya," ujar MK.
Sama seperti Novian, MK pun mengaku, uang yang dihabiskan untuk membeli rokok tidak menggangu belanja dapur keluarganya.
Hal serupa ternyata juga terjadi pada kelompok kalangan bawah. HF, seorang juru parkir di Bandar Lampung mengku juga wajib menghisap rokok setiap hari meski pemasukan terbatas.
Bahkan saat Tribun berbincang dengannya, HF terlihat sudah menghabiskan 3 batang rokok dalam 15 menit bercakap-cakap. HF mengaku, bisa menghabiskan 3 bungkus rokok dalam sehari.
"Ya kalo rokok aja saya 3 bungkus sehari, serius. Kalo Rp 40-50 ribu lah sehari," kata HF.
Ia pun menyadari jika pengeluarannya untuk membeli rokok ini cukup besar. Namun ia mengaku tidak mempersoalkannya. Sebab, ia belum bisa berhenti merokok.
Saat disinggung penghasilannya, ia mengaku mendapatkan Rp 50 ribu-Rp 60 ribu sehari. Jika dirata-rata pengeluaran HF untuk rokok sebesar Rp 40 ribu sehari, maka pengeluaran HF untuk rokok selama satu bulan yakni Rp 1,2 juta.
Sementara HF sendiri mengaku jika penghasilannya dari juru parkir rata-rata Rp 60 ribu per hari, atau Rp 1,8 juta per bulan. Artinya, hanya 22 persen atau Rp 600 ribu saja dialokasikan untuk bahan pokok yang dibawa pulang oleh HF untuk isteri dan anaknya.
Tak berbeda dengan HF, YN tukang Becak, juga sebagai pecandu rokok. Dia mampu menghabiskan sebungkus rokok setiap harinya. Bahkan jika ia tidak mampu membeli satu bungkus sekaligus, ia membeli dengan cara mengeteng atau perbatang.
"Ya kalo gak bisa beli sebungkus belinya ngeteng aja, rokok-rokok kretek, ya kurang lebih Rp 15 ribu lah untuk rokok," kata dia.
(Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/ilustrasi-rokok-dan-uang.jpg)