Berita Lampung

Kasus Mafia Pupuk di Pringsewu: Jaksa Minta Keterangan Pusri dan Petrokimia, Periksa 2 Produsen

Kejari Pringsewu meminta keterangan kepada pihak Pusri dan Petrokimia terkait kasus mafia pupuk di Pringsewu. Jaksa juga memeriksa dua distributor.

Editor: Yoso Muliawan
Tribunlampung.co.id/Riana Mita Ristanti
Mafia Pupuk di Pringsewu - Tim Kejari Pringsewu menyita dokumen dari dua gudang pupuk subsidi di Gading Rejo, beberapa waktu lalu. Penyitaan dokumen ini bagian dari upaya mengusut kasus mafia pupuk di Pringsewu. Kejari Pringsewu juga telah memeriksa sejumlah saksi mulai dari pihak kios, distributor, hingga produsen pupuk. 

Tribunlampung.co.id, Pringsewu - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pringsewu meminta keterangan kepada pihak Pusri dan Petrokimia terkait kasus mafia pupuk di Pringsewu.

Permintaan keterangan kepada pihak Pusri dan Petrokimia itu bagian dari upaya kejaksaan mengusut kasus mafia pupuk di Pringsewu.

Kejari Pringsewu meminta keterangan kepada pihak Pusri dan Petrokimia dalam kapasitas sebagai saksi.

"Dua produsen pupuk dimintai keterangan, yakni Pusri dan Petrokimia," kata Kasubsi Intelejen Kejari Pringsewu Martin Josen saat ditemui Tribunlampung.co.id di kantor Kejari Pringsewu, Jumat (21/10/2022).

Selain dua produsen, Kejari Pringsewu turut meminta keterangan kepada dua distributor pupuk sebagai saksi.

"Pertama, CV Enggal. Kemudian, CV Bumi Subur," ujar Martin Josen mewakili Kasi Intel Kejari Pringsewu Median Suwardi.

Baca juga: Ekspose Kasus Pupuk Oplosan, Kapolres Lampung Selatan: Hanya Diedarkan di Lampung

Baca juga: Dua Tersangka Kasus Pupuk Ilegal di Lampung Selatan Dapat Upah Rp 120 Ribu/Kg, Sehari Bikin 3 Ton

Martin Josen mengungkapkan, Kejari Pringsewu juga telah meminta keterangan kepada sejumlah saksi lain dalam pengusutan kasus mafia pupuk di Pringsewu ini.

Setidaknya 40 kios pupuk di empat kecamatan di Pringsewu dimintai keterangan sebagai saksi.

"Sudah kami mintai keterangan 40 kios pupuk di Pringsewu," kata Martin Josen.

Sebanyak 40 kios pupuk yang dimintai keterangan itu berada di Kecamatan Gadingrejo, Pringsewu, Sukoharjo, dan Banyumas.

Awal November

Dari serangkaian upaya pengusutan kasus mafia pupuk di Pringsewu, kejaksaan setempat akan menetapkan tersangka dalam waktu dekat. 

"Dalam waktu dekat kami akan menetapkan tersangka kasus mafia pupuk," ujar Martin Josen.

"Mudah-mudahan awal bulan depan (November)," imbuh Martin Josen.

Ditanya berapa tersangka yang akan ditetapkan, Martin Josen belum memastikan.

Sita Dokumen

Kejari Pringsewu sudah menyita dokumen pupuk subsidi dari dua gudang terkait kasus mafia pupuk di Pringsewu pada 1 Agustus 2022.

Dua gudang itu berada di wilayah Pringsewu.

Penyitaan dokumen dilakukan Kejari Pringsewu untuk menyelidiki kasus mafia pupuk, mulai dari tingkat petani, kelompok tani, sampai gudang distributor.

Dokumen pupuk subsidi yang disita Kejari Pringsewu di antaranya berupa delivery order (DO) dan sales order (SO) tahun 2020 dan 2021.

Baca juga: Pupuk Ilegal di Lampung Selatan Dijual Sampai Bengkulu dan Palembang

Baca juga: Pemprov Lampung Tingkatkan Pengawasan Buntut Pupuk Ilegal di Lampung Selatan

"Benar, tim penyidik Kejari Pringsewu telah menyita beberapa dokumen terkait kasus mafia pupuk di Pringsewu tahun anggaran 2020-2021," kata Kasi Tindak Pidana Khusus Kejari Pringsewu M Marwan Jaya Putra, 5 Agustus 2022.

M Marwan Jaya Putra menjelaskan, tim melakukan inspeksi ke Gudang BGR Logistics di Pekon Tambak Rejo, Kecamatan Gading Rejo.

"Kemudian ke Gudang Pusri di Pekon Sidoharjo," ujar M Marwan Jaya Putra.

Kasus Pupuk di Lampung Selatan

Polres Lampung Selatan membongkar praktik pengoplosan pupuk ilegal di tiga tempat berbeda di kabupaten tersebut.

Masing-masing di Desa Taman Agung dan Desa Tajimelala di Kecamatan Kalianda dan di Kecamatan Tanjung Bintang.

Tim Polres Lampung Selatan mengamankan dua orang yang menjadi tersangka, yakni FR (24) dan AC (44).

Terbongkarnya kasus pupuk ilegal di Lampung Selatan ini berdasarkan laporan masyarakat.

"Berdasarkan informasi masyarakat, Satreskrim Polres Lampung Selatan bergerak mencari lokasi yang diduga menjadi tempat pengoplosan pupuk ilegal tersebut," kata Kapolres Lampung Selatan AKBP Edwin saat ekspose kasus pupuk ilegal di mapolres setempat, Kamis (20/10/2022).

Penyelidikan Satreskrim Polres Lampung Selatan membuahkan hasil.

"Petugas mendapati tempat pengoplosan pupuk ilegal di Desa Taman Agung dan Desa Tajimalela, Kecamatan Kalianda, satu lokasi lagi di Kecamatan Tanjung Bintang," ujar AKBP Edwin.

"Saat petugas mendatangi lokasi, mereka (FR dan AC) sedang melakukan pengoplosan pupuk ilegal," sambungnya.

Atas temuan pupuk ilegal di tiga tempat di Lampung Selatan, tim Satreskrim Polres Lampung Selatan melakukan pengembangan hingga mendapati pabrik besarnya di Gotong Royong, Gunung Sugih, Lampung Tengah.

"Jadi, skala besarnya ada di Gunung Sugih (Lampung Tengah). Di situ juga mereka melakukan packing (pengemasan)," ujar AKBP Edwin.

Campur Berbagai Bahan

AKBP Edwin membeberkan pengoplosan pupuk ilegal dilakukan dengan mencampurkan sejumlah bahan, seperti kapur, garam, batu bata, dan pewarna merah.

Hasil pencampuran tersebut kemudian dikemas ke dalam karung pupuk KCL merek Mahkota Fitilizer.

Dalam kasus ini, petugas Satreskrim Polres Lampung Selatan menyita barang bukti total 54 ton pupuk ilegal.

"Sebanyak 45,5 ton pupuk ilegal diamankan di tiga tempat di Lampung Selatan, sisanya di pabrik besarnya di Gotong Royong, Gunung Sugih, Lampung Tengah," ujar AKPB Edwin.

Di Desa Taman Agung, Kalianda, petugas menyita 20 karung sak pupuk ilegal yang disebut sebagai KCL/MOP merek Daun sawit.

Kemudian, 60 karung sak yang disebut pupuk NPK, 70 karung sak yang disebut pupuk TSP, dan 37 karung kosong bertuliskan pupuk KCL/MOP merek Daun Sawit.

Ada juga 200 karung kosong bertulis pupuk KCL merek Mahkota Fitilizer, serta 120 karung berisi garam yang sudah diberi pewarna merah.

Petugas juga menyita pewarna merah kurang lebih satu kilogram, tiga karung kapur pertanian, satu karung merek New Long, dua unit mesin jahit, dan dua gulung benang jahit karung.

Juga sebuah ayakan, dua buah sekop, tiga buah cangkul, sebuah mesin giling, dua unit mesin molen, dan satu karung garam.

Sementara di Desa Tajimalela, Kalianda, petugas menyita 160 karung bertuliskan TSP merek Mahkota Fitilizer, 60 karung bertuliskan PT Agra Fitilizer Grup, 120 karung warna biru berisi garam yang sudah diberi pewarna merah, 70 karung polos, dan satu unit mobil Colt Diesel warna kuning BE 8311 DK.

"Dari lokasi di Tanjung Bintang, kami mengamankan 160 karung pupuk PT Agra Fitilizer Grup," kata AKBP Edwin.

Dampak dari pupuk oplosan ilegal tersebut adalah tanah menjadi keras.

"Ketika unsur senyawa pupuk ini tidak sesuai, maka akan berdampak pada tanah. Kandungannya kan sudah jelas ya, batu bata, kapur, kemudian garam, cat warna," papar AKBP Edwin.

AKBP Edwin menambahkan peredaran pupuk ilegal di Lampung Selatan ini bisa berdampak bagi para petani.

"Kalau pupuk tidak sesuai standar pupuk aslinya, maka akan berdampak pada petani. Hasil panennya tidak baik, kemudian akan berdampak panjang," ujar AKBP Edwin.

Para pelaku kasus pupuk ilegal ini mendapat keuntungan hingga miliaran rupiah dari penjualan pupuk ilegal.

"Kalau ditanya berapa sih keuntungan, bisa dihitung sendiri. Normalnya harga pupuk Rp 160 ribu per sak, tapi mereka jual Rp 120 ribu per sak," ujar AKBP Edwin.

AKBP Edwin menambahkan ada juga pupuk ilegal yang dijual oleh para pelaku seharga Rp 160 ribu per sak.

Pengakuan Pelaku

Dua tersangka kasus pupuk ilegal di Lampung Selatan mengaku diupah Rp 120 ribu setiap satu kilogram pupuk ilegal yang dibuat.

Dua tersangka itu memberi pengakuan saat dihadirkan dalam ekspose kasus pupuk ilegal di Mapolres Lampung Selatan.

Dua tersangka kasus pupuk ilegal di Lampung Selatan tersebut adalah FR (24), warga Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, dan AC (44), warga Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

AC mengaku hanya sebagai pekerja dalam kasus pembuatan pupuk ilegal ini.

AC menyebut ada orang di balik produksi pupuk ilegal tersebut.

"Kami cuma pekerja. Ada bos kami yang mengatur semuanya, mulai dari harga sampai barang dipasarkan ke mana," kata AC.

AC mengaku sudah empat bulan bekerja sebagai pembuat pupuk ilegal.

Per satu kilogram pupuk ilegal yang dibuat, AC mengaku mendapat upah sebesar Rp 120 ribu.

Adapun pemberi upah, ungkap AC, adalah seseorang yang disebutnya sebagai bos.

Seseorang itu memiliki pabrik besar di Gotong Royong, Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah.

Dalam sehari, AC mengaku bisa membuat 2-3 ton pupuk ilegal bersama sejumlah rekannya.

"Biasanya yang mengerjakan, 3-5 orang," ujar AC.

AC menjelaskan lokasi yang dijadikan tempat pembuatan pupuk ilegal di Lampung Selatan hanyalah gudang pengepulannya.

"Pabrik besarnya ada di Gotong Royong, Gunung Sugih (Lampung Tengah)," kata AC.

Kejar Bos Besar

Kapolres Lampung Selatan AKBP Edwin memastikan tim telah mengantongi identitas pemilik pabrik besar pupuk oplosan yang ada di Lampung Tengah.

"Inisialnya A. Nanti kami buatkan DPO-nya (daftar pencarian orang)," ujar AKBP Edwin.

AKBP Edwin mengungkapkan pemilik pabrik besar pupuk ilegal tersebut sudah pernah 'bermain', bahkan pernah masuk bui terkait kasus serupa.

"Kami berharap kepada masyarakat yang mengetahui keberadaan pelaku agar melapor ke Polres Lampung Selatan," kata AKBP Edwin. ( Tribunlampung.co.id / Dominius Desmantri Barus )

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved