Memilih Damai

Pemilih Pilpres 2024 Didominasi Kaum Muda, Erick Thohir Bisa Jadi Jembatan Generasi

Fachry Ali mengatakan bahwa Erick Thohir bisa menjadi jembatan antar generasi yang bisa didorong maju Pilpres 2024.

Tribunnews/JEPRIMA
Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) didampingi Dirut Bank Mandiri Darmawan Junaidi. 

"Sistem politik kita terbuka, makanya sekarang ini kita tidak berbicara lagi soal apa namanya pusat-pusat kepemimpinan berbicara lagi soal penguasaan segelintir orang, karena sistem demokrasi kita itu ya ada orang menyebut terlalu liberal malah dan seterusnya," kata Ray.

Hal itu disampaikan Ray saat menghadiri Talkshow Series Memilih, Damai dengan tema "Membaca Suara dari Daerah: Sumatera", Senin (21/11/2022).

Menurut Ray, sejauh mana persaingan ini betul-betul melahirkan kompetisi berkualitas, maka harus ada calon pemimpin luar pulau Jawa yang memang layak bersaing di kancah nasional, salah satunya Pemilihan Presiden (Pilpres).

"Sekarang pertanyaannya, misalnya, apa namanya pemimpin-pemimpin dari Sumatera ada tidak dari delapan provinsi yang ada sekarang layak kita dorong sebagai sebagai calon presiden wakil presiden yang memiliki prestasi dan diperbincangkan di tingkat nasional dari Aceh hingga Lampung," ujarnya.

Diterangkan Ray, Ganjar Pranowo merupakan satu-satunya nama yang secara geografis dan etnis berasal dari Jawa.

Sedangkan kandidat lain seperti Anies Baswedan, Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Erick Thohir hingga Puan Maharani bisa disebut bukan betul-betul dari Jawa.

"Jadi kalau 10 nama besar presiden itu saya kira 70 persennya bukan dalam artian geografi dan etnik orang Jawa, tapi luar Jawa. Kalau ditanyakan ke sistem tidak ada lagi masalahnya nanti itu, justru kalau ditarik lagi ke pemilihan presiden dipilih MPR itu masalah lagi, karena oligarkinya makin kuat dan penguasa di oligarki itu adalah sekelompok orang yang memang memiliki kekuasaan akses selalu kepada partai kekuasaan," ucapnya.

Meski demikian, Ray mengaku bahwa mengajukan capres bukanlah hal yang main-main.

"Contohnya jika Ketum PDI-P Megawati misalkan memaksakan mendorong Puan Maharani tapi nyatanya elektabilitasnya hanya 2-3 persen dan jika didorong hal itu tidak akan laku," tutur Ray.

Dijelaskan Ray, pemilihan langsung saat ini membuat semua orang punya kesempatan untuk berkompetisi, untuk masuk ke dalam yang atau rekam jejak yang memungkinkan kandidat dilihat di pasar pemilu.

Terlebih, sebut dia, ada orang yang ingin memilih orang lain berdasarkan kedekatan, bukan sekadar uang semata.

"Meskipun tetap mengambil uang itu nanti, tapi pilihannya siapa yang tahu. Sehingga orang itu harus kampanye dengan prestasinya selama ini. Kandidat yang ada saat ini menjual prestasi yang telah mereka lakukan saat menjabat, tidak ada calon pemimpin yang tiba-tiba muncul dan itu sudah habis sejak 2024 mendatang," paparnya.

Diungkapkan Ray, jika nantinya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara resmi pindah ke Kalimantan, maka Jakarta bukan lagi pusat untuk presiden-presiden selanjutnya, seperti Joko Widodo yang awalnya Gubernur DKI Jakarta.

"Dengan berpindahnya pusat pemerintah dari Jakarta ke Kalimantan, jelas hal itu nanti merubah pusat, dan besar dugaan saya Gubernur Jawa Barat dan Jawa Tengah akan dilirik masyarakat, karena pemilihnya banyak, tetapi luar jawa juga memiliki kesempatan.

"Sehingga siapa yang sukses disana maka punya kesempatan memimpin Indonesia. Namun, lagi-lagi, siapkah kita berkompetisi dengan sebaik mungkin dalam sistem yang terbuka ini, yang liberal ini sebelum dikunci oleh para oligarki," bebernya.

(Tribunlampung.co.id)
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved