Berita Lampung

Pengabdian Founder UMKM Kahut Sigerbori, Sabet Figur Inspiratif Lampung

Anggra membangun UMKM ramah lingkungan bernama Kahut Sigerbori. UMKM yang berjalan sejak 2018 lalu tersebut memproduksi berbagai produk ecoprint.

Penulis: Kiki Novilia | Editor: Daniel Tri Hardanto
Dok Kahut Sigerbori
Ilustrasi produk Kahut Sigerbori. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Bagai cempedak berbuah nangka, demikian peribahasa yang tepat disematkan untuk Anggraeni Kumalasari, founder UMKM Kahut Sigerbori.

Dia dinobatkan sebagai kandidat figur inspiratif Lampung bertajuk BRI Local Champion. 

Bukan tanpa alasan perempuan yang akrab disapa Anggra itu mendapatkannya.

Sederet prestasi dan jasa telah dia torehkan selama ini.

Mulai dari membuka usaha ramah lingkungan, membuka lapangan pekerjaan, serta memberdayakan para ibu rumah tangga. 

Baca juga: UMKM Keripik Asya, Sulap Modal Recehan Jadi Omzet Rp 50 Juta per Bulan

Baca juga: Terbukti Lebih Hemat, PLN Ajak Pelaku UMKM Beralih ke Kendaraan Listrik

Hal ini dikonfirmasi langsung oleh perwakilan BRI RO Bandar Lampung, Julian Esa Yudhistira.

Ia mengatakan, Anggra menjadi figur inspiratif berkat jasa dan dedikasinya selama ini. 

“Jadi kita mencari UMKM yang inspiratif dan inovatif dalam pengembangan lingkungan dan ekosistem,” kata dia, Minggu (7/5/2023).

Program tersebut ternyata diadakan setiap tahun, diikuti UMKM yang berbeda-beda.

Dari sana, pihak BRI lantas melakukan kurasi ketat, hingga terpilihlah sosok inspiratif seperti Anggra.

Penghargaan tersebut sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Anggra.

Dirinya mengaku hanya ingin membantu sesama dan membangun usaha yang tidak menyakiti bumi. 

Diketahui Anggra membangun UMKM ramah lingkungan bernama  Kahut Sigerbori. UMKM yang berjalan sejak 2018 lalu tersebut memproduksi berbagai produk ecoprint.

Adapun ecoprint merupakan teknik mencetak atau mewarnai kain menggunakan bahan-bahan alami, seperti daun, bunga dan juga kulit kayu.

Dengan demikian, Kahut Sigerbori boleh dikatakan sebagai bisnis yang tidak hanya berorientasi pada uang.

Di dalamnya terselip misi khusus untuk terus menjaga lingkungan.

“Bahan-bahan dan juga pewarnanya, semua alami,” katanya saat dijumpai di galerinya yang terletak di Jalan ZA Pagar Alam, Gang Ken Arok, Labuhan Ratu, Bandar Lampung, Sabtu (6/5/2023). 

Biasanya tumbuhan yang dijadikan sebagai bahan ecoprint adalah marigol, air mata pengantin, daun Afrika, daun kenikir, pucuk jati, dan lain sebagainya.

Seluruh tumbuhan tersebut didapat dari para petaninya langsung dengan harga yang kompetitif. 

Ia memang sengaja membelinya langsung dari para petani. Menurut dia, ini penting untuk membantu membuka lapangan pekerjaan.

“Saya beli dengan harga yang layak untuk tiap genggamnya, tapi harus yang kualitasnya bagus,” terang dia.

Tak hanya itu, Anggra juga berusaha menekan volume limbah dari proses pasca produksinya yang dapat mengotori bumi.

Dia tidak ingin bumi tersakiti imbas usaha yang dilakukan.

"Sampah fesyen setelah produksi itu banyak sekali, jadi itu yang ingin kita kurangi," ucap dia. 

Sementara lewat ecoprint, bahkan sampah dedaunan yang dipakai masih bisa diolah menjadi kompos atau pupuk yang bermanfaat. 

"Memang tidak 100 persen kemudian bisa langsung tanpa limbah, tapi setidaknya bisa meminimalisasi limbahnya," imbuhnya lagi. 

Rangkul Ibu Rumah Tangga

UMKM yang sudah berjalan selama 5 tahun tersebut kian bertumbuh dari waktu ke waktu.

Bahkan kini omzetnya bisa menyentuh Rp 15 juta-Rp 30 juta per bulan.

Permintaan yang tinggi di pasaran, praktis bakal berdampak pada produksi Kahut Sigerbori.

Saat ini Anggra memiliki dua tempat produksi, yakni di galerinya sendiri di Labuhan Ratu, Bandar Lampung dan desa Talang Mulya, Pesawaran, Lampung.

Dari kedua lokasi tersebut, ia mampu menjaring belasan perajin ecoprint. 

"Perajin lepasnya ada 15, kemudian tenaga tetapnya ada 6 termasuk saya," imbuhnya. 

Anggra paham betul, ecoprint adalah sebuah seni baru bagi warga Lampung.

Karena itu, dia sendiri yang melatih seluruh perajinnya mulai dari nol hingga mahir seperti sekarang. 

"Mereka rata-rata ibu rumah tangga yang usianya sudah 35 tahun ke atas," terang dia. 

Target usia tersebut dipilih bukan tanpa alasan.

Anggra ingin dapat memberdayakan para perempuan yang usianya tergolong tidak lagi muda.

"Perempuan di usia segitu dengan tanpa skill akan susah untuk cari pekerjaan, maka saya fokus ke sana," imbuhnya. 

Satu di antara perajin Kahut Sigerbori, Tina (37) mencoba membeberkan pengalamannya.

Ia mengaku sudah bergabung dengan Anggra sejak 4 tahun yang lalu di bagian produksi ecoprint. 

"Saya awalnya melihat hasil ecoprint itu cantik gitu, jadi tertarik untuk belajar membuatnya," ucap dia. 

Selama beberapa waktu, dia fokus memperhatikan cara pengerjaannya dari Anggra.

Setelahnya, ibu dua anak tersebut terus berlatih hingga mahir dengan sendirinya.

Dari pekerjaannya menyulap dedaunan, Tina mengaku bersyukur bisa membantu perekonomian keluarga.

Hal ini mengingat kedua anaknya masih duduk di bangku SMP dan SD yang praktis membutuhkan banyak biaya.

"Ya lumayan, alhamdulillah, bisa membantu suami cari uang. Bisa juga buat uang sekolah anak," imbuhnya lagi. 

Mendampingi Warga Desa

Di sela kesibukannya sebagai seorang pengusaha, Anggra masih menyisihkan waktu untuk berbagi ilmu ke pelosok desa di Lampung.

Saat ini dia tercatat membina warga desa Pemerihan, Kecamatan Bengkunat, Pesisir Barat dan desa Talang Mulya, Kecamatan Teluk Pandan, Pesawaran. 

Di desa Pemerihan, dia mengajarkan produksi ecoprint, sementara di desa Talang Mulya fokusnya adalah ecoprint dan batik kontemporer.

Misinya adalah memberdayakan warga setempat hingga mampu menghasilkan karyanya sendiri. 

“One village one product, satu desa satu produk,” katanya menegaskan.

Menariknya, aksi pembinaan tersebut dilakukan secara sukarela alias tanpa sponsor dari lembaga mana pun.

Padahal, untuk bisa sampai ke desa tersebut memakan waktu hingga berjam-jam lamanya.

Sebab, jarak dari rumahnya dari Bandar Lampung ke Pesisir Barat mencapai 155,6 km atau setara dengan 4 jam perjalanan. 

"Saya bahkan nyetir sendiri," imbuhnya. 

Anggra mengajarkan seluruh proses ecoprint dan batik kontemporer secara telaten ke para warga yang ada di sana.

Ia mengaku ingin terus berbuat hal demikian sampai titik darah penghabisan. 

“Selamanya, sampai sekuatnya saya,” tutup dia penuh keyakinan.

( Tribunlampung.co.id / Kiki Novilia )

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved