Berita Lampung

Sumur di Bandar Lampung Tidak Layak Dikonsumsi

Sejumlah penggiat lingkungan di Provinsi Lampung kompak waswas terhadap dampak perubahan iklim.

Penulis: Vincensius Soma Ferrer | Editor: soni
Tribun Lampung / V Soma Ferrer
Diskusi penggiat lingkungan di Provinsi Lampung, Rabu (14/6/2023). Penggiat lingkungan waswas kualitas air di Lampung rendah dampak perubahan iklim 


Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sejumlah penggiat lingkungan di Provinsi Lampung kompak waswas terhadap dampak perubahan iklim.

Para penggiat lingkungan mengaku cemas terhadap dampak perubahan iklim yang saat ini mulai dirasakan.

Dalam diskusi publik sejumlah komunitas dan organisasi yang diinisiasi Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) di Bandar Lampung, Rabu (14/6), salah satu dampak yang sangat terasa ialah kualitas air di Provinsi Lampung.

Berangkat dari data hasil survei Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung, forum tersebut menilai kualitas air di Lampung, khsusunya di Bandar Lampung tidak baik.

Surveyi tersebut menyebutkan, lima sumur di Bandar Lampung terkonfirmasi status 'colifrom' atau artinya terkontaminasi 'escherichia coli', namun dengan kadar nilai yang berbeda.

Sanitarian Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung Selvi Permatasari memaparkan, status coliform dari sumur-sumur masyarakat di lingkup puskesmas setempat bahkan ada mencapai 250 npm.

"Nilai tersebut lima kali lipat yang normalnya hanya sebesar 50 npm," jelas Silvi Permatasari.

Dengan angka tersebut, idealnya air sumur di Bandar Lampung tidak layak digunakan untuk kebutuhan konsumsi manusia.

Kemudian dari data Bappeda Provinsi Lampung, potensi ketersediaan air di Provinsi Lampung berkemungkinan menurun sebesar 12,4 persen pada tahun 2024.

Advisor Wash Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) Bambang Pujiatmoko menilai perubahan iklim tersebut, membawa kondisi krisis air di Provinsi Lampung.

"Krisis air ini, artinya bukan hanya kurang air, melainkan debit air kotor yang berlebih, misal saat banjir usai hujan," kata Bambang Pujiatmoko.

Menurut Bambang, berkurangnya kualitas air di Lampung membawa dampak masyarakat yang harus membeli air bersih untuk keperluan tertentu, seperti minum dan memasak.

Berkurangnya kualitas air akibat perubahan iklim, rupanya bukan hanya berdampak pada masyarakat secara langsung seperti hal di atas.

Sejumlah kecemasan penggiat lingkungan di Lampung, juga muncul dari sektor pertanian, kelautan, kesehatan, ekonomi rumah tangga, hingga sektor perempuan dan anak.

Menurut forum tersebut, usia anak merupakan sosok paling rentan terhadap perubahan iklim dari sektor apapun.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved