Advertorial

Upaya Pemenuhan Hak Bagi Narapidana, Begini Kata Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Metro Joko Nugroho

Salah satu permasalahan pemenuhan hak asasi yang belum dibahas secara optimal adalah pemenuhan hak untuk 'melanjutkan keturunan' bagi narapidana.

Istimewa
Kegiatan Bapas Kelas II Kota Metro, Lampung. 

“Apabila saya: Meninggalkan istri saya 2 (dua) tahun berturut-turut; Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya; Menyakiti badan/jasmani istri saya, atau Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya 6 (enam) bulan atau lebih;dan karena

perbuatan saya tersebut istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut, kemudian istri saya membayar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Kepada Pengadilan tersebut saya memberi kuasa untuk menerima uang iwadh tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial”

Mengacu pada Sighat Taklik tersebut, maka pemenuhan kebutuhan seksual yang dikategorikan sebagai nafkah wajib dalam ajaran Islam berpotensi menjadi penyebab jatuhnya talak yang dapat berujung pada perceraian.

Salah satu penyebab timbulnya perceraian adalah tidak terpenuhinya kebutuhan seksual bagi narapidana maupun pasangannya.

Berdasarkan temuan penulis di lapangan, tidak jarang narapidana laki-laki diceriakan oleh istrinya karena tidak lagi mampu memberikan nafkah lahir dan batin. Begitu juga sebaliknya terhadap narapidana perempuan.

Pada prinsipnya, perceraian yang terjadi ketika narapidana sedang menjalani hukuman di dalam Lapas/Rutan bertentangan dengan upaya reintegrasi sosial warga binaan terhadap masyarakat. Hilangnya dukungan dari keluarga dapat mengakibatkan motivasi narapidana untuk memperbaiki diri semakin menurun.

Faktor keluarga, telah diakui juga dalam instrumen asesmen kebutuhan kriminogenik yang digunakan oleh Asesor Pemasyarakatan dan Pembimbing Kemasyarakatan (PK) untuk mengidentifikasi kebutuhan pembinaan dan pembimbingan bagi narapidana.

[1] Sayangnya, tindak lanjut dari rekomendasi asesmen oleh Asesor dan PK masih memiliki banyak hambatan untuk dapat ditindaklanjuti.

Selain permasalahan perceraian yang jelas membuat upaya reintegrasi sosial narapidana menjadi terhambat, terdapat permasalahan lain yang tidak kalah mengerikannya. Karena tidak adanya akses yang legal dan alami utuk dapat menyalurkan hasrat seksual, di dalam Lapas/Rutan ditemui permasalahan hubungan seksual sesama jenis.

[2] Umumnya yang menjadi korban seks sesama jenis tersebut berasal dari narapidana yang usianya relatif muda dan narapidana dengan jenis pidana kekerasan seksual. Walaupun dilakukan dengan persetujuan (consent), hubungan

seksual yang tidak sehat rentan menimbulkan permasalahan berganda seperti penyakit menular seksual, konflik antar narapidana, trauma berkepanjangan, dan misorientasi nilai yang sesuai dengan norma agama dan kesusilaan.

Upaya Memanusiakan Manusia

Memanusiakan manusia, rasanya itulah istilah yang paling tepat untuk memfokuskan kembali prioritas kebijakan pemerintah dan alokasi sumber daya pihak terkait terhadap pemenuhan hak narapidana.

Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menuntut negara hadir pada setiap pemenuhan hak dasar warga negaranya, sudah sepatutnya menjadi landasan akan kepedulian perumus dan pelaksana kebijakan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved