Advertorial
Upaya Pemenuhan Hak Bagi Narapidana, Begini Kata Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Metro Joko Nugroho
Salah satu permasalahan pemenuhan hak asasi yang belum dibahas secara optimal adalah pemenuhan hak untuk 'melanjutkan keturunan' bagi narapidana.
Setidaknya terdapat tiga bentuk kebijakan yang dapat dipertimbangkan untuk merintis pemenuhan hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan bagi narapidana di dalam Lapas/Rutan.
Antara lain: optimalisasi integrasi Cuti Mengunjungi/Dikunjungi Keluarga (CMK), pembuatan bilik asmara (conjugal room), peningkatan pemeriksaan kesehatan organ reproduksi bagi narapidana perempuan dan pemantauan penyakit menular seksual bagi seluruh narapidana.
Cuti Mengunjungi Keluarga sudah sejak lama memiliki payung hukum sebagai salah satu bentuk pelaksanaan integrasi narapidana.
Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memuat ”Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas: .. g. terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu”. Selanjutnya, dalam Pasal 14 huruf j ketentuan tersebut, dijelaskan juga narapidana berhak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
Secara lebih teknis, ketentuan mengenai CMK diatur lebih lanjut dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa CMK dapat diberikan paling lama 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empat) jam atas seizin Kepala Lapas dengan memberitahukan kepada Bapas setempat.
Belakangan, ketentuan mengenai CMK diatur dengan lebih detail dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah terakhir dalam Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Beberapa syarat pertimbangan CMK dapat diberikan atau tidak diantaranya: masa pidana paling singkat 12 (dua belas) bulan, telah menjalani ½ (satu per dua) dari masa pidananya, telah layak diberikan izin berdasarkan pertimbangan dari penelitian kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan.
Pembuatan Bilik Asmara (conjugal visit/room)
Pembahasan mengenai pembuatan bilik asmara di Indonesia sempat ramai diperbincangkan ketika Kementerian Hukum dan HAM dipimpin oleh Patrialis Akbar pada tahun 2010.
Ketika itu DPR sudah menyetujui dan justru mendorong agar dibuat ruang secara khusus bagi narapidana yang sudah berkeluarga untuk dapat menyalurkan hasrat biologisnya.
[1] Sayangnya pembahasan teknokratis tersebut tidak berlanjut dalam formulasi kebijakan hingga saat ini.
Pada dasarnya, Kementerian Hukum dan HAM sudah mengoperasikan bilik asmara di Lapas Ciangir, Lapas Terbuka Kendal, dan Lapas Nusakambangan.
[2] Direktur Jenderal Pemasyarakatan yang menjabat ketika itu, Sri Puguh Budi Utami, menyampaikan bahwa syarat pengoperasian bilik asmara tersebut adalah Lapas dimaksud ada dalam kategori minimum security.
Harapannya seluruh Lapas dengan minimum security dapat membuka pelayanan bilik asmara. Jangan sampai karena tidak secara resmi dioperasikan, justru menjadi peluang oknum petugas yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan bisnis ilegal.