Ramadan

Bolehkah Suami Istri Bermesraan Saat Berpuasa?

Orang yang berpuasa, selain diperintahkan untuk meninggalkan makan dan minum, juga diperintahkan untuk meninggalkan syahwatnya.

Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Daniel Tri Hardanto
Istimewa
Ketua Komisi Fatwa MUI Lampung Dr H Akhmad Ikhwani Lc MA. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Bolehkah bermesraan dengan istri atau suami dalam kondisi berpuasa dan apa saja batasan-batasannya? Bolehkah melakukan hubungan suami-istri saat sedang berpuasa?

Jawaban:

Orang yang berpuasa, selain diperintahkan untuk meninggalkan makan dan minum, juga diperintahkan untuk meninggalkan syahwatnya.

Terkait hal ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Puasa adalah perisai (dari perbuatan-perbuatan buruk). Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka hendaknya ia tidak melakukan rafats dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan bodoh.” (HR Bukhari)

Kata rafats yang dilarang dalam hadis di atas mencakup ucapan kotor, bersetubuh dan perbuatan-perbuatan yang mendahuluinya. (Fathul Bari, vol. IV, hlm. 104)

Di dalam sebuah hadis Qudsi, Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman tentang orang yang akan mendapatkan pahala yang besar dari-Nya, “Hamba-Ku meninggalkan syahwatnya, makanan dan minuman demi mendapatkan ridha-Ku”. (HR Muslim) 

Dengan demikian, orang yang masih menuruti syahwatnya, salah satunya dengan bermesraan, walaupun tidak sampai bersetubuh, maka ia telah melanggar hal-hal di atas. 

Oleh karena itu, haram hukumnya bermesraan dengan istri atau suami saat berpuasa apabila hal tersebut akan membangkitkan syahwat, walaupun puasanya tetap sah. 

Keharaman bermesraan yang membangkitkan syahwat saat berpuasa ini, karena berisiko mengakibatkan puasa batal, yaitu jika sampai mengeluarkan sperma walaupun tidak dengan bersetubuh.

Adapun jika sekadar menyentuh atau mencium yang tidak membangkitkan sahwat, maka hukumnya makruh dan puasanya tetap sah. 

Kemakruhan ini karena dikhawatirkan perbuatan-perbuatan ini akan mendorong melakukan perbuatan-perbuatan lain yang dapat membangkitkan syahwat. (Lihat Mughni al-Muhtaj, Vol . II, hlm. 159)

Sedangkan melakukan hubungan intim suami-istri saat berpuasa, maka hukumnya haram dan membatalkan puasa

Selain itu, pelaku laki-lakinya juga harus membayar kafarat berupa puasa dua bulan berturut-turut, selain wajib mengganti puasanya yang batal karena hubungan intim tersebut. 

Apabila ia benar-benar tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut, maka ia boleh menggantinya dengan memberi makan kepada 60 fakir, masing-masing sekitar 800 gram beras.

Wallahu a’lam.

Dr H Akhmad Ikhwani Lc MA

Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Lampung

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Iktikaf dan Momen Muhasabah

 

Menjemput Malam Lailatul Qodar

 

Ngabuburit yang Berpahala

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved