Berita Nasional
Pekerja Wanita Cuti Melahirkan Digaji Utuh 4 Bulan
Kementerian Ketenagakerjaan menyambut baik pengesahan Rancangan Undang-undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidup
“Ketentuan mengenai cuti melahirkan bagi ibu yang bekerja yang diatur dalam UU KIA merupakan bentuk penguatan dari ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, yang mana ketentuan mengenai hal tersebut tidak dilakukan perubahan dalam UU Cipta Kerja,” jelasnya.
Selain ibu yang melahirkan, UU KIA juga mengatur hak suami untuk cuti pendampingan istri pada masa persalinan, yaitu selama dua hari dan dapat diberikan paling lama 3 hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan.
Bentuk perlindungan lainnya bagi ibu yang bekerja yang melahirkan adalah hak waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran; serta kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja.
Ia menambahkan, selain penguatan pelindungan pekerja/buruh, UU KIA juga mempertegas aspek kesejahteraan pekerja/buruh melalui penyediaan fasilitas kesejahteraan pekerja.
“Adapun jenis fasilitas kesejahteraan pekerja tersebut bisa macam-macam, yang penting fasilitas kesejahteraan pekerja tersebut memang dibutuhkan oleh pekerja di perusahaan dan perusahaan mampu untuk menyediakannya,” ujarnya.
Telah Diuji
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyebut, RUU KIA sebagai wujud kehadiran negara dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sebagai sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul di masa depan.
Ia menyatakan, rumusan tersebut telah diuji kohesivitas substansinya sehingga lebih tajam dan komprehensif.
Bintang menyoroti, saat ini ibu dan anak di Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan, misalnya tingginya angka kematian ibu pada saat melahirkan, angka kematian bayi, dan stunting.
Sementara kebijakan kesejahteraan ibu dan anak masih tersebar di berbagai peraturan dan belum mengakomodasi dinamika kebutuhan hukum masyarakat.
"Pemerintah perlu menata pelaksanaan kesejahteraan ibu dan anak pada fase 1.000 hari pertama kehidupan secara lebih komprehensif, terukur, terpantau, dan terencana dengan baik,” tutur dia.
Lebih lanjut ia menjelaskan, secara substansial RUU ini menjamin hak-hak anak pada fase 1.000 hari pertama kehidupan, sekaligus menetapkan kewajiban ayah, ibu, dan keluarga.
"Kesejahteraan ibu dan anak merupakan tanggung jawab bersama," ungkap dia.
Selain itu, seorang ibu juga memerlukan ruang untuk tetap berdaya selama anak dalam fase 1.000 hari pertama kehidupan.
Oleh karenanya, suami wajib memberikan kesehatan, gizi, dukungan pemberian air susu ibu, dan memastikan istri dan anak mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.