Liputan Khusus

Dosen Itera Sebut Kota Bandar Lampung Masih Minim Ruang Terbuka Publik untuk Masyarakat

Yudha Rahman, Dosen Itera, menyebut minimnya ruang terbuka di Bandar Lampung jadi salah satu penyebab banyaknya anak muda hobi nongkrong di underpass.

Penulis: Hurri Agusto | Editor: Teguh Prasetyo
tribunlampung/Hurri Agusto
Akademisi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi Sumatera (Itera), Yudha Rahman 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Akademisi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi Sumatera (Itera), Yudha Rahman menyebut, bahwa minimnya ruang terbuka di Bandar Lampung menjadi salah satu penyebab banyaknya anak muda hobi nongkrong di flyover ataupun underpass.

Suatu kota idealnya memiliki 30 persen ruang terbuka hijau (RTH) dari total luasan wilayahnya.

Sebenarnya ruang terbuka hijau itu adalah hal yang wajib ada di suatu wilayah.

Karena dari proporsi pembangunan lahan, RTH itu minimal ada 30 persen dari luasan suatu wilayah.

Di mana 10 persen di antaranya adalah RTH privat dan 20 persen RTH publik.

Ruang terbuka hijau privat itu biasanya disediakan oleh swasta yang tujuannya kepentingan komersial.

Sedangkan RTH publik itu disediakan pemerintah dengan luasan 20 persen dari total suatu wilayah.

Berdasarkan teori, ruang terbuka hijau menjadi penting karena memiliki berbagai fungsi, seperti ekosistem, sosiologi, budaya, estetika, ekonomi, dan lainnya.

Artinya, fungsi ruang terbuka itu bukan hanya untuk vegetasi, melainkan menjadi tempat rekreasi serta wadah masyarakat untuk saling berinteraksi, sehingga ada aspek sosial yang bisa dirasakan oleh masyarakat.

Bandar Lampung sebagai ibu kota Provinsi Lampung semestinya menjadi percontohan dalan menyediakan ruang terbuka publik.

Pasalnya, ruang terbuka, khususnya ruang terbuka hijau, memiliki fungsi ekologis sebagai resapan air yang menjadikannya sebagai paru-paru kota.

Ruang terbuka hijau adalah hak masyarakat, karena fungsi sosiologis dan budaya, yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk rekreasi, hingga menjadi tempat menghilangkan stres dari pekerjaan.

Minimnya RTH di suatu kota bisa berpengaruh pada fungsi ekologis yang dapat berdampak menjadi bencana, seperti banjir, lingkungan, polusi udara, hingga krisis sosial.

Untuk Bandar Lampung, sejauh ini saya lihat masih sangat kurang RTH.

Adanya paling ruang terbuka nonhijau, seperti di PKOR Way Halim dan Enggal. 

Yang di Enggal itu juga statusnya akan dialihfungsikan menjadi masjid," imbuhnya.

Benang merah yang menjadi penyebab banyaknya anak muda nongkrong di flyover juga bisa disebabkan kurangnya ruang terbuka, khususnya ruang terbuka hijau, di Bandar Lampung.

Kurangnya ruang terbuka juga bisa menjadi alasan anak muda nongkrong di flyover atau underpass itu.

Karena untuk di Bandar Lampung memang sangat minim ruang terbuka, khususnya ruang terbuka hijau.

Karena kalau kita lihat di kota lain, seperti Jogja, mereka punya alun-alun yang menjadi pusat berinteraksi masyarakat.

Peran pemerintah dan perusahaan swasta diperlukan untuk mewujudkan kota yang memiliki ketersediaan ruang terbuka.

Swasta juga dalam berinvestasi wajib menyediakan ruang terbuka, khususnya ruang terbuka hijau.

Contohnya bisa berbentuk taman di sebelah mal. Jadi masyarakat selain belanja juga bisa bersantai ataupun berekreasi.

Sedangkan untuk kepala daerah nanti diharapkan memfokuskan penyediaan RTH publik sebagai salah satu prioritas.

Karena fungsinya salah satu yang urgen adalah fungsi lingkungan dan ekologis, seperti mengurangi banjir dan fungsi sosial sebagai tempat interaksi masyarakat.


        Menaikan Omset Sepuluh Kali Lipat
Menaikan Omset Sepuluh Kali Lipat

(tribunlampung.co.id/hurri agusto)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved