Mahasiswa UIN Lampung Dianiaya

Mahasiswa UIN Lampung Dianiaya, Pengamat Ungkap Masih Ada Peluang Damai

Pengamat mengatakan kasus penganiayaan yang menimpa mahasiswa UIN Lampung masih berpeluang diselesaikan dengan perdamaian.

Penulis: Virginia Swastika | Editor: Teguh Prasetyo
Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra
Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung Kompol Mukhammad Hendrik Apriliyanto saat menggelar konferensi pers di Mapolresta Bandar Lampung terkait penganiayaan di depan KMC, Kamis (7/11/2024). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Seorang mahasiswa UIN Raden Intan Lampung menjadi korban penganiayaan di depan Klinik Medical Center (KMC).

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polresta Bandar Lampung mengungkapkan pelaku mengaku emosi hingga tega menganiaya korban.

Pasalnya, kendaraan keduanya sempat bersenggolan yang membuat pelaku memukul korban hingga kacamatanya pecah.

Zainudin Hasan, pengamat hukum dari Universitas Bandar Lampung mengungkapkan kejadian penganiayaan memang bukan hal baru di Indonesia.

Bahkan, ada banyak aturan yang mengatur terkait dengan hukuman dari tindak pidana penganiyaan.

"Terkait dengan tindak pidana penganiayaan ini kan diatur di banyak pasal."

"Mau dari Pasal 351 sampai dengan Pasal 356, tapi di tingkatan memang ada penganiayaan ringan, ada yang berat, dan sampai ada penganiayaan yang sampai menyebabkan orang meninggal dunia," ungkapnya, Kami (11/7/2024).

Perihal ancaman hukuman, Zainudin mengungkapkan pelaku bisa terancam paling sedikit dua tahun delapan bulan hingga tujuh tahun penjara.

Namun durasi hukuman tersebut ditentukan berdasarkan dengan tingkatan penganiayaannya.

"Terkait dengan ancaman pidananya ini mulai dari dua tahun delapan bulan, kemudian lima tahun, sampai dengan tujuh tahun tergantung dari tingkat penganiayaannya."

"Adapun terkait dengan penganiayaan berat biasanya korban itu tidak bisa melakukan aktivitas berjalan, yang hukumannya tentu saja lebih berat dibandingkan dengan ancaman pidana penganiayaan ringan yang masih bisa berjalan," tandasnya.

Meski begitu, Zainudin mengungkapkan bahwa kasus seperti penganiyaan dan pengeroyokan di Indonesia masih berpeluang untuk diselesaikan secara kekeluargaan.

"Di lampung banyak kasus penganiayaan, pengeroyokan, bisa diselesaikan dengan restorative justice. Jadi memang rj itu kalau secara kearifan lokal di lampung itu ada yang namanya Angkon Muakhi."

"Jadi nanti penyidik memanggil kedua belah pihak apakah bisa diselesaikan. Kalau misalnya masih bisa diselesaikan baik-baik, maka pilihan itu yang diutamakan karena ini termasuk pengurangan terhadap pemenjaraan."

"Bukan berarti tindak pidananya tidak ada, tapi mengurangi yang namanya pidana badan, salah satunya penganiayaan, pengeroyokan."

(Tribunlampung.co.id/Virginia Swastika)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved